Tim Penggerak PKK NTT Komit Kawal Kasus Kapolres Ngada Nonaktif

Asty menegaskan pentingnya pengawasan terhadap proses hukum ini agar aparat penegak hukum dapat mengambil tindakan yang transparan dan adil.

Ruteng, Ekorantt.com – Ketua Tim Penggerak Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Asty Laka Lena, menyatakan komitmennya untuk mengawal proses hukum kasus yang melibatkan Kapolres Ngada nonaktif, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja.

AKBP Fajar tengah terjerat dalam kasus dugaan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur dan narkoba.

Asty menegaskan pentingnya pengawasan terhadap proses hukum ini agar aparat penegak hukum dapat mengambil tindakan yang transparan dan adil.

“Saya sebagai ibu, ibu gubernur, Ketua PKK akan memantau kasus hukum ini agar keadilan bagi korban dapat tercapai,” ujarnya dalam diskusi yang digelar Forum Perempuan Diaspora NTT di Jakarta pada Kamis, 20 Maret 2025.

Lebih lanjut, Asty meminta Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) untuk turut mengawasi jalannya proses hukum yang sedang berlangsung.

Ia berharap Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dapat memberikan perlindungan, pemulihan, serta pemenuhan hak bagi ketiga korban yang terlibat dalam kasus tersebut.

Sebagai Ketua TP PKK NTT, Asty berjanji akan berkoordinasi dengan berbagai pihak, termasuk dengan Perempuan Diaspora NTT yang berada di Jakarta, untuk memastikan kelancaran pengawasan.

“Karena Perempuan Diaspora NTT yang dekat dengan Mabes Polri, mereka akan sering melakukan koordinasi dengan Kepolisian,” tambahnya.

Anggota DPR RI Komisi XI, Julie Soetrisno Laiskodat, yang turut hadir dalam diskusi tersebut, menyatakan keprihatinannya atas kasus yang melibatkan Kapolres Ngada nonaktif.

Ia berjanji akan memberikan dukungan penuh dan mengawal proses hukum ini hingga mencapai putusan pengadilan.

Senada dengan Julie, Koordinator Forum Perempuan Diaspora NTT, Sere Aba, juga mengimbau agar Kepolisian Republik Indonesia menggunakan pasal dengan ancaman hukuman yang tinggi terhadap AKBP Fajar.

Hal ini sejalan dengan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang memberikan ancaman hukuman seumur hidup bagi pelaku kejahatan seksual, termasuk kemungkinan hukuman suntikan kimiawi bagi pelaku kejahatan seksual.

Sere menegaskan, kasus ini harus disikapi dengan serius oleh aparat kepolisian, mengingat kekerasan seksual bisa terjadi kapan saja dan di mana saja, serta bisa melibatkan pelaku yang seharusnya memahami hukum, seperti yang terjadi pada peristiwa ini.

Sebelumnya, Kapolres Ngada nonaktif telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pencabulan sejumlah anak di bawah umur.

Setelah diselidiki lebih lanjut oleh Polri dan Polda NTT, AKBP Fajar diduga melakukan pelanggaran dalam kategori berat.

Selanjutnya, pada 17 Maret 2025, AKBP Fajar divonis hukuman pemberhentian dengan tidak hormat (PTDH) usai dinyatakan melanggar etik dalam kasus pencabulan anak serta penggunaan narkotika. Hal ini sesuai putusan pada sidang komisi Kode Etik Profesi Polri (KEPP).

spot_img
TERKINI
BACA JUGA