Ruteng, Ekorantt.com – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Manggarai membeberkan sejumlah potensi pelanggaran yang akan menjadi fokus pengawasan mereka dalam tahapan pencocokan dan penelitian (coklit) data pada Pilkada Manggarai tahun ini.
Koordinator Divisi Hukum, Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu Kabupaten Manggarai, Fortunatus Hamsah Manah mengatakan potensi pelanggaran itu seperti: petugas Pemuktahiran Data Pemilih (PPDP) tidak melakukan coklit, atau melakukan Coklit tapi tidak sesuai mekanisme maupun tata cara dan prosedur, termasuk pelaksanaan protokol Covid-19.
“Ada pihak yang sengaja memberikan keterangan yang tidak benar mengenai dirinya atau diri orang lain saat coklit data pemilih,” katanya kepada Ekora NTT, Senin (20/7/2020).
Kemudian, lanjutnya, ada pihak yang melakukan perbuatan memalsukan data dan daftar pemilih.
“PPS, PPK hingga KPU Kabupaten/Kota yang tidak melakukan verifikasi dan rekapitulasi terhadap data dan daftar pemilih,” ujarnya.
Lalu, KPU Kabupaten/Kota tidak memberikan salinan Daftar Pemilih Sementara (DPS) kepada Bawaslu Kabupaten dan tidak mengumumkan DPS tersebut.
Selain itu, kata Fortunatus, secara umum ada dua jenis pelanggaran yang mungkin terjadi di tahap coklit yakni pelanggaran administrasi dan pidana.
Ia mengatakan, untuk pelanggaran administrasi, Bawaslu Kabupaten Manggarai berupaya untuk langsung memberikan saran perbaikan saat itu juga di tempat coklit.
“Namun jika tidak diindahkan, maka Bawaslu Kabupaten Manggarai akan memberi rekomendasi perbaikan secara tertulis, dan jika tetap tidak diindahkan, maka akan diproses secara hukum administrasi,” katanya.
“Protokol Covid-19 juga menjadi fokus pengawasan Bawaslu Kabupaten Manggarai, dan pelanggaran terhadap protokol Covid-19 oleh PPDP dan PPS masuk kategori pelanggaran administrasi atau pelanggaran terhadap mekanisme, tata cara dan prosedur Coklit,” tambahnya.
Manah juga mengingatkan adanya ancaman pasal pidana di tahap coklit, di antaranya; memberikan keterangan tidak benar mengenai diri sendiri dan diri orang lain, memalsukan data pemilih, dan upaya menghilangkan hak pilih dan penyelenggara pemilihan yang tidak melakukan verifikasi dan rekapitulasi data pemilih.
“Khusus untuk penyelenggara, ancaman pidananya ditambah seperti tiga lebih besar dari ancaman pidana maksimum,” tegasnya.
Adeputra Moses