Labuan Bajo, Ekorantt.com – Kafe bukan hanya sekadar tempat untuk menikmati makanan dan minuman, tetapi juga menjadi ruang diskusi dan transaksi gagasan. Itulah yang mendorong, Yeremias Datar (43) untuk mengubah nama usahanya menjadi Cafe Demokrasi, dari sebelumnya, Cafe Break.
Pria kelahiran Pengka Welak, Lembor, Manggarai Barat ini, mengatakan, perubahan nama itu lantaran banyak konsumen yang selalu datang berdiskusi di tempat itu.
“Saya melihat dari konsumen yang datang banyak kalangan politisi, anak muda, pekerja media. Mereka setiap hari datang berdiskusi di sini. Itulah alasan saya mengubah nama tempat ini menjadi Cafe Demokrasi,” ujar pria yang kerap disapa Jeri saat ditemui Ekora NTT, Jumat (12/3/2021).
Impian itu sudah lama dipendam Jeri. Namun, keinginanan baru terwujud di awal tahun 2021. Baginya nama harus memiliki arti dan tujuan. Ia ingin banyak anak muda daerah “terhipnotis” untuk menjadi pengusaha sukses ke depan, bukan menjadi penonton.
Jeri berujar, Kafe Demokrasi bukan sekadar mencari keuntungan (profit oriented), tetapi lebih dari itu. Ia ingin tempat usahanya dijadikan ruang pengembangan diskusi publik di Kota Labuan Bajo.
Sebelum memulai berbisnis di Labuan Bajo, Jeri bekerja di PT Tigaraksa Surabaya selama 14 tahun. Di perusahaan itu ia mengawali karir sebagai sales hingga kemudian dipercaya menjadi top manager.
Kendati demikian, pria 30 November 1978 ini justru memilih pulang kampung halaman, 2016 silam. Jeri bercita-cita untuk membangun tanah kelahirannya melalui usaha kuliner.
“Saya menangkap peluang di Labuan Bajo dan salah satunya usaha kuliner. Passion saya memang di marketing. Maka saya ingin mengembangkan usaha ini,” katanya.
Setahun kemudian, tepatnya 2017, Jeri mulai membuka usaha kulinernya, Cafe Break yang terletak di Jalan Daniel Daeng Nabit, Kota Labuan Bajo. Kafe itu dibangun dengan sistem kolaborasi bersama sahabatnya yang pernah bekerja sebagai koki di Labuan Bajo.
“Kita prinsipnya sharing budget dengan teman saya yang koki. Kita bagi hasil. Dan itu berjalan lancar. Tetapi sekarang Covid-19 jadi kita istirahat dulu. Kita pernah coba masak akhirnya semua basi karena tidak ada pembeli,” ungkapnya.
Di kafe itu, ia menyiapkan sejumlah menu makanan dan minuman. “Dulu sehari kita bisa dapat Rp.500.000 dalam sehari tetapi sekarang selama pandemi untuk dapat Rp.100.000 saja agak susah,” tambahnya.
Kendati demikian, ia tidak putus asa. Ia yakin wabah Covid-19 pasti berlalu.
Ia berharap pemerintah setempat bisa mendukung putra dan putri daerah yang mempunyai orientasi menjadi pelaku UMKM.
“Pertama mungkin penyediaan tempat dan lahan, kedua stimulus misalnya pelatihan-pelatihan kepada masyarakat. Saya sangat berharap agar bisa diberdayakan,” pintanya.
Sandy Hayon