Warga Poco Leok Tolak Geotermal: Kalau Tanah Kami Rusak, Mau Cari Makan di Mana?

Menurut Agustinus Tuju, warga adat Gendang Nderu, proyek geotermal bukanlah solusi bagi masyarakat Poco Leok.

Ruteng, Ekorantt.com – Penolakan terhadap proyek energi panas bumi (geotermal) di Poco Leok, Kabupaten Manggarai, terus berlangsung.

Warga setempat menyuarakan kekhawatiran mereka terhadap proyek yang dinilai mengancam ruang hidup, lingkungan, serta tatanan adat yang telah diwariskan turun-temurun.

Menurut Agustinus Tuju, warga adat Gendang Nderu, proyek geotermal bukanlah solusi bagi masyarakat Poco Leok.

Dalam sebuah diskusi publik yang digelar di Rumah Baca Aksara, Langgo, pada Kamis, 24 April 2025, ia menegaskan, masyarakat Poco Leok mayoritas bermata pencaharian  sebagai petani, dan proyek ini justru membahayakan lahan pertanian mereka.

“Geotermal bukan sebuah sumber penghidupan bagi kami. Kami semua adalah petani, kalau tanah kami rusak kami mau cari makan di mana?” kata Agustinus.

Agustinus menjelaskan, masyarakat Poco Leok menjunjung tinggi nilai-nilai adat dan budaya yang terdiri dari lima falsafah utama: mbaru bate kaeng (rumah), uma bate duat (kebun), natas bate labar (kampung halaman), wae bate teku (air), dan compang takung (altar persembahan).

Menurutnya, proyek ini mengancam keharmonisan sistem nilai tersebut.

Tak hanya itu, kondisi geografis Poco Leok yang terdiri dari bukit dan lembah rawan longsor juga menjadi alasan penolakan.

“Itu belum disentuh proyek, apalagi kalau sudah ada proyek geotermal pasti sering longsor,” tambahnya.

Julio C. Achinadi dari Accountability Counsel menjelaskan, proyek ini didanai oleh berbagai bank besar, termasuk KfW dari Jerman.

Menurutnya, meski proyek ini membawa label “energi hijau”, di lapangan justru terdapat dampak negatif terhadap masyarakat.

“Pembangunan proyek ini akan melibatkan pembangunan infrastruktur di atas tanah milik masyarakat adat. Hal ini berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan serta mengancam mata pencaharian warga lokal yang mayoritas adalah petani,” ujar Julio.

Julio menekankan, masyarakat memiliki hak untuk menyuarakan keberatan mereka, tidak hanya di tingkat nasional melalui Komnas HAM, tetapi juga langsung kepada lembaga pendana.

Komunitas Poco Leok telah memanfaatkan mekanisme ini dengan melaporkan proyek kepada KfW dan Komnas HAM.

Laporan tersebut menyebutkan adanya pelanggaran seperti kekerasan, pelecehan, dan penangkapan warga.

“Laporan seperti ini menjadi cara bagi masyarakat untuk menyampaikan bahwa dana yang diberikan kepada PLN membawa dampak buruk di lapangan,” jelas Julio.

Tanggapan Komnas HAM

Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM, A. Saurlin P. Siagian, mengonfirmasi bahwa pihaknya telah menerima pengaduan terkait proyek geotermal di Poco Leok dan tengah menanganinya.

Ia menyatakan, proyek-proyek geotermal memang tengah menjadi tren global, namun kerap menimbulkan persoalan serius.

Menurutnya, hasil kajian Komnas HAM tahun lalu mengungkap adanya indikasi pelanggaran HAM di sejumlah proyek strategis nasional, termasuk di Poco Leok.

Saurlin juga menyoroti minimnya pelibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan, serta penggunaan aparat secara berlebihan.

“Dalam satu dekade terakhir, kami melihat perlindungan terhadap proyek strategis nasional justru menimbulkan implikasi yang merugikan masyarakat secara luas,” tegas Saurlin.

spot_img
TERKINI
BACA JUGA