Ruteng, Ekorantt.com – Direktur Yayasan Asih Asuh Cerdas Jakarta, Dokter Bagus Satriya Budi, mengingatkan petugas kesehatan dan ibu balita di Manggarai untuk berani menerapkan Penyelarasan Vestibular Taktil (PVT) sebagai metode deteksi dini tumbuh kembang anak. Itu terutama pada bayi berusia tiga bulan ke atas.
Penyelarasan Vestibular Taktil merupakan metode terapi yang memberikan stimulus pada sistem vestibular, yakni sistem saraf yang mengatur keseimbangan tubuh dan rasa posisi. Metode ini diperkenalkan oleh dokter Bagus sendiri.
Terapi ini diharapkan dapat membantu mendeteksi gangguan perkembangan sejak dini, sehingga dapat mencegah masalah seperti Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), Attention Deficit Disorder (ADD), hingga autisme.
ADHD dan ADD adalah gangguan perkembangan saraf yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk fokus dan mengatur perilaku. ADHD ditandai dengan hiperaktivitas, impulsif, dan kesulitan menjaga perhatian. Sementara ADD lebih fokus pada kesulitan untuk memusatkan perhatian tanpa adanya perilaku hiperaktif.
Menurut Bagus, dengan deteksi dini dan terapi yang tepat, seperti PVT, gangguan-gangguan ini bisa dikenali lebih awal dan ditangani dengan intervensi yang sesuai, membantu anak untuk mengembangkan keterampilan dan perilaku yang lebih baik di masa depan.
“Saya berharap petugas yang ikut ini mahir melakukan PVT dan ibu-ibunya diajarkan. Berani melakukan PVT!” katanya dalam pemaparan materi saat pelatihan deteksi dini tumbuh kembang anak dalam 1000 HPK bagi tenaga kesehatan puskesmas Kabupaten Manggarai di Aula Efata St. Aloysius Ruteng, pada Jumat, 24 Januari 2025.
Ia menjelaskan, seribu hari pertama kehidupan adalah masa selama 270 hari dalam kandungan sampai dengan anak berusia dua tahun.
Untuk mempersiapkan itu, kondisi sejak balita harus baik sehingga indeks massa tubuhnya bisa mencapai 19,5.
“Jadi tidak gemuk. Tidak juga kurus. Tingginya juga bagus,” tuturnya.
Tetapi, hal tersebut terdapat sejumlah persyaratan, yakni usia ibu hamil harus 23-33 tahun, jarak hamilnya 4 tahun, gizi baik, serta tinggi ideal tinggi badan 50-an ke atas.
“Tidak boleh kurang gizi, kemudian tinggi badannya idealnya 50-an ke atas. Bila di bawah itu karena bayinya melintang,” kata Bagus.
Bagus berpendapat, usia ibu harus 23 tahun karena garis tulang epifisi atau tulang panjang tumbuh kembang ibunya sudah tidak tumbuh lagi, sehingga tulangnya tidak perebutan gizi dengan sang bayi.
“Selain itu kenapa tidak di atas 33 tahun, karena waktu di atas 33 tahun memberikan gizi mikronya kurang optimal. Sehingga sering terjadi anak-anak bibir sumbing dan lain sebagainya,” jelasnya.
Bila tinggi ibu ideal maka luas tulang panggulnya juga ideal. Anak dapat dilahirkan secara normal karena kontraksi rahim yang akan memperbaiki alat keseimbangan tubuh anak.
“Makanya kalau operasi caesar atau seksio sesarea (SC) yang dilakukan untuk melahirkan bayi, bisa jatuh ke autis, ADHD, ADD,” katanya.
Risiko itu dapat menyebabkan peristiwa perundungan di lingkungan sekolah anak. Namun untuk mencegah itu dapat dilakukan melalui terapi penyelarasan vestibular taktil.
“Jadi di usia tiga bulan anak itu dites. Hanya beberapa detik saja nanti akan lihat reaksinya. Reaksi tipe 1 normal, tipe 2 arahnya ke ADD, sedangkan reaksi tipe 3 arahnya ke ADHD, dan reaksi tipe 4 arahnya ke autis,” bebernya.
Dia juga meminta Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai untuk mengevaluasi “apakah terapi ini berhasil.” Sebab terapi ini bisa menangani stunting. Anak akan menambah nafsu makan bila dilakukan.
Kegiatan ini merupakan kerja sama Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai, Yayasan Ayo Indonesia, dan Yayasan St. Damian Cancar.
Direktur Yayasan Ayo Indonesia, Tarsisius Hurmali berkata, menurut ahli tumbuh kembang, banyak kasus disabilitas di Manggarai mestinya tidak perlu berkembang lebih buruk, jika itu dideteksi sedini mungkin dan ditangani sedini mungkin.
“Dari 3730 data difabel di Manggarai hampir sepertiga berkategori berat. Semua bergantung pada orang lain,” ucapnya saat memberikan sambutan.
Hal itu disebabkan karena ada kemungkinan tidak dilakukan deteksi dini atau kurangnya kapasitas untuk mendeteksi dini kasus distabilitas.
“Itu artinya orangtua harus punya informasi dasar tentang deteksi dini,” tegasnya.
Karena itu, ucap dia, perlu adanya penyediaan informasi dan peningkatan keterampilan penyedia layanan umum relevan yang bisa menjangkau masyarakat.
“Dalam hal ini puskesmas sebagai pusat kesehatan masyarakat sangat relevan dengan kapasitas tersebut,” pungkasnya.