Tari “Rangkuk Alu” di Manggarai Timur Masuk Rekor Leprid

Borong, Ekorantt.com – Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur (Matim), Nusa Tenggara Timur (NTT), memilih untuk mempertunjukkan tarian tradisional Rangkuk Alu dalam perayaan peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), Kamis, 2 Mei 2019 di lapangan Terminal Borong.

Tari yang diperagakan oleh 1009 penari itu pun berhasil masuk rekor dunia berdasarkan pengakuan Lembaga Prestasi Indonesia-Dunia (Leprid) karena berhasil menyertakan banyak penari.

Tari tersebut dipentaskan atas kerja sama Pemkab Matim dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan kabupaten itu; dan Pranata Foundation-lembaga yang bergerak di bidang pemberdayaan perempuan dan anak di Matim.

Pantauan Ekora NTT, usai para penari memamerkan tarian itu, ketua sekaligus pendiri Leprid, Paulus Pangka langsung menyerahkan piagam penghargaan kepada Bupati Andreas Agas, Kadis PK Basilius Teto dan pendiri Pranata Foundation, Kristiani Pranata Agas.

Rangkuk Alu merupakan tari  tradisional Manggarai yang dimainkan oleh remaja pria  dan wanita secara berkelompok. Satu kelompok biasanya terdiri dari 10 orang.

iklan

Para penari biasanya mengenakan pakaian adat, seperti baju bero; kain songket khas daerah Manggarai; dan pengikat kepala pria dan wanita, yakni sapu dan retu.

Alat utama dalam memainkan tari itu adalah bambu.

Tari tersebut bermula dari kebiasaan para gadis Manggarai yang secara bersama menumbuk padi dalam sebuah ngencung (lesung) menggunakan alu-sejenis tongkat kayu atau bambu yang keras.

Tumbukan para gadis yang dilakukan secara bergilir itu, menghasilkan bunyi khusus dengan irama yang teratur.

Leluhur orang Manggarai kemudian mengadopsi bunyi dan irama saat gadis menumbuk padi itu ke dalam satu jenis tari yang disebut Rangkuk Alu itu.

Dalam tari Rangkuk Alu, bambu disusun dan diayunkan seperti menjepit oleh enam hingga delapan orang. Dua hingga empat pemain melompat-lompat menghindari jepitan dari bambu-bambu tersebut.

Saat melompat-lompat menghindari jepitan, pemain seakan melakukan gerakan seperti sedang menari.

Gerakan tari tersebut, sebenarnya berasal dari gerakan para penari saat melompat untuk menghindari jepitan bambu. Sehingga, didominasi oleh gerakan kaki.

Gerakan penari dan pemain bambu tersebut kemudian dipadukan dengan irama pukulan gong dan gendang serta  lagu daerah, sehingga menghasilkan seni yang khas.

Menari Rangkuk Alu membutuhkan kelincahan dan ketepatan untuk menghindari jepitan bambu. Apabila penari kurang lincah, maka, akan terjatuh karena terjepit bambu.

Keseruan dari tari Rangkuk Alu, yaitu saat kaki penari terjepit bambu dan jatuh. Pada saat itu, selain mendebarkan, juga mengundang gelak tawa para penonton.

Dulu, tarian ini sering ditampilkan saat usai panen raya, pada saat bulan purnama. Pada saat itulah para remaja berkumpul dan mementaskan tari Rangkuk Alu.

Selain sebagai sarana hiburan, Tari Rangkuk Alu menjadi sarana edukasi dan pembentukan diri.

Dalam tari tersebut, penari dapat melatih kelincahan dan melatih ketepatan dalam bertindak.

Selain itu, bagi masyarkat Manggarai , tarian tersebut tentu mengandung nilai-nilai filosofis dan spiritual.

Usai kegiatan itu, kepala dinas PK Matim, Basilius Teto mengatakan kepada Ekora NTT, saat ini, Tari Rangkuk Alu jarang dipertunjukan. Di kebanyakkan tempat, lanjutnya, mayoritas masyarakat Manggarai sudah melupakan tari tersebut.

“Ada juga yang tidak tahu memperagakan atau melakukan tarian ini,” katanya.

Padahal, kata dia, Tari Rangkuk Alu sangat dibutuhkan untuk perkembangan dunia pariwisata.

Ia berharap agar warisan leluhur itu terus dipopulerkan dan tidak hilang ditelan zaman. (Rosis Adir)

TERKINI
BACA JUGA