Tipu Muslihat “Ring Arena Promotion”: Investigasi Skandal “NTT Big Fight II” Tinju Internasional di Maumere, Flores

Maumere, Ekorantt.com – Patrick Juang Rebong, Rudolfus Ali, Erick B. Sabon, Toni Kolin, dan Viktor Sudarmadji putar otak.

Bagaimana caranya menerbangkan para peserta even NTT Big Fight II” Tinju Internasional Maumere” dari Thailand, Jakarta, dan daerah lainnya ke Maumere?

Rudolfus Ali, Ketua Harian Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kabupaten Sikka, kebetulan punya kenalan.

Namanya Herman Siswanto.

Herman Siswanto adalah Komisaris Perseroan Terbatas (PT) Sikka Express Wisata, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang tur dan travel di Maumere.

Salah satu usahanya adalah melakukan penjualan tiket pesawat.

Patrick Juang Rebong, Promotor Ring Arena Promotion selaku penyelenggara even “NTT Big Fight II” Tinju Internasional Maumere” bersama Rudolfus Ali dan ketiga teman lainnya di atas kemudian menemui Herman Siswanto di Hotel Benggoan Maumere, Jalan Moat Toda, Kelurahan Kota Baru, Kecamatan Alok Timur.

Mereka mohon Herman untuk menyediakan tiket pesawat bagi para peserta yang berasal dari luar Maumere.

Untuk meluluhkan hati Herman, mereka menjanjikan fee 10% dari total penjualan tiket atau karcis penonton.

Dalam “Surat Pernyataan”, Patrick Juang Rebong, Promotor Ring Arena Promotion selaku Event Organizer (EO), Rudolfus Ali selaku Ketua Panitia, Erick B. Sabon, Ketua Panitia Pelaksana, Toni Kolin, dan Viktor Sudimadji menyatakan akan bertanggungjawab atas pengembalian dana pembelian tiket pesawat sebesar Rp42.636.700,00 setelat-telatnya pada tanggal 3 Agustus 2019 kepada PT. Sikka Express Wisata di Maumere.

Atas dasar kerja sama bantuan tiket itu, Ring Arena Promotion bersama Pemda dan Bupati Sikka akan memberikan 10% pendapatan tiket atau karcis masuk even selama dua hari di Stadion Gelora Samador dari 1-3 Agustus 2019 kepada pihak PT Sikka Express Wisata.

Surat pernyataan ini ditandatangani di atas meterai oleh Promotor Ring Arena Patrick Juang Rebong dan Ketua Panitia Rudolfus Ali pada tanggal 31 Juli 2019.

Komisaris PT Sikka Ekspress Wisata Herman Siswanto saat dihubungi EKORA NTT, Senin (6/8) mengungkapkan, Patrick Juang Rebong, Rudolfus Ali, dan Erick B. Sabon menghubungi dirinya di Hotel Benggoan untuk mendapatkan tiket pesawat bagi para rombongan dari Thailand dan Jakarta beberapa hari sebelum tinju digelar.

Ia menyanggupi permintaan tersebut karena mengenal Rudolfus Ali.

Rudolfus Ali sendiri saat ini menjabat sebagai Kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah serta Ketua Harian KONI Kabupaten Sikka.

Dalam even tinju internasional di atas, dia ditunjuk secara lisan menjadi Ketua Panitia.

Total dana yang Herman kucurkan untuk pengadaan tiket puluhan penumpang adalah sebesar Rp63.203.200,00. Ditambah lagi tambahan dua orang penumpang rute MOF – CGK sehingga total dana tiket menjadi lebih besar beberapa juta dari angka tersebut.   

Hasil investigasi EKORA NTT menunjukkan, tiket tersebut membiayai ongkos transportasi sekitar 33 penumpang dengan kode rute DPS – MOF (1), KOE – MOF (8), CGK – MOF (14), MOF – DPS (1), MOF – CGK (5), DMK – CGK (2), CGK – KUL (1), CGK – DMK (1).

Para penumpang, rombongan peserta tinju “NTT Big Fight II” Tinju Internasional Maumere”, itu menggunakan jasa penerbangan NAM Air, Trans Nusa, dan Wings.

Beberapa penumpang berasal dari Thailand seperti Bheerawus Bhutchara, Rivayando Zuliker T, Vachayan Khamon, dan dari Rusia, yaitu Irina Stroganova.

Menurut dia, sebagaimana tertera dalam surat pernyataan, pihak Ring Arena Promotion menjanjikan dia fee 10% pendapatan tiket atau karcis selama dua hari di Gelora Samador dari tanggal 1-3 Agustus 2019.

Namun, ketika kegiatan tersebut batal digelar, pihak Ring Arena Promotion membawa kabur uang tiketnya itu.

Ring Arena Promotion hanya membayar down paymentt (DP) sebesar Rp5.000.000,00. Sisanya sebesar Rp60-an juta dibawa kabur oleh penyelenggara.

Herman juga tidak mendapatkan fee 10% seperti tertera daam surat pernyataan.

Herman sudah melaporkan kasus yang menimpanya ini kepada Polres Sikka.

Akan tetapi, ia merasa aneh dan kecewa karena Polres Sikka tidak mau menindaklanjuti laporannya tersebut.

Polres Sikka meminta dia untuk melaporkan kasus tersebut kepada POLDA NTT.

Dia mempertanyakan penolakan Polres Sikka terhadap laporan tersebut.

Menurut dia, sebagai warga Negara, dia berhak melaporkan aduan kepada polisi dan polisi wajib menindaklanjuti laporan warga tersebut.

“Saya diminta untuk lapor langsung ke POLDA NTT. Lalu, fungsi Polres Sikka itu untuk apa? Kalau setiap laporan harus ke POLDA NTT, lebih baik Polres Sikka dibubarkan saja,” ungkap dia.

Ketua Panitia Rudolfus Ali kepada EKORA NTT, Senin (5/8) malam mengatakan, dia ditunjuk secara lisan menjadi ketua panitia beberapa hari sebelum even itu digelar.

Sebelumnya, dia tidak tahu menahu soal kegiatan ini.

Menurut Ketua Harian KONI Kabupaten Sikka ini, panitia lokal sebelumnya adalah Tinton Meo dan Gabriel Langga atau yang biasa disapa Angga.

Menurut dia, Tinton dan Angga pernah menemui KONI dan Pertina (Persatuan Tinju Amatir) Sikka untuk menyerahkan proposal permohonan dana even tersebut.

Namun, proposal itu ditolak oleh KONI dan Pertina Sikka.

Beberapa hari sebelum kegiatan digelar, Tinton dan Angga, wartawan Lenterapos.com itu, mengundurkan diri dari kepanitiaan.

Rudolfus mengatakan, setelah Tinton dan Angga undur diri, tim Ring Arena Promotion kemudian menghubungi dirinya untuk menjadi ketua panitia.

Dia menerima permintaan tersebut karena hendak menjaga dan mengharumkan nama Kabupaten Sikka. Apalagi status dia adalah Ketua Harian KONI Sikka.

“Ini tinju kelas internasional. Makanya saya setuju jadi ketua panitia,” ungkap dia.

Menurut Kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip daerah Kabupaten Sikka ini, tugasnya sebagai Ketua Panitia hanya memfasilitasi kegiatan ini agar dapat berjalan dengan baik.

Menurut dia, kegiatan ini sudah berjalan dengan baik. Pertandingan tinju sempat digelar sebanyak dua partai. Dua partai itu mempertandingkan petinju amatir Sikka melawan Sikka dan petinju Sikka melawan petinju Flores Timur.

Rudolfus mengatakan, setelah menonton dua partai tambahan itu, dia pergi ke Beru untuk makan malam bersama anaknya.

Lalu, dia ditelepon bahwa ada masalah terkait tinju di Gelora Samador. Menurut dia, masalahnya adalah pemilik sound system mematikan sound system. Alasannya, pihak penyelenggara belum bayar lunas ongkos sound system.

“Mereka baru terima uang Rp17 juta. Makanya mereka kasih mati,” katanya.

Menurut Rudolfus, kegiatan tinju sudah mengantongi izin dari Polres Sikka. Bupati Sikka Robby Idong juga sudah diberitahu tentang pelaksanaan kegiatan tersebut.

Terkait foto si bupati di iklan dan berita surat kabar, dia mengatakan, mungkin saja itu adalah bagian dari strategi penyelenggara untuk menarik perhatian penonton. Menurut dia, Bupati Sikka tidak dijadwalkan untuk bertanding malam itu.

Sementara itu, Dedi Olderikus berang bukan kepalang. Pihak Ring Arena Promotion mangkir dan ingkar janji terhadap perjanjian kerja sama yang telah disepakati.

Menurut Pasal 1 Perjanjian Kerja Sama NTT Big Fight II Tinju Internasional Maumere 1 – 3 Agustus 2019 tentang Hak dan Kewajiban Pihak I, “PIHAK I bersedia membayar PIHAK II dengan nilai Rp. 30.000.000,00.”

Sementara itu, menurut Pasal 3 Perjanjian Kerja Sama NTT Big Fight II Tinju Internasional Maumere 1 – 3 Agustus 2019 tentang cara dan syarat pembayaran, “seluruh pembayaran dilakukan dengan cara cash sebesar 50% sebelum loading dan 50% sisa setelah sound cek di hari acara.”

Dalam kenyataannya, Ring Arena Promotion selaku PIHAK I hanya membayar Rp17 Juta kepada PT Choin Entertainment selaku PIHAK II. Sisa pembayaran sebesar Rp13 Juta dibawa kabur oleh Ring Arena Promotion.

Manager Produksi PT Choin Entertainment ini pun nekat menghentikan sound system saat NTT Big Fight II” Tinju Internasional Maumere” memasuki partai tambahan kedua di Gelora Samador Maumere, Sabtu, 3 Agustus 2019.

PT Choin Entertainment adalah Vendor “NTT Big Fight II” Tinju Internasional Maumere.” Sebagai vendor, tugas utama mereka adalah menyediakan sound system, lighting, rigging, dan barikade.

Kepada EKORA NTT, Olderikus mengatakan, pihaknya menghentikan sound system karena menilai pihak Even Organizer (EO)/Promotor Ring Arena Promotion tidak memiliki itikad baik sesuai perjanjian yang telah di sepakati bersama.

“Dalam perjanjian pihak EO/PROMOTOR dan VENDOR terdapat kesepakatan pembayaran FEE akan dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pertama H-1 sebelum acara (saat loading produksi) dan tahap kedua setelah sound check di hari H. Dalam perjalanannya, Pihak EO/PROMOTOR hanya membayar tahap pertama dan pada tahap kedua tidak dilakukan sesuai kesepakatan atau setelah sound check. Demi kelancaran dan tidak merugikan masyarakat, kami tetap melanjutkan karena dari pihak EO/PROMOTOR berjanji akan membayar setelah acara berjalan karena kekurangan untuk fee pembayaran akan diambil dari pembelian tiket penonton yang masuk ke Gelora Samador. Setelah acara berjalan, ternyata kami tidak mendapat kejelasan soal Hak kami. Oleh karena itu, kami menghentikan sound system untuk menuntut profesionalitas dari pihak EO/PROMOTOR yang ternyata menghilang dari area acara,” ungkap Olderikus.

Promotor Ring Arena Promotion Patrick Juang Rebong berulangkali dihubungi EKORA NTT, tetapi selalu gagal. Pesan via WhatsApp selalu memperlihatkan tanda centang satu.

Untuk diketahui, Bank Pembangunan Daerah NTT menggelontorkan dana Corporate Social Responsibility (CSR) sebesar Rp65 juta untuk menyukseskan even “NTT Big Fight II” Tinju Internasional Maumere.”

Dana CSR itu diserahkan langsung oleh Direktur Bank NTT Cabang Maumere Ben Bloy Bogar kepada Bupati Sikka Robby Idong di rumah jabatan bupati di Jalan El Tari.

Pertandingan yang dijadwalkan berlangsung di Gelora Samador Maumere dari tanggal 1 – 3 Agustus 2019 itu menghadirkan kelompok petinju amatir, profesional, dan petinju internasional untuk merebut sabuk emas Bupati Sikka, sabuk emas Gubernur NTT, medali emas Brigjenpol Johni Asadoma, dan World  Boxing Council (WBC) Asia kelas ringan.

Para petinju profesional seperti Chris John dan Daud C. Jordan pernah digadang-gadang ikut memeriahkan even bergengsi tersebut, tetapi kemudian batal dengan alasan yang tidak jelas. Even ini juga direncanakan akan menampilkan pertandingan antara petinju internasional dari Thailand bernama Manot “Spider” Comput melawan petinju NTT asal Sumba bernama Yanssen Hebbi Marapu.

Namun, dalam kenyataannya, penonton, yang sudah membeli tiket umum Rp15 ribu dan tiket VIP Rp200 ribu, hanya menonton dua partai amatir dari petinju Sikka dan petinju Flores Timur. Selebihnya berakhir ricuh. Petugas sound system matikan alat. Panitia kabur. Penonton boyong kursi sebagai ganti harga tiket.

Patrick Juang Rebong, Promotor Ring Arena Promotion, adalah politisi dari Partai Nasional Demokrat (NasDem) besutan Surya Paloh, partai pengusung Gubernur Viktor Laiskodat.

Adakah aroma politik di arena tinju di Gelora Samador?

Dari mana dan ke mana aliran dana dalam even ini mengalir?

Bagaimana keterlibatan oknum wartawan di Sikka dalam even besar ini?

Ikuti terus liputan EKORA NTT selanjutnya…

spot_img
TERKINI
BACA JUGA