Antonius, Baba Amung, dan Perselisihan Hubungan Industrial

Dalam waktu dekat, Dinas Nakertrans Kabupaten Sikka akan menghubungi Baba Amung untuk membicarakan kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Sukarela Karyawan Tanpa Uang Penggantian Hak (UPH) di Toko Agung Maumere.

Apa perspektif baru menilai kasus ini?

Jika salah satu argumen utama kali lalu bertolak dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan atau UU No. 13/2003, maka kali ini, kami coba lihat kasus ini berdasarkan UU Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial atau UU No. 2/2004.

Perselisihan Hubungan Industrial (PHI) adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan (Pasal 1 Ayat (1)).

Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama (Pasal 1 Ayat (2)).

iklan

Perselihan kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan/atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama (Ayat (3)).

Perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK) adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak (Ayat (4)).

Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh adalah perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lain hanya dalam satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikatpekerjaan (Ayat (5)).

Jadi, ada empat (4) macam PHI, yaitu perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan PHK, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh.

UU No. 2/2004 mengatur, setiap PHI pada awalnya diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat oleh para pihak yang berselisih (bipartit).

Perundingan bipartit adalah perundingan antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan PHI (Pasal 1 Ayat (10)).

Dalam hal perundingan oleh para pihak yang berselisih (bipartit) gagal, maka salah satu pihak atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya pada instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan setempat.

Perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh yang telah dicatat pada instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan dapat diselesaikan melalui konsiliasi atau kesepakatan kedua belah pihak.

Konsiliasi Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut konsiliasi adalah penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan PHK atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral (Pasal 1 Ayat (13)).

Sementara itu, penyelesaian perselisihan melalui arbitrase atas kesepakatan kedua belah pihak hanya perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh.

Arbitrase Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut arbitrase adalah penyelesaian suatu perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan, di luar Pengadilan Hubungan Industrial melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada arbiter yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final (Pasal 1 Ayat (15)).  

Apabila tidak ada kesepakatan kedua belah pihak untuk menyelesaikan perselisihannya melalui konsiliasi atau arbitrase, maka sebelum diajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial terlebih dahulu melalui mediasi.

Mediasi Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut mediasi adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan PHK, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral (Pasal 1 Ayat (11)).

Sementara itu, perselisihan hak yang telah dicatat pada instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan tidak dapat diselesaikan melalui konsiliasi atau arbitrase, namun sebelum diajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial terlebih dahulu diupayakan diselesaikan melalui mediasi.

Dalam hal mediasi atau konsiliasi tidak mencapai kesepakatan yang dituangkan dalam perjanjian bersama, maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial.

Pengadilan Hubungan Industrial adalah pengadilan khusus yang dibentuk di lingkungan pengadilan negeri yang berwenang memeriksa, mengadili dan memberi putusan terhadap perselisihan hubungan industrial (Pasal 1 Ayat (17)).

Penyelesaian PHI melalui arbitrase dilakukan berdasarkan kesepakatan para pihak dan tidak dapat diajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial karena putusan arbitrase bersifat akhir dan tetap, kecuali dalam hal-hal tertentu dapat diajukan pembatalan ke Mahkamah Agung.

Jadi, ada lima (5) macam cara penyelesaian PHI, yaitu perundingan Bipartit, konsiliasi, arbitrase, mediasi, dan Pengadilan Hubungan Industrial.

Perundingan Bipartit ditempuh untuk perselisihan hak, kepentingan, PHK, dan perselisihan antarserikat pekerja.

Konsiliasi ditempuh untuk perselisihan kepentingan, PHK atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh.

Arbitrase ditempuh untuk perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja.

Mediasi ditempuh untuk perselisihan hak, kepentingan, PHK, dan perselisihan antarserikat pekerja.

Pengadilan Hubungan Industrial ditempuh untuk perselisihan hak, kepentingan, PHK, dan perselisihan antarserikat pekerja.

Berdasarkan UU No. 2/2004 ini, kasus Sopir Antonius vs Pengusaha Baba Amung hemat kami masuk ke dalam kategori perselisihan hak dan/atau perselisihan PHK.

Oleh karena itu, secara umum, cara penyelesaian perselisihan antara pekerja dan pengusaha Toko Agung itu adalah perundingan Bipartit, konsiliasi, mediasi, dan/atau Pengadilan Hubungan Industrial.

Secara khusus, perselisihan hak UPH Antonius ditempuh terlebih dahulu melalui perundingan Bipartit antara Antonius dan Baba Amung.

Jika tidak ada kesepakatan, maka bisa libatkan Nakertrans Sikka untuk lakukan mediasi.

Jika mediasi gagal, maka Antonius dan/atau Baba Amung bisa menggugat ke Pengadilan Hubungan Industrial di Kupang.

Sementara itu, perselisihan PHK ditempuh melalui perundingan Bipartit, konsiliasi, dan/atau Pengadilan Hubungan Industrial.

Sikap kami adalah keadilan memang perlu ditegakkan berdasarkan prosedur hukum positif yang berlaku.

Akan tetapi, perlu diperhatikan rasa keadilan dari kelas pekerja sebagaimana diadvokasi kaum sosialis.

Argumen kami bisa dibaca di sini https://ekorantt.com/2019/09/05/harta-karun-toko-agung-di-akumulasi-dari-keringat-antonius/.

spot_img
spot_img
TERKINI
BACA JUGA