Sejak pertengahan November 2019 lalu, proses seleksi Jabatan Pimpinan Tingkat Pratama (JPTP) Lingkup Pemerintah Daerah (Pemda) Sikka mulai digelar. Melalui surat pengumuman Nomor 05/Pansel-JPTP/XI/2019, Panitia Seleksi (Pansel) memberitahu semua pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk mengikuti seleksi.
Para peserta yang lolos seleksi akan mengisi sembilan (9) jabatan pimpinan yang lowong, yaitu Kepala Dinas (Kadis) Pendidikan, Kepemudaan, dan Olahraga (PKO), Kadis Kesehatan, Kadis Perumahan dan Kawasan Permukiman, Kepala Satpol PP, Kadis Lingkungan Hidup, Kadis Pariwisata dan Kebudayaan, Kadis Perikanan, Kadis Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) serta Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD). Pada tanggal 29 November 2019, Pansel mengirimkan surat yang berisi penyampaian hasil seleksi administrasi.
Persoalan timbul ketika salah seorang peserta seleksi, Petrus Herlemus, mengajukan klarifikasi dan sanggahan atas surat pengumuman hasil seleksi administrasi di atas.
Berdasarkan kajian yuridis atas UU RI Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), Permenkes Nomor 49 Tahun 2016 tentang Pedoman Teknis Pengorganisasian Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota, Peraturan Pemerintah RI Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS), Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi secara Terbuka dan Kompetitif di Lingkungan Instansi Pemerintah, dan Peraturan Bupati Sikka Nomor 35 Tahun 2018 tentang Tata Cara Seleksi Calon Pimpinan Tinggi Pratama, Herlemus menilai, pertama, Permenkes Nomor 971/MENKES/Per/XI/2009 tentang Standar Kompetensi Struktural Kesehatan telah dinyatakan dicabut dan tidak berlaku.
Kedua, Pansel tidak memakai Permenkes Nomor 49 Tahun 2016 tentang Pedoman Teknis Pengorganisasian Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai pedoman, tetapi sebaliknya mengubah narasi yang mengakibatkan multi-tafsir yang mengarah pada perbuatan melawan hukum, berlaku diskriminatif, dan menciptakan proses seleksi yang tidak kompetitif, tidak transparan, bernuansa KKN, dan jauh dari hakikat reformasi birokrasi,
Ketiga, Pansel tidak diberi ruang oleh peraturan perundang-undangan untuk menambah dan mengurangi persyaratan calon seleksi JPTP secara terbuka,
Keempat, Pansel dapat dikatakan diskriminasi dan memiliki tendensi tertentu sehingga melemahkan reformasi birokrasi yang dibuktikan pada persyaratan tambahan bahwa 8 jabatan lainnya mengikuti syarat kualifikasi pendidikan sarjana atau diploma IV, tetapi jabatan Kadis Kesehatan sarjana strata – 2 bidang kesehatan,
Dan kelima, berdasarkan fakta dan bukti hukum dapat disimpulkan bahwa proses seleksi yang dilakukan Pansel adalah perbuatan melawan hukum dan oleh karenanya wajib hukumnya untuk dibatalkan.
Pada tanggal 13 Desember 2019, Pansel mengirim surat tanggapan atas klarifikasi dan sanggahan Herlemus dengan tujuh (7) argumen yang bisa dibaca dalam tubuh berita ini. Berdasarkan argumen itu, Pansel yang diketuai Sekda Sikka dr. Valentinus Sili Tupen, tetap pada keputusan mereka bahwa Herlemus tidak memenuhi syarat administrasi.
Mempertimbangkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi secara Terbuka dan Kompetitif di Lingkungan Instansi Pemerintah, Permenkes Nomor 971/MENKES/Per/XI/2009 tentang Standar Kompetensi Struktural Kesehatan, Permenkes Nomor 49 Tahun 2016 tentang Pedoman Teknis Pengorganisasian Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota serta peraturan perundang-undangan turunan lainnya, kami berpendapat, Pansel mesti bekerja sesuai dengan semangat reformasi birokrasi.
Salah satu aturan perundang-undangan yang mesti diterapkan secara konsekuen adalah “pengisian jabatan pimpinan pratama pada instansi pemerintah kabupaten/kota dilakukan secara terbuka dan kompetitif di kalangan PNS dengan memperhatikan syarat kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan latihan, rekam jejak jabatan, dan integritas serta persyaratan lainnya yang dibutuhkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Perdebatan tentang syarat kualifikasi pendidikan antara Herlemus dan Pansel mesti dilakukan dengan kepala dingin sembari mempelajari ulang peraturan turunan dari Permen di atas. Tentu saja syaratnya adalah baik Pansel maupun Herlemus patuh atau taat pada aturan hukum. Segala tetek bengek dan intrik politik yang mewarnai proses seleksi ini harus dihilangkan.
Jika proses seleksi lebih didominasi oleh kepentingan politik tertentu alih-alih prosedur UU, maka dapat dipastikan rakyat Kabupaten Sikka akan menjadi korban. Rakyat akan punya pemimpin di birokrasi Pemda sebagai hasil dari kongkalikong dan tukar tambah kepentingan di antara elite politik dan birokrat.