Cerita Sukses Niko Beoang: Siapa Bilang Beternak Babi Itu Mahal?

Larantuka, Ekorantt.com Bekerja sebagai pegawai kantor dan duduk manis di ruangan kerja memang menjadi rebutan bagi kebanyakan orang. Namun tidak bagi Frans Nikolaus Beoang.

Niko, begitu ia akrab disapa, ‘berkotor tangan’ dan tidak jijik untuk mengembangkan usaha ternak babi. Padahal terlahir dari ayah yang seorang pengusaha dan ibu sebagai seorang guru PNS, Niko bisa saja mendapatkan kerja kantoran dengan mudah, bermodalkan kenalan dan kekerabatan orang tua.

Mula-mula usaha ternak babi dirintisnya dari tahun 2000, dengan sepasang babi jantan dan betina. Berkat keuletan dan kerja keras, kini usaha ternak babinya berkembang pesat. Bahkan, peternakan milik Niko menjadi salah satu pemasok babi bagi masyarakat Flores Timur.

“Saya mulai dari tahap yang paling bawah. Pada awalnya, kandang saya buat di rumah tapi setelah berkembang beberapa tahun, saya pindahkan kandang di kebun. Lalu saya beli tambah lagi 10 ekor anak babi. Yang sekarang ada di dalam kandang ini sebanyak 33 ekor. Terdiri dari jantan tiga ekor, induk betina 20 ekor, dan 10 ekor penggemukan. Dari 20 ekor betina ini, sekarang dalam posisi bunting sebanyak 16 ekor,” cerita Niko saat Ekora NTT mengunjungi lokasi usaha peternakan babi miliknya di Desa Lewolaga, Minggu (28/06/2020).

Dijelaskannya, selama beternak babi ia tidak menggunakan pakan ternak dari toko. Dirinya memanfaatkan pakan lokal dari hasil pertanian dan perkebunan.

iklan

“Siapa bilang pakan mahal. Beternak babi itu tidak butuh biaya. Hanya butuh tenaga untuk bekerja dan fokus. Kita punya dedak dari jagung yang kita tanam sendiri, umbi-umbian dari kebun sendiri, pepaya, dan lainnya. Pada musim tertentu, kita punya banyak nelayan menangkap ikan dalam jumlah yang banyak. Ikan dijual dengan murah. Kita beli lalu jemur kemudian diparut untuk dicampur dengan pakan dari hasil pertanian. Babi semangat sekali makan,” tuturnya.

Banyak strategi yang diterapkan Niko agar usahanya berjalan efisien dan efektif. Ketika orang mengeluh soal pemasaran babi yang sulit, lulusan Kampus Budi Utomo Malang ini menampik. Salah satu strategi yang diterapkannya adalah dengan menjual lebih murah dari harga standar.

“Ada saja pembeli babi. Dari Adonara, Solor, Tanjung Bunga, Ilebura, dan Maumere. Ada juga banyak para calo yang beli. Saya jual dengan harga yang murah. Keuntungan saya yang 10 persen saya berikan kepada calo. Ini salah satu cara memudahkan saya dalam pemasaran. Saya tidak perlu lelah untuk antar. Mereka datang dengan sendirinya beli di kandang. Mereka sendiri yang ikat dan bawa ke dalam mobil. Saya bisa tetap bekerja di kantor melayani masyarakat. Saya tidak perlu memasarkan babi,” jelas Niko.

Belasan tahun berkecimpung pada usaha ternak babi, Niko mengakui, beternak babi memiliki peluang usaha yang sangat menjanjikan. Sebulan ia bisa mendapatkan keuntungan sekitar puluhan juta rupiah.

“Yah, kalau dihitung keuntungan tiap bulan memang sulit karena babi dalam proses dikawinkan hingga melahirkan bisa mencapai empat bulan. Tapi kalau mau dirata-ratakan bisa mencapai puluhan juta per bulan. Satu ekor anak babi dijual dengan harga 1 juta rupiah. Setiap betina minimal delapan ekor tiap kali lahir. Jika 10 ekor maka Rp80 juta. Dibagi 4 bulan, bisa mencapai 20 juta rupiah per bulan. Itu baru 10 ekor betina. Jika dihitung keseluruahan betina sebulan keuntungan bisa mencapai Rp30 juta hingga Rp40-an juta,” urai Niko.

Niko pun mengapresiasi program “Selamatkan Orang Muda” yang digagas Bupati Anton Gege Hadjon dan Wakil Bupati Agustinus P. Boli. Dari program ini, Niko mengutarakan mimpinya agar beternak babi bisa menjadi brand bagi Kabupaten Flores Timur.

“Banyak juga orang muda yang datang ambil bibit di peternakan saya. Saya punya mimpi semoga ke depannya babi menjadi brand Flores Timur. Dan Flores Timur menjadi penyuplai daging babi untuk NTT,” harap Niko.

TERKINI
BACA JUGA