Penyederhanaan RPP Memerdekakan Guru dan Siswa

Oleh: Yogen Sogen

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim mengambil langkah dengan mendorong lembaga pendidikan untuk tetap melaksanakan program belajar di masa pandemi Covid-19.  Hal yang diambil oleh Nadiem Makarim adalah mendesain kembali program belajar yang disebutnya sebagai ‘Merdeka Belajar’.  Program ini merupakan respon cepat Mendikbud untuk menyelamatkan kualitas pendidikan di Indonesia dan menekan risiko yang ditimbulkan oleh Pandemi Covid-19.

Menurutnya, ada empat program dalam kebijakan Merdeka Belajar, yakni, USBN diganti ujian (assessment), 2021 UN diganti, RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) dipersingkat, Zonasi PPDB lebih fleksibel.

Dari keempatnya, ‘RPP dipersingkat’ membantu para guru untuk merekayasa pendidikan yang sesuai kebutuhan dan meningkatkan kreativitas merdeka belajar. Berikut tinjauan kritisnya.

Guru merdeka dari administrasi menuju merdeka belajar

iklan

Sebelum pandemi Covid-19 melumpuhkan aktivitas pendidikan, menjadi guru selalu dikejar-kejar administrasi. Disuruh membuat Silabus, Prota, RPP dan lain-lain. Belum lagi harus mengisi ini dan itu. Ketika lagi asyik mengajar, lagi-lagi diganggu dengan perintah adm. Kelas harus ditinggal-tinggal.

RPP juga menuntut penggunaan metode belajar yang rumit dan kaku. Aktivitas belajar mengajar di kelas harus terpaku pada RPP. Yang tak masuk dalam pikiran saya, mengajar anak SD dengan metode diskusi. Karena pengalaman saya, yang terjadi malah ramai. Selain itu banyak guru suka yang simpel dan fleksibel. Tidak harus bergelut pada contoh RPP. Dalam kasus ini, program merdeka belajar akan membuat guru lebih fleksibel dalam mengajar.

Sementara itu, mengutip beritasatu.com Kamis (25/6/2020), Direktur Eksekutif Center of Education Regulations and Development Analysis (Cerdas), Indra Charismiadji mengatakan, pada masa pandemi, mutu pendidikan Indonesia menurun. Hal ini terjadi karena ekosistem pendidikan Indonesia belum mencapai kondisi ideal seperti yang didesain oleh Ki Hajar Dewantara. Ekosistem pendidikan ideal itu harus terdiri dari tiga pusat pendidikan, yakni sekolah, masyarakat, dan rumah.

Dari tiga pusat pendidikan tersebut, yang menjadi momok bagi siswa adalah orangtua dan siswa gagap menjadikan rumah sebagai sekolah. Padahal di masa pandemi Covid-19, rumah adalah muara ilmu pengetahuan bagi anak. Sementara yang terjadi adalah orangtua menyerahkan seluruh kuasa pendidikan bagi anak kepada sekolah. Sehingga kultur dan aktivitas pendidikan anak di rumah, benar-benar diuji  dalam masa pendidikan jarak jauh atau online, dengan berbagai sajian konten-konten pelajaran yang disediakan oleh guru.

Selain itu, model pendidikan kita yang  masih konvensional berpindah ke ruang virtual terjadi begitu cepat dan mengejutkan. Ketidaksiapan kita menjadi bukti bahwa kita tidak memiliki desain proses belajar mengajar ketika terjadi krisis global. Memindahkan semua instruksi dan tutorial secara verbal ke dalam instruksi digital (online) sepertinya belum pernah terjadi apalagi dilakukan secara massal. Hal ini diperparah dengan kebiasaan orangtua dan murid yang belum melek teknologi.

Desain RPP Memerdekakan belajar siswa di rumah

Sebelum Kemendikbud mengeluarkan kebijakan ‘Merdeka Belajar’, RPP sendiri pada formatnya terdiri dari 13 komponen, sehingga tidak mengagetkan bila RPP cenderung tebal dan formatnya kaku. Namun komponen yang panjang tersebut disederhanakan menjadi tiga saja yang memuat tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan penilaian.

Hal ini dikeluarkan oleh Mendikbud Nadiem Makarim pada 11 Desember 2019. Nadiem menegaskan, dari evaluasi yang dilakukan, selama ini dalam pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran di sekolah dianggap menyita waktu guru karena selama ini harus detail. Dalam memberikan penjelasan, guru tidak boleh keluar dari RPP yang sudah dipersiapkan sebelum mengajar. Sehingga perlu penyederhanaan program dengan melakukan efisiensi.

Dalam pembuatan RPP, prinsip efisien, efektif, dan berorientasi pada murid dikedepankan. Efisien berarti penulisan RPP dilakukan dengan tepat dan tidak menghabiskan banyak waktu dan tenaga. Efektif berarti penulisan RPP dilakukan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Berorientasi pada murid berarti penulisan RPP dilakukan dengan mempertimbangkan kesiapan, ketertarikan, dan kebutuhan belajar murid di kelas.

Lalu adakah standar baku untuk format penulisan RPP? Tidak ada; guru bebas membuat, memilih, mengembangkan, dan menggunakan RPP sesuai dengan prinsip efisien, efektif, dan berorientasi pada murid.  Kemudian di masa pandemi, guru, murid dan orangtua akan lebih produktif untuk berkolaborasi menerjemahkan konten pelajaran melalui teknologi daring. Hal ini menjadikan guru lebih inovatif untuk memproduksi konten pelajaran yang menarik bagi siswa karena guru tidak lagi dibebankan pada RPP tapi lebih kepada inovasi dan meningkatkan kreativitas murid.

Semoga merdeka belajar menjadikan guru, para murid, dan orangtua dapat membangkitkan gairah pendidikan yang inovatif dan kreatif menuju masa emas Indonesia.

*Founder Jaringan Milenial Nusantara, PP PMKRI 2018-2020

spot_img
spot_img
TERKINI
BACA JUGA