Kisah Penyuluh Perikanan Sikka Lusni Niron, Berdayakan KUBE untuk Keuntungan yang Lebih Besar

Maumere, Ekorantt.com – Peran para penyuluh perikanan di Kabupaten Sikka menjadi faktor penting bagi beredarnya ikan yang layak dikonsumsi. Setiap bulan para penyuluh biasanya akan ‘turba’ ke setiap kelompok binaan untuk memberikan arahan dan diskusi, sharing bersama tentang berbagai hal terutama yang bersentuhan langsung dengan  perikanan.

Ekora NTT berkesempatan mewawancarai  Lusia Oktaviany Niron (42), seorang penyuluh perikanan dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Sikka pada Sabtu, 13 Maret 2021 lalu. Lusni mengakui salah satu peran penting dari tugas yang diembannya adalah larangan penggunaan formalin dan sejenisnya dalam kegiatan penjualan ikan. Ia juga mewadahi kegiatan bersama para kelompok penjual ikan agar lebih kreatif mengembangkan usaha sebagai penjual ikan. Lusni menjelaskan pada setiap kelompok binaannya di Waipare, Desa Watumilok, Kecamatan Kangae ada tiga Kelompok Usaha Bersama (KUBE) yang setia didampinginya. Tiga KUBE itu antara lain, Baby Tuna, Cakalang dan Ikan Terbang.

“Sampai saat ini kalau ketemu  para penjual ikan atau papalele saya ajak dan motivasi mereka agar kembangkan usaha dalam bentuk KUBE, di mana dalam wadah tersebut bisa melatih diri berkreatif menambah penghasilan dengan mengolah berbagai panganan berbahan baku ikan,” kata Lusni.

Atas ajakan ini dirinya mengaku respon dari  ibu-ibu yang suaminya nelayan cukup bagus. Hanya perlu diadakan pendekatan dan diskusi bersama demi membuka wawasan  ibu-ibu tersebut. Dirinya pun mengaku ajakannya untuk tidak menggunakan bahan pengawet atau formalin sungguh sangat didengarkan.

“Saya senang karena selama ini para nelayan maupun papalele dalam mengawetkan ikan tidak menggunakan bahan formalin tetapi menggunakan es batu,” ujarnya.

iklan

Lusni juga mengungkapkan yang paling sering dikeluhkan para nelayan adalah modal usaha dalam hal ini pengadaan armada dan alat tangkap. Untuk 3 kelompok nelayan tangkap yang didampinginya  Lusni menjelaskan bahwa Pemerintah Kabupaten Sikka melalui Dinas Perikanan sudah pernah memberikan bantuan berupa armada dan alat tangkap.

Yuta salah seorang anggota KUBE mengaku senang dengan pendampingan dari Lusni. Menurutnya praktek olahan ikan yang dikerjakannya dalam kelompok justru mendapatkan keuntungan jauh lebih besar.

“Pak bayangkan saja misalkan kami punya bahan baku 2 ekor ikan Bengkumis seharga Rp 50 ribu. Dari dua ekor ikan ini diambil daging isinya sebanyak 1 kilogram. Dari daging ikan ini diolah dan menghasilkan 60 tusuk sate ikan dijual 4 tusuk sate Rp 5 ribu, 20 mangkok bakso ikan dijual per mangkok Rp 10 ribu. Jadi kalau dihitung biaya produksi keseluruhan sebesar Rp 175 ribu, penjualan Rp 325 ribu. Jadi keuntungan sebesar Rp 250 ribu,” ujar Yuta.

Yuven Fernandez

spot_img
spot_img
TERKINI
BACA JUGA