Minim Minat Generasi Milenial Tekuni Pertanian, Tantangan Penyuluh Pertanian di Desa Nita

Maumere, Ekorantt.com – Pertanian masih menjadi primadona bagi masyarakat NTT. Meski demikian geliat pertanian diperhadapkan oleh sejumlah persoalan. Hal itu menjadi tantangan Maria Herlina Dhengi ( 36) Penyuluh Pertanian di Desa Nita, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka.

Ia mengaku, sudah 12 tahun menjadi penyuluh pertanian dan mendampingi 15 kelompok tani (Poktan) di Desa Nita. Meski demikian, peran dan inovasi kaum muda untuk mengembangkan pertanian sebagai basis gerakan ekonomi di desa itu masih sangat minim.

“Tantangan yang saya hadapi saat ini adalah kurangnya keterlibatan kaum muda di dunia pertanian,” kata Maria Herlina Dhengi kepada Ekora NTT pekan lalu.

Sejak tahun 2009 beber Maria Herlima Dhengi, mendampingi 15 kelompok tani (Poktan) di Desa Nita, 4 kelompok wanita tani, dan 11 kelompok lainnya gabungan laki-laki dan perempuan yang didominasi oleh orang tua.

“Untuk desa binaan saya belum ada kelompok tani Milenial atau petani milenial,” tegas jebolan Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta ini.

iklan

Namun ia optimis dan terus berusaha mengajak generasi muda ke kebun petani untuk melihat apa dan bagaimana hasil yang dibuat petani.

“Saya ajak beberapa pemuda ke kebun. Saya meyakinkan mereka profesi petani bukanlah pekerjaan berat yang berpanas- panasan tetapi menguntungkan. Tetapi hal ini tidak semudah membalikan telapak tangan,” bebernya.

Tantangan lain beber Herlina, peningkatan produksi tidak hanya dari segi kuantitas tetapi kualitas yang mampu bersaing dengan produk dari wilayah lain, selanjutnya masalah stabilitas harga.

“Ketika panenan banyak berdampak pada harga jual rendah. Maka usaha untuk bagaimana caranya agar harga jual tetap baik dengan cara pengolahan hasil panen tersebut agar nilai ekonomi tinggi.” Urai Herlina

Dicontohkan, saat panen tomat banyak, maka penyuluh harus berpikir ke depan bersama Poktan mengolah tomat menjadi saos tomat agar bernilai ekonomis tinggi.

Menyinggung Sekolah Lapang, Herlina menjelaskan, sekolah tersebut adalah proses pembelajaran non formal bagi petani. Seluruh kegiatan berlangsung di kebun atau lahan petani.

“Lahan petani sebagai ruang kelas dan perpustakaan, ” tutupnya.

Yuven Fernandez

TERKINI
BACA JUGA