Bertukar Gagasan di Cafe Coklat, Cafenya Para Aktivis

Kupang, Ekorantt.com – Bangunannya sederhana, seperti oring (pondok di kebun dalam bahasa Lamaholot-Larantuka). Beratap daun pelepah, dilapisi alang-alang. Tiang dan dindingnya berbahan dasar bambu dicat warna cokelat.

Halamannya tak begitu luas. Kira-kira 20 x 20 meter luas lahan, berjejer beberapa pondok. Setiap pondok ditumbuhi aneka macam bunga. Bunga yang tumbuh mengelilingi tiap-tiap pondok seakan menjadi dinding yang memberi kesan kenyamanan.

Walau berlokasi di wilayah perkotaan tepatnya di ujung Jalan Garuda menuju Bandara Eltari Kupang, cafe ini tidak berisik. Cafe Cokelat, namanya. Cafe ini terkenal sebagai tempat berkumpulnya para aktivis di NTT. Mulai dari sekadar kongko, diskusi serius hingga menyusun gerakan-gerakan kritis.

“Kafe ini awal dibangun pada tahun 2015. Dasarnya memang kita bangun sebagai tempat berkumpulnya para aktivis. Mulai dari aktivis mahasiswa, wartawan, pegiat seni dan budaya, dan LSM,” kisah Yosep Igo Peka, Pengelola Kafe Coklat, saat dikonfirmasi Ekora NTT pada Rabu, pekan lalu.

Ama Yogi, demikian ia disapa mendatangi meja saya. Dengan ramah, Yogi menawarkan saya untuk mencoba beberapa minuman khas cafe yang ia kelola sambil menyodorkan daftar menu.

iklan

Ada yang unik dari daftar menu yang disajikan. Semua jenis minuman hampir dibumbui dengan leksem cokelat. Mulai dari kopi lokal, kopi jahe, dan minuman lainnya.

Bukan tanpa makna, Cafe Coklat terinspirasi pada salah satu komoditi pertanian di NTT yakni tanaman kakao. Dari daftar menu itu, diskusi kami menjadi lebih dalam tentang berbagai fenomena masalah politik pembangunan ekonomi di NTT.

Aktivis Berbisnis

“Aktivis mahasiswa jangan hanya bermimpi dirimu kelak jadi wartawan. Aktivis mahasiswa jangan hanya bermimpi dirimu kelak jadi politisi. Tapi, aktivis mahasiswa juga harus bisa berbisnis,” kata Yogi, yang juga adalah mahasiswa Universitas Muhamadiyah Kupang.

Menurutnya, hanya segelintir aktivis mahasiswa yang meniti karier di dunia bisnis sebagai gerakan perjuangan. Kebanyakan aktivis memilih karier sebagai wartawan, politik, dan pegiat LSM. Padahal, kata Yogi, usaha bisnis adalah hal penting untuk menunjang karier.

“Kita seolah-olah melihat uang adalah sesuatu yang haram. Padahal, berbisnis adalah hal yang wajar bagi aktivis. Contohnya saja, banyak aktivis yang terjun ke dunia politik tapi akhirnya kalah karena tak memiliki biaya politik sendiri. Jadi bisnis itu juga penting bagi aktivis. Mengapa organisasi mahasiswa di NTT tidak melihat bisnis sebagai usaha yang kelak menghidupi dirinya sendiri,” ungkap Mantan aktivis PMKRI Cabang Kupang ini.

Yogi menjelaskan Cafe Cokelat menjadi ruang bertukar gagasan dalam menyusun gerakan advokasi. Advokasi dan gerakannya adalah bagaimana meningkatkan ekonomi dan usaha masyarakat melalui penjualan produk lokal di NTT.

“Ada banyak kegiatan yang dilakukan di cafe ini terutama dari kalangan mahasiswa. Cafe ini sering dijadikan sebagai tempat pertemuan organisasi mahasiswa lokal di NTT. Baik organisasi lokal Flores Timur, hingga Manggarai. Nonton bareng film bernuansa perjuangan, bedah buku, dan lain-lain,” ungkapnya.

Para pengujung Cafe Coklat

Aneka Produk Lokal

Cafe Cokelat menyediakan berbagai aneka makanan dan minuman lokal antara lain: ayam lawar, ayam goreng, dan ayam bakar. Kemudian ada snack ringan, roti bakar keju cokelat, roti bakar cokelat kacang tanah, singkong goreng cokelat, pisang bakar cokelat dan pisang bakar cokelat keju. Ditambah aneka macam minuman yang memberi kesegaran.

“Semua racikan makanan di sini diolah dengan cara tradisional. Misalnya ayam lawar, proses pembuatannya dengan cara di bakar dan dipotong sekecil-kecilnya, lalu dicampur dengan buah kelapa. Racikan tradisional Adonara. Menu minuman kopi misalnya mulai dari diolah, ditumbuk hingga siap saji mengikuti teknik khas pengolahan tradisional,” ungkap Yogi.

Salah satu pengunjung, Hendrik Lamahadung  mengatakan dirinya senang berada di Cafe Cokelat. Baginya, berada di Cafe Cokelat serasa berada di kampung halamannya sendiri.

“Tambah lagi menikmati ayam lawar yang dicampur kelapa, sungguh mengingatkan saya masa-masa bersama kakak-adik di kampung,” ungkap Hendrik.

Tak hanya racikan makanan dan minuman lokal yang membuat Hendrik jatuh cinta pada Cafe Cokelat, tetapi karena harga makanan dan minuman yang tersedia di tempat itu terjangkau.

“Saya kira, dari beberapa cafe yang saya kunjungi di Kota Kupang, harga menu makanan dan minuman yang paling murah di Cafe Cokelat,” ungkap Hendrik.

Cafe Cokelat sendiri sekarang memperkerjakan lima orang karyawan. Keseluruhan stafnya berasal dari kalangan mahasiswa.

“Yah, untung dari cafe tidak banyak. Tapi dihitung-hitung bisa membayar gaji lima karyawan,” ungkap Yogi.

Yogi menyelipkan harapan terbesarnya pada pemerintah agar memberikan kemudahan bagi investor yang berinvestasi di NTT.

“Mana ada cokelat atau hasil produksi kita di NTT, disiap saji di NTT. Coklat kita kirim biji ke Jawa, diolah di Jawa, kualitas terbaik diekspor, sisanya lalu dikirim untuk kita lagi,” ungkap Yogi.

“Kalau ada gerakan besar semacam ini, dipetik di sini, diolah di sini dan dijual di sini, maka petani kita pasti hidup sejahtera karena harganya pasti naik,” tutup Yogi.

spot_img
spot_img
TERKINI
BACA JUGA