Borong, Ekorantt.com – Keterbatasan fisik tidak menjadi alasan untuk malu ataupun minder saat bertemu orang lain. Perihal ini tepat disematkan pada pribadi Engelina Riwu, bocah 10 tahun asal Lamba, Desa Golo Nderu, Kecamatan Lamba Leda Selatan, Kabupaten Manggarai Timur.
Raut wajahnya ramah dan senyumnya selalu terpancar setiap kali menyambut tamu yang berkunjung ke rumah.
Tidak seberuntung anak seusianya, Engel harus menghabiskan waktu setiap hari di rumah karena mengalami lumpuh sejak lahir.
Awalnya orang tua Engel tidak menyadari keadaan putrinya saat itu. Ibunya memang ikut menjadi tulang punggung keluarga sejak sang ayah merantau ke Kalimantan saat Engel berusia tiga bulan.
Siska sang ibu sempat mencurigai keadaan buah hatinya saat memasuki usia 6 bulan. Ketika itu Siska bingung melihat putrinya yang tidak dapat duduk dengan sempurna.
Siska mengatakan Engel kalau duduk selalu merentangkan kaki. Kemudian antara dada dengan lututnya pun selalu bersentuhan.
“Tapi waktu itu saya belum benar-benar sadar kalau ada yang aneh dengan saya punya anak,” cerita Siska.
Sejak itu dirinya mulai khawatir karena Engel tak kunjung berdiri dan jalan seperti anak-anak pada umumnya pada usia satu tahun. Tetapi sebagai orangtua, mereka tetap optimis jika putrinya akan baik-baik saja.
Kata Siska, Engel sempat dirujuk ke RSUD Ruteng saat berumur 2 tahun, tetapi dokter justru tidak menemukan ciri-ciri kelumpuhan pada kaki Engel dan menyarankan orangtua Engel untuk melakukan pengobatan di kampung.
Sekilas kaki Engel memang terlihat baik-baik saja dan tampak normal, namun ketika berdiri ia membutuhkan tumpuan atau harus bersandar pada dinding sekitarnya.
Tumit kaki kanannya sangat kaku sehingga tidak dapat menyentuh tanah.
“Ini kaki yang dia rasa paling sakit,” kata Ardi, sang ayahnya sambil menunjukkan kaki kanan Enjel.
Untuk mandi dan aktivitas lain di dalam rumah, Engel harus digotong oleh orang tuanya atau memanfaatkan kedua tangannya merangkak, sebagai pengganti kaki.
Memilukan, mendengar putri sulung dari dua bersaudara itu belum mengenyam pendidikan di usianya yang ke 10 tahun. Pada hal Engel sendiri memiliki impian agar dapat belajar bersama teman-temannya di sekolah, tetapi kondisi Engel yang kesulitan berjalan membuat orangtuanya cukup ragu untuk mendaftarkan putrinya itu ke sekolah dasar, apalagi jarak antara rumah dan sekolah cukup jauh.
Sehingga selain keterbatasan fisik, Engel juga memiliki keterbatasan dalam bidang pendidikan.
Kini kedua orang tuanya mengharapkan uluran tangan berbagai pihak memberikan tongkat kruk (tongkat bahu) untuk anaknya.
“Enu, biar nggoy, tamal sehat wekin. (Enu, tidak apa-apa dia seperti ini, yang terpenting tetap sehat),” ujar ibunya lagi sembari mengelus-elus rambut putrinya.
Kontributor: Yafhlin Leot