Cerita Tiga Pemuda NTT Menggarap Toko Daring di Tengah Pandemi

Maumere, Ekorantt.com – Salah satu upaya dari masa serba sulit pandemi Covid-19 adalah daya juang untuk menjadi kreatif. Di dunia usaha misalnya para pelaku UMKM dituntut agresif menjalankan usahanya yang mati suri karena pandemi. Hanya dengan menjadi kreatif para pelaku UMKM mampu keluar dari kemelut lesunya daya beli masyarakat.

Di Provinsi Nusa Tenggara Timur, ada tiga sosok anak muda yang mampu menjalankan toko daring mereka dengan sungguh. Tak disangka ikhtiar mereka menjalankan penjualan produk melalui platform digital mengalirkan pundi-pundi pendapatan. Fulus pun terus mengalir dan masuk ke rekening.

Adalah Gestianus Sino tak pernah menyangka pilihan menjadi petani adalah pilihan tepat pada tahun 2013 lalu. Bermula dengan mencungkil batu karang di areal pertaniannya yang tak sampai satu hektare itu, dirinya bertekad memilih bertani di kota akan membawa manfaat langsung lebih besar.

“Ayah saya di Maumere-Flores bilang saya gila, buat lelah saja capek-capek bongkar batu karang untuk jadikan areal pertanian. Ayah maunya saya pulang saja ke kampung, lahan di kampung halaman masih terlalu luas. Saya tidak mau, pilihan bertani di Kupang pasti lebih menjanjikan,” ujar Gestianus mengisahkan semangat awal ketika memulai profesi sebagai petani.

Perjuangan kurang lebih setahun mencungkil batu karang berbuah sukacita. Pria kelahiran 22 April 1983 ini lalu mengerjakan kegiatan pertanian organik terpadu dengan menggabungkan ikan lele, ayam kampung, ternak kambing, aquaponic, semuanya dalam satu lahan.

iklan

Tak melulu kerja sendirian, Gesti lalu tampil mengajarkan warga dan para mahasiswa yang magang mulai dari bercocok tanam sampai model pemasaran melalui platform digital dengan label GS Organik.

Nama GS sebenarnya merujuk pada namanya sendiri yakni Gestianus Sino. GS Organik tak hanya fokus pada kegiatan bertani, Gesti sendiri ikut menjadi mentor pada berbagai kegiatan pelatihan.

Ia menyediakan jasa pelatihan yang berkaitan dengan dunia pertanian dan konsultasi tentang pertanian organik. Saat ini warga Kota Kupang dan Kabupaten Kupang yang membutuhkan aneka produk pertanian dan juga kebutuhan daging organik dari GS Organik dapat langsung berbelanja ke platform website https://gsorganik.id.

“(Konsumen) tinggal buka gsorganik.id, langsung ke opsi belanja. Bayarnya bisa COD, bisa transfer, bisa pakai uang elektronik. Barangnya kita antar langsung (ke pemesan),” ujar Gesti dalam Program Kick Andy episode Jembatan Langit yang tayang di Metro TV, Minggu, 29 Agustus 2021 lalu.

Tak ada yang menyangka bahwa dari model pertanian organik terpadu yang dikerjakannya, Gesti kini telah menghasilkan omzet kurang lebih Rp232 juta per tahun.

Meybi Agnesya

Jika Gesti dengan brand GS Organik, ada lagi sosok perempuan yang mengangkat martabat kelor NTT dengan label Timor Moringa. Ia adalah Meybi Agnesya.

Ada ungkapan bahwa kalau sudah tidak punya uang silakan makan kelor. Ini semacam guyon karena saking banyak dan suburnya kelor yang tumbuh di NTT. Kelor yang sebelum-sebelumnya diremehkan, kini jadi brand terkenal dibawa olahan Meybi.

Memulai usaha pada Januari 2018, Meybi menggandeng satu mitra petani kelor. Seiring dengan meningkatnya permintaan olahan produk kelor mulai dari Teh Celup Kelor, Teh Celup Kelor dengan Jahe Merah. Daun Kelor Kering, Coklat Kelor, Kopi Kelor Instan dan Serbuk Daun Kelor, jumlah petani mitra ikut bertambah menjadi 19 orang.

Pemasaran produk kelor selain melalui platform webiste timormoringa.com juga melalui beberapa marketplace seperti Tokopedia, Shoppe, Bukalapak, Blibli juga melalui media sosial seperti Facebook dan Instagram. Omset dari penjualan produk Timor Moringa pun menyentuh angka Rp25-30 juta per bulannya.

“Saya akan terus bertekad belajar tentang kelor dari NTT dan terus memperkenalkannya kepada banyak orang. Alam NTT cocok untuk pembudidayaan dan pengembangan aneka produk kelor dan saya akan terus setia mengembangkan usaha ini,” ujar Meybi.

pasarflores.id

Selain Gesti dan Meybi, ada lagi  satu sosok milenial kebanggaan NTT yang ikut membawa produk pada pasar digital. Dia adalah Ferdinandus Nando Watu.

Akrab dengan sapaan Nando Watu, pria murah senyum ini menyelesaikan pendidikannya di Amerika Serikat pada tahun 2015. Nando memilih kembali ke desanya di Detusoko, Kabupaten Ende.

Ia tergerak untuk membangun dan memperkenalkan desanya sebagai desa yang mengembangkan konsep ekowisata langsung sukses. Nando lalu diusung jadi calon kepala desa dan kemudian terpilih menjadi kepala desa.

Sadar akan potensi pengembangan pertanian padi dan juga pengembangan hortikultura, Nando lalu bersama perangkat desa dan dengan dukungan warganya menginisiasi berdirinya BUMDes Au Wula.  BUMDES ini pun sukses membantu memasarkan produk pertanian warganya melalui platform  pasar digital yang diberi nama pasarflores.id

“Ini adalah inovasi digital dari desa kerja sama dengan Bakti Kominfo dan Kementerian Desa,” ujar Nando.

Selama masa pandemi Covid-19, pasar digital ini dikolaborasikan dengan gereja lokal Keuskupan Agung Ende demi memasarkan produk-produk pertanian warga secara online dengan harga yang terjangkau yakni Rp75.000/ per paket. Dengan menyasar kota Ende dan Kota Maumere, pasar digital ini justru semakin mengangkat profil Desa Detusoko Barat yang dipimpin oleh Nando Watu.

“Platform pasar digital kami makin melejit apa lagi baru-baru ini kami juara lomba festival desa binaan Bank NTT dan masuk sebagai 50 desa wisata terbaik anugerah desa wisata (ADWI),” ujar Nando mengisahkan capaian dari kerja-kerja cerdasnya memperkenalkan Desa Detusoko Barat.

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
TERKINI
BACA JUGA