Maumere Belum Merdeka dari Polusi Visual

Maumere, Ekorantt.com – Saat menyusuri Maumere, ibu kota Kabupaten Sikka mata kita tidak akan pernah lepas dari terpaan aneka spanduk, bilboard papan nama toko, perusahaan, baliho, berbagai papan reklame yang mengepung kawasan pertokoan dan sejumlah titik kota yang menyebabkan terjadinya polusi visual alias sampah mata.

Dosen Kelompok Keahlian Arsitektur Kota dan Pemukiman Universitas Nusa Nipa Indonesia – Maumere Ambrosius A.K.S Gobang ( 38) kepada Ekora NTT mengatakan potensi visual merujuk pada segala sesuatu yang mengganggu pemandangan dan keindahan sebuah kawasan.

Polusi visual menurut lulusan magister ini adalah segala sesuatu yang dinilai tidak menarik secara visual dalam sebuah lanskap kota.

Sony Gobang demikian ia biasa disapa mengatakan tidak hanya kabel yang bergelantungan yang menyebabkan polusi visual tetapi juga spanduk, papan reklame, bilboard, poster-poster bahkan sampai bangunan yang tidak teratur, tumpukan sampah, grafiti liar, semuanya ini bukti polusi visual.

Dari kacamata dosen tata ruang ini lebih cenderung mengarah kepada pengelola kota dalam hal ini pemerintah di kota atau level atas untuk memperbaiki perencanaan tata ruang kota.

“Ini solusi yang cukup strategis karena tata ruang kota adalah amanat undang-undang yang dimiliki oleh sebuah wilayah baik secara makro dan mikro,” tegasnya.

Perencanaan tatar ruang kota tambahnya adalah sebuah produk tata ruang yang didalamnya berisi banyak aspek yang sifatnya fisik maupun non fisik. Visualisasi perkotaan ujarnya, sudah diatur dalam tata ruang tersebut.

Ambrosius A.K.S Gobang, Dosen Kelompok Keahlian Arsitektur Kota dan Pemukiman Universitas Nusa Nipa Indonesia- Maumere

Oleh karenanya kata Sony, pemerintah kota harus serius memperhatikan produk hukum yang mengatur tentang visualisasi perkotaan dan harus disosialisasikan kepada masyarakat.

Di sisi lain dosen muda dan energik ini menilai kabel-kabel yang bergelantungan sebagai ego sektoral dari dua instansi yakni PLN dan Telkom.

“Masing-masing instansi sudah memiliki sebuah rencana induk atau master plan sebagaimana mengalirkan energi listrik ke rumah penduduk begitu juga jaringan telpon oleh Telkom.

“Pemerintah kota akan kesulitan apabila tidak ada rencana tata ruang kota. Sebaliknya jika ada perlu koordinasi dengan dua instansi tersebut. Sehingga duduk bersama untuk mendapatkan solusi terbaik,” jelas Magister Arsitektur Lingkungan Binaan, Universitas Brawijaya Malang ini.

Founder dan Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Arsitektur dan Tata Ruang Kota ini lebih jauh mengatakan Pemerintah kota sebagai pemegang kendali akan menata sedemikian rupa sehingga kabel-kabel ditanam dalam tanah sehingga jaringan tidak akan menimbulkan polusi visual.

Ferdi, warga kota Maumere ketika dimintai pendapatnya perihal polusi visual di perkotaan mengatakan kabel- kabel yang bergantung di jalanan itu berasal dari tiga sumber yakni kabel listrik dari PLN, Telkom dan TV Kabel.

Menurutnya solusi yang ditawarkan kepada PLN adalah pemasangan jaringan bawah tanah tapi itu tentu sangat mahal.

Petani milenial ini menyarankan agar PLN kiranya dapat memasang tiang- tiang listrik tegak lurus. Karena kenyataan sekarang tiang- tiang listrik itu miring. Secara estetika kota itu buruk.

Sementara untuk pihak Telkom kata Ferdi lagi, yang membuat sampah mata adalah kabel telpon peninggalan zaman dulu ketika dipasang telpon pada kantor dan rumah penduduk.

“Kabel-kabel ini digabung dengan kabel internet sehingga estetika kota ini jadi buruk. Kiranya PLN segera turunkan kabel- kabel tersebut,” pintanya.

Yuven Fernandez/ Atho Parera

spot_img
TERKINI
BACA JUGA