Jakarta, Ekorantt.com – Mafia tanah menjadi sorotan dalam dua minggu terakhir. Korban dari kejahatan ini tidak hanya masyarakat biasa saja, tetapi juga menyasar tokoh publik, seperti mantan duta besar Dino Pati Djalal dan aktris Nirina Zubir. Staf Khusus Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Hukum dan Litigasi, Iing Sodikin menjelaskan bahwa praktik mafia tanah sudah ada sejak dulu.
“Modusnya perlu diketahui, yang pertama, alas haknya ditiru. Mafia tanah menggunakan alas hak yang sebelumnya tidak benar menjadi benar, serta menggunakan bukti ini di pengadilan,” ujar Iing Sodikin dalam acara deParpol di TVRI, Sabtu (27/11/2021).
Sodikin juga membeberkan banyak alas hak yang dipalsukan oleh mafia tanah. Kemudian, alas hak yang dipalsukan ini dijadikan gugatan di pengadilan, lalu mafia tanah ini menang.
Ia kemudian menjelaskan bahwa memang pada saat sidang perdata tidak menguji materiil, artinya berlaku asas ‘siapa yang menggugat, dia harus mendalilkan’.
“Jadi seharusnya, seorang hakim harus menguji alat bukti itu, apakah bukti itu benar atau tidak,” ungkapnya.
Berdasarkan penjelasannya tersebut, Sodikin menyimpulkan bahwa mafia tanah ini mencari legalitas di pengadilan.
“Kemudian modus lainnya ialah memalsukan surat kuasa. Surat kuasa ini direkayasa, seolah-olah dia menandatangani ini di depan notaris, padahal mereka hanya figur. Selain itu, mafia tanah juga dapat mengganti foto KTP, seperti yang kita lihat di kasus Pak Dino Pati Djalal. Untuk itu, masyarakat harus hati-hati karena tanah itu punya aspek ekonomi dan bernilai tinggi, apalagi hingga saat ini, masyarakat masih menggunakan surat kuasa untuk mengurus pertanahan,” kata Iing Sodikin.
Berdasarkan keterlibatan pihak ketiga tersebut, Staf Khusus Menteri ATR/Kepala BPN ini menyarankan agar masyarakat harus mengecek kredibilitas seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Sodikin menyarankan agar masyarakat melihat, apakah PPAT itu memiliki kantor. Jadi, ketika ada keluhan/aduan dapat mendatangi kantor PPAT yang mereka percayakan untuk mengurus pertanahan.
Lebih lanjut, Dia menjelaskan bahwa untuk peralihan hak atas tanah/jual beli tanah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997. Kegiatan peralihan hak dan jual beli tanah dapat diurus melalui PPAT, tetapi harus melalui PPAT yang resmi serta memiliki kantor. Lalu, jika ingin melakukan jual beli tanah, pemilik dan penjualnya harus jelas.
Pada acara tersebut juga, Sodikin menyarankan agar masyarakat tetap mengelola dan memanfaatkan tanah yang dimiliki. Ia menjelaskan menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, jika tanah tidak dimanfaatkan dalam dua tahun akan dinyatakan telantar. Kemudian berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Pasal 20 menyatakan bahwa apabila tanah tidak dimanfaatkan akan dicabut haknya.
“Selain memanfaatkan dan mengelola tanahnya, masyarakat juga harus menjaga tanahnya. Kita juga telah memiliki konsep 3R, yaitu Rights, Restrict and Responsibility. Ini merupakan hal-hal yang harus dilakukan oleh para pemilik tanah,” pungkas Sodikin.