Status Siaga Gunung Iya di Ende Tak Terkait Erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki

Setiap gunung api memiliki sistem kegunungapian yang berbeda-beda. Masing-masing gunung api memiliki magma dan dapur magma yang berbeda-beda pula

Maumere, Ekorantt.com – Kenaikan status waspada (level 2) menjadi siaga (level 3) Gunung Iya di Kabupaten Ende, Pulau Flores saat ini tidak terkait dengan erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki di Kabupaten Flores Timur yang terjadi Minggu dini hari, 4 November 2024 lalu.

Sebelumnya Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menaikan status Gunung Iya dari status waspada (level 2) menjadi siaga (level 3) pada Selasa, 5 November 2024.

Seiring kenaikan status tersebut beredar kabar bahwa kenaikan status Gunung Iya berkaitan dengan erupsi yang terjadi pada Gunung Lewotobi Laki-laki.

Kepala Badan Geologi PVMBG Muhammad Wafid menjelaskan setiap gunung api memiliki sistem kegunungapian yang berbeda-beda. Masing-masing gunung api memiliki magma dan dapur magma yang berbeda-beda pula.

Menurutnya, fenomena yang terjadi di Gunung Iya dan Gunung Lewotobi Laki-laki tidak dapat dikorelasikan satu sama lain.

Diakuinya, aktivitas gunung api di ring of fire di seluruh Indonesia tidak lepas dari adanya tunjaman atau collision. Namun aktivitas vulkanik Gunung Iya dan Gunung Lewotobi Laki-laki tidak dapat dikorelasikan secara langsung.

Sementara Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Penda NTT, Herry Zadrak Kotta, dihubungi Ekora NTT, Senin, 18 November 2024 berkata, “Tidak ada hubungannya (erupsi Lewotobi Laki-Laki dengan status siaga atau level 3 Gunung Iya).”

Herry menjelaskan, terbentuknya gunung api karena lempeng bumi yang berbeda berat jenis bergerak dan saling menabrak satu sama lain.

Umumnya lempeng samudera berat jenisnya lebih berat dari lempeng benua, sehingga lempeng samudera menyusup masuk di bawah lempeng benua. Ujung lempeng yang menabrak itu menonjol ke permukaan bumi membentuk gunung.

Namun ada pula gunung berapi dengan proses pembentukan yang berbeda dari gunung biasa.

Tabrakan itu membuat sebagian kerak bumi tertarik ke dalam. Suhu dan tekanan yang tinggi di perut bumi (dikenal dengan istilah geotermal: semakin dalam suhu akan bertambah) membuat kerak itu meleleh (partial melting) artinya mengalami pelelehan setempat apabila titik leleh dari batuan terlampaui.

Apabila akumulasi magma semakin banyak maka magma yang panas dan bersifat mobile mencari jalan untuk keluar (mencari tekanan yang lebih rendah).

Dalam perjalanannya, ada magma yang sampai ke permukaan dan ada magma yang tidak sampai ke permukaan. Magma yang keluar di permukaan dikenal istilah erupsi efusif yakni jenis erupsi yang didominasi semburan dan lelehan lava.

Sedangkan erupsi eksplosif merupakan erupsi yang menimbulkan ledakan kuat dan muntahan material vulkanik padat, cair hingga gas.

Magma yang tidak sampai ke permukaan akan membeku di dalam bumi membentuk batuan beku dengan mineral yang berukuran relatif lebih besar dari batuan yang dilontarkan oleh magma.

Salah satu contoh batuan beku hasil proses pembekuan magma di dalam bumi adalah batuan granit seperti yang digunakan sebagai bahan bangunan.

Herry menjelaskan, erupsi gunung api bisa diprediksi. Oleh karena itu, apabila terjadi jatuh korban karena erupsi sebenarnya ada yang salah. Karena ada jeda waktu antara status normal, waspada, siaga dan awas.

“Ada jeda waktu untuk evakuasi, sehingga apabila ada korban artinya ada yang salah. Apakah ada masyarakat yang tidak mau mendengar atau benar-benar tidak mendengar himbauan BPBD dan BMKG,” imbuh Herry.


Penulis: Eginius Moa & Antonius Jata

spot_img
TERKINI
BACA JUGA