Maumere, Ekorantt.com – Penyakit Demam Babi Afrika atau African Swine Fever (ASF) yang merebak di Kabupaten Sikka sejak Oktober 2024 lalu dan masif sampai pekan kedua Februari 2025 mendatangkan malapetaka bagi para peternak dan papalele.
Babi hidup maupun daging babi tak diminati pembeli meski telah dijual sangat murah. Hal itu tampak saat Ekora NTT menyambangi lapak babi di Pasar Alok pada Selasa, 11 Februari 2025. Kondisinya sepi.
Harga babi hidup usia dua sampai tiga bulan sebelum ada kasus ASF dipatok Rp1,5-Rp 2 juta kini dijual Rp400 ribu. Itu pun tak diminati pembeli.
Babi ukuran sedang berusia di atas enam bulan yang sebelumnya dipatok dengan harga berkisar Rp 4-6 juta, terjun bebas hingga Rp1 juta bahkan Rp500 ribu. Juga tak diminati.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Sikka, Jemi Sadipun menghimbau kepada masyarakat agar waspada ketika membeli babi hidup maupun daging babi yang dijual di pasar-pasar, sebab tak bisa dipastikan keduanya bebas dari penyakit demam babi.
Kata dia, pemerintah tidak bisa melarang warga menjual babi dan daging babi karena secara langsung mematikan pendapatan masyarakat.
Jemi menyarankan peternak dan papalele untuk memeriksa daging babi terlebih dahulu di petugas kesehatan hewan.
Selain itu, Petugas Kesehatan Hewan dari Dinas Pertanian mendatangi semua pasar mengambil sampel babi dan memeriksanya di laboratorium, jelasnya.
“Silakan saja mereka jual, tapi harus menjadi penjual yang bertanggungjawab. Temui petugas kesehatan hewan minta diperiksa sebelum dijual agar kita tidak menjadi agen penyebaran demam babi,” ujar Jemi.
“Letak Pasar Alok (tidak jauh) hanya jalan kaki ke kantor dinas pertanian. Tidak patuhi saran dan permintaan kami, kelak yang rugi dari kasus ini kita semua.”
Jemi juga menyayangkan adanya masyarakat yang tidak menguburkan babi mati demi mengantisipasi penyebaran penyakit ASF, justru membuangnya ke kali, hutan, dan laut.
Kata dia, beberapa waktu lalu pihaknya menerima laporan dan foto pembuangan karung berisi babi mati di kali mati Koliaduk, batas wilayah Kelurahan Wolomarang dan Kelurahan Kota Uneng.
Lebih miris lagi, ujar dia, ada pemilik babi yang menyembelih babi sakit dan membagi-bagikan kepada sanak keluarga lain.
“Kita terima laporan, tapi daging babi (sakit) sudah dibagi-bagi. Mereka makan babi sakit,” kata Jemi.
Penulis: Eginius Moa