Mbay, Ekorantt.com – Pemerintah Kabupaten Nagekeo mencatat jumlah ternak babi yang mati akibat virus African Swine Fever (ASF) atau demam babi Afrika mencapai 6.426 sepanjang lima tahun terakhir, sejak mulai merebak pada 2020.
Kepala Dinas Peternakan Nagekeo, Klementina Dawo kepada Ekora NTT pada Jumat, 14 Februari 2025, mengatakan bahwa babi yang mati pada 2020 sebanyak 3.217. Kemudian pada 2021, jumlah babi mati menurun yakni sebanyak 2.693.
“Sementara di tahun 2022 dan 2023 tidak ada kematian karena mungkin sistem pengendalian membaik dan populasi ternak babi berkurang,” kata Klementina.
Selanjutnya pada tahun 2024, jumlah babi mati sebanyak 427 dan per Februari 2025 berjumlah 89.
“Belum terhitung kematian babi yang tidak dilaporkan oleh masyarakat,” tutur dia.
Klementina menyatakan ribuan babi yang mati dipastikan positif ASF sebagaimana hasil uji laboratorium di Kupang.
“Kami kirim tiga sampel, dua sampel dari Nangaroro positif ASF. Sementara satu sampel dari Kecamatan Aesesa hasil negatif,” kata Klementina.
Sejak ASF merebak pada Januari 2025, pemerintah setempat mengeluarkan instruksi pembatasan lalu lintas ternak babi dari dan ke Nagekeo.
Pemerintah juga membatasi jual beli ternak babi di pasar mingguan sekaligus memberi edukasi penerapan biosecurity.
“Karena belum ada vaksin maka perlu diperhatikan masyarakat adalah sanitasi,” kata dia.
Ia mengimbau bila terdapat gejala seperti demam atau kondisi tubuh babi lemah dan lesu, segera dipisahkan dari yang lain. Selanjutnya, melaporkan kondisi tersebut ke petugas kesehatan hewan terdekat.
“Di setiap kecamatan sudah punya dokter hewan. Kita harap masyarakat bisa melaporkan,” kata Klementina.
Arnoldus Re’e (51), warga Mbay, Kecamatan Aesesa mengalami kerugian hingga Rp60 juta sejak pertama kali ASF menyerang ternak babi pada 2020.
Arnoldus mencatat sebanyak 23 dari 29 ekor ternak babi mati mendadak.
“Saya mencoba memelihara lagi di tahun 2023, tapi baru-baru ini dua ekor babi jantan mati lagi,” kata Arnoldus kepada Ekora NTT, Sabtu, 15 Februari 2025.
Arnoldus sudah menerapkan imbauan pemerintah proses sanitasi kandang, ternak, dan pakan. Bahkan mengendalikan penyebaran serangga terutama lalu lintas lalat.
“Sekarang di kandang sisa enam ekor. Saya pasang jaring untuk cegah lalat, lalu pengasapan setiap sore,” kata Arnoldus.
Dia mengaku siap menghadapi tantangan virus ASF meski dari segi ekonomi dampak sangat terasa.
“Saya belajar dari pengalaman. Mau tidak mau setiap risiko harus diterima,” tuturnya.