Borong, Ekorantt.com – Sebanyak 349 penyandang disabilitas usia sekolah di Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur, tercatat belum mengenyam pendidikan formal.
Data ini disampaikan Yayasan Ayo Indonesia, lembaga sosial berbasis di Ruteng yang aktif memperjuangkan hak-hak penyandang disabilitas.
Direktur Yayasan Ayo Indonesia, Tarsisius Hurmali mengatakan, sebagian besar anak difabel tidak bersekolah karena dua faktor utama, yakni kurangnya dorongan dari orang tua dan penolakan dari pihak sekolah.
“Sekolah menolak anak itu untuk didaftarkan menjadi murid,” ujar Tarsisius saat membuka pelatihan pendidikan inklusif bagi guru SD dan SMP se-Kabupaten Manggarai Timur di Aula Kevikepan Borong, Selasa, 10 Juni 2025.
Menurutnya, beberapa sekolah berdalih belum memiliki kapasitas maupun tenaga pendidik yang siap menangani anak berkebutuhan khusus. Padahal, ia menegaskan, konstitusi telah menjamin hak pendidikan untuk seluruh warga negara tanpa pengecualian.
“UUD 1945 menyatakan bahwa negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Termasuk memberikan hak pendidikan bagi semua, tanpa diskriminasi,” kata Tarsisius.
Yayasan Ayo Indonesia juga merinci data persebaran anak difabel yang tidak bersekolah, mencakup 12 kecamatan.
Di antaranya, Kecamatan Borong sebanyak 54 anak, Kota Komba 46 anak, Lambaleda Selatan 48 anak, dan Rana Mese 38 anak. Sementara Kecamatan Congkar mencatatkan 16 anak, Elar 19 anak, Elar Selatan 12 anak, serta Kota Komba Utara 28 anak.
Sisanya tersebar di Lambaleda 26 anak, Lambaleda Timur 29 anak, Lambaleda Utara 8 anak, dan Sambi Rampas 25 anak.
Tarsisius berharap pelatihan dua hari yang digelar pada 10–11 Juni 2025 ini menjadi awal dari meningkatnya kesadaran akan pentingnya pendidikan inklusif di Manggarai Timur.
“Setidaknya hari ini kita mulai memahami apa itu pendidikan inklusif dan cita-cita untuk mewujudkannya secara perlahan-lahan,” katanya.
Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Manggarai Timur, Winsensius Tala mendorong para guru untuk menerapkan prinsip keadilan di ruang kelas dan memahami bahwa setiap anak memiliki potensi yang berbeda.
“Kita mulai belajar memahami karakter siswa, termasuk bagaimana memperlakukan mereka secara adil,” ujarnya.
Winsensius juga mengingatkan pentingnya menghindari kekerasan di sekolah.
“Hati-hati membentak anak. Itu bisa mematikan kepercayaan diri mereka untuk berbicara di depan umum,” katanya.
Pelatihan ini merupakan hasil kolaborasi antara Yayasan Ayo Indonesia, Yayasan Sekolah Umat Katolik Manggarai Timur (YASUKMATIM), dan Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Manggarai Timur.
Sebanyak 24 sekolah dasar dan menengah dari 12 kecamatan ikut ambil bagian dalam pelatihan tersebut.