Ruteng, Ekorantt.com – Pertamina Patra Niaga mengklaim penyaluran bahan bakar minyak (BBM) di Kabupaten Manggarai dan wilayah sekitarnya tetap terpenuhi, meski masyarakat tengah menghadapi kelangkaan dalam beberapa pekan terakhir.
Kondisi ini disebut sebagai dampak dari sistem buka-tutup perbaikan jalan di jalur utama distribusi Reo–Ruteng, tepatnya di kawasan Waruk dan Karot, yang menghubungkan Terminal BBM Reo dengan sejumlah titik penyaluran.
Area Manager Communication, Relations dan CSR Pertamina Patra Niaga Regional Jatimbalinus, Ahad Rahedi menjelaskan, hingga kini sistem buka-tutup jalan masih diberlakukan, sehingga memengaruhi kelancaran distribusi.
“Koordinasi dengan pemerintah daerah sudah masif dilaksanakan, namun info hingga saat ini perbaikan jalan masing berlangsung yang berimbas pada sistem buka tutup jalan,” ujar Ahad dalam keterangannya yang diterima Ekora NTT, Sabtu, 29 November 2025.
Ahad memastikan stok BBM tetap aman untuk kebutuhan masyarakat Manggarai dan sekitarnya.
“Pada periode 24-28 November sendiri, suplai BBM kembali bertambah dari kapal yang sudah sandar, yakni 1000 KL Pertalite, 750 KL Pertamax, 750 KL Biosolar,” katanya.
Ia menambahkan, Pertamina Patra Niaga sudah berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan aparat penegak hukum untuk memprioritaskan akses jalan di titik-titik longsor guna menjaga kelancaran distribusi.
“Peningkatan pengiriman juga dilaksanakan sebagai upaya memenuhi kebutuhan masyarakat dan Terminal BBM beroperasi 24 jam untuk menjamin pasokan di Kabupaten Manggarai dan sekitarnya aman,” jelasnya.
Pada Jumat, 28 November, puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Perhimpunan Mahasiswa Katolik Indonesia (PMKRI) Cabang Ruteng Santu Agustinus menggelar aksi unjuk rasa di Ruteng.
Mereka menuntut penindakan serius atas kelangkaan BBM di Kabupaten Manggarai yang berlangsung dalam beberapa pekan terakhir.
Ketua PMKRI Cabang Ruteng, Margareta Kartika menilai kelangkaan BBM telah melumpuhkan aktivitas masyarakat.
Ia menegaskan, persoalan itu tidak hanya disebabkan oleh faktor teknis distribusi, tetapi juga mengarah pada dugaan penyimpangan terstruktur.
“Kami melihat kelangkaan ini tidak berdiri sendiri. Ada pola, ada pembiaran, bahkan patut diduga ada keterlibatan oknum aparat, SPBU, kontraktor, dan pihak pemerintah daerah. Ini suara rakyat yang menyaksikan langsung praktik-praktik kotor di lapangan,” tegasnya.
Kartika mengingatkan negara berkewajiban menjamin pemanfaatan sumber daya alam untuk kemakmuran rakyat, sebagaimana diatur dalam UUD 1945 Pasal 33 Ayat (3). Namun, realitas di lapangan justru memperlihatkan antrean panjang dan lonjakan harga eceran BBM. Pertalite dalam botol yang sebelumnya Rp20 ribu kini mencapai Rp50 ribu per botol.
“Ini jelas melanggar aturan. Perpres 191 Tahun 2014 dan Kepmen ESDM No. 62.K/12/MEM/2020 sudah menetapkan batasan harga eceran. Masyarakat dipaksa membeli dengan harga mencekik akibat kelangkaan yang diduga sengaja direkayasa,” ujar Kartika.
Ia juga menyoroti dugaan pungutan liar di SPBU Ruteng, di mana pembeli yang menggunakan jeriken jumbo dikenai tambahan biaya Rp10 ribu di luar harga resmi.
Selain itu, Kartika menuding adanya praktik penyalahgunaan dokumen, penggunaan barcode milik orang lain, hingga modus “permak tangki” dari kapasitas 75 liter menjadi 132 liter.
“Kami menemukan fakta bahwa ada motor-motor rusak yang bisa mengisi lima hingga enam kali dalam sehari dan SPBU tetap melayani. Ini bukan kelalaian. Ini praktik sistematis,” katanya.
Wakapolres Manggarai, Kompol Mey Charles Sitepu yang menemui massa aksi menyampaikan bahwa pihaknya tetap memantau distribusi BBM.
“Kelangkaan BBM tidak sepenuhnya disebabkan oleh tindakan kejahatan penimbunan. Ada banyak faktor teknis yang memengaruhi,” ujarnya.
Sementara itu, Bupati Manggarai, Herybertus G.L Nabit menegaskan, pemerintah daerah telah menyerahkan penanganan kasus dugaan penimbunan kepada kepolisian.
Ia meminta masyarakat memahami kondisi pasokan yang terganggu akibat kapal tanker tidak dapat sandar di Depot Reok selama tiga hari.
“Karena kapal tanker tidak sandar, pasokan harus diambil dari Ende dan Maumere. Namun kuota di depot tetap terbatas sehingga distribusi tidak sebanding dengan kebutuhan masyarakat,” kata Nabit.
Ia menambahkan, distribusi BBM di lapangan juga terhambat oleh pekerjaan jalan Ruteng–Reo yang menggunakan sistem buka-tutup.
“Untuk menghindari kecurigaan publik, saya mengusulkan dibentuk tim investigasi yang melibatkan Pemda, organisasi kepemudaan, dan aparat kepolisian,” katanya.
Kartika menyayangkan lemahnya penindakan yang dilakukan aparat kepolisian maupun pemerintah daerah.
Menurutnya, kondisi itu membuka spekulasi bahwa ada jaringan kepentingan yang dilindungi.
“Jika dugaan ini tidak benar, tunjukkan dengan tindakan. Jika benar, hentikan dan tangkap para pelakunya,” tutupnya.













