Maumere, Ekorantt.com – Sore itu, suasana Desa Wailamung cukup lengang. Entah warganya masih di kebun menyiapkan lahan menjemput musim hujan atau sedang berurusan ke luar desa. Beberapa kendaraan motor dan pick up melintasi jalan desa. Mayoritas penduduk desa yang berjarak kurang lebih 50 Km arah timur Kota Maumere itu adalah petai plus nelayan musiman.
Berbeda dengan Maria Goreti. Selain ibu rumah tangga dan petani, wanita paruh baya ini menekuni kerajinan tangan menyulam serat batang pisang menjadi tas dan topi. Di depan rumahnya, berdiri sebuah pondok kecil tanpa dinding tempat ia dan 9 orang rekannya belajar menyulam topi dan tas dari serat patang pisang yang dikeringkan.
Maria Goreti adalah Ketua Kelompok Usaha Bersama (KUB) Tani Nelayan Desa Wailamung. Di bawah kepemimpinannya, KUB ini perlahan bertumbuh. Ia menyadari, ketersediaan bahan baku yang melimpah di desa menjadi faktor penentu keberhasilan dan keberlanjutan usaha yang digeluti kelompoknya.
“Saya mau mengubah kebiasaan kami di sini yang cuma mengandalkan buah pisang untuk mendatangkan uang. Padahal, serat batangnya justru jauh lebih mahal harganya ketimbang satu tandan pisang bila dijual,” tutur Maria.
Semangat dan motivasi Maria Goreti kian bertambah ketika pemerintah melalui Kementerian Desa menggelontorkan uang miliaran rupiah untuk pengembangan program inovasi desa. Baginya, program itu dapat memperbaiki pendapatan orang desa dengan cara mengelola potensi yang ada di desa.
Maria menuturkan, pilihan usaha kerajinan tangan didukung oleh potensi hamparan pohon pisang di Wailamung. Bahan baku dari daun lontar terlebih dahulu dikeringkan, diberi warna, dan baru kemudian dianyam.
Berkat serat batang pisang itu, Maria dan teman-temannya ikut ambil bagian dalam ajang pameran inovasi desa tingkat Kecamatan Tabibura beberapa waktu lalu. Dalam pameran itu, Maria berhasil meraup uang dari hasil penjualan produknya sebesar satu juta rupiah lebih.
Dia memberikan contoh. Bila satu tandan pisang dijual di desa seharga Rp25 ribu, berarti untuk mendapatkan Rp1,5 Juta diperlukan 60 tandan pisang. Padahal, dari 2-3 pohon pisang yang diambil seratnya sudah dapat menghasilkan sebuah topi yang dijual dengan harga Rp150 Ribu. Jadi, untuk menghasilkan Rp1,5 Juta hanya memerlukan 30 pohon pisang.
“Nah, coba dibandingkan, mana yang lebih menguntungkan?” katanya.
Manjawab Ekora terkait kesulitan yang dihadapinya, Maria mengatakan, sejauh ini, belum ada permasalahan yang berarti. Pemasaran masih aman karena permintaan cukup tinggi. Di samping itu, usaha ini tidak membutuhkan modal yang besar.
“Modal utamanya adalah kemauan dan ketekunan untuk menyelesaikan sulaman setiap hari. Kadang sudah ada yang pesan sehingga ketika sudah selesai langsung ada yang bayar,” tutur Maria penuh semangat sambil memperlihatkan hasil karyanya.