Dampak Moratorium Tenaga Non ASN, Pemkab Ende Usul 1.853 Formasi PPPK ke Kemenpan RB, Ini Rinciannya

0

Ende, Ekorantt.com – Pemerintah Kabupaten Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur mengusukan 1.853 formasi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tahun 2022.

Pengusulan formasi PPPK sesuai surat pengantar usulan formasi Kabupaten Ende tahun 2022, Nomor BU.811/BKPSDM.07/1061/VII/2022, sekaligus menjawab sorotan yang disampaikan Fraksi Partai NasDem DPRD Ende.

Demikian disampaikan Sekda Ende, Agustinus G Ngasu, kepada wartawan di Gedung DPRD Kabupaten Ende, Senin (25/7/2022).

Sekda Gusti bilang, sesuai surat usulan yang dikirim ke Kemenpan RB, sebanyak 1.853 formasi PPPK dengan rincian formasi tenaga guru 1.401 orang, tenaga kesehatan 227 orang dan tenaga teknis 225.

Agustinus mengatakan, untuk anggaran bagi tenaga PPPK Kabupaten Ende belum ditetapkan karena menunggu jawaban Kemenpan RB tentang jumlah formasi yang disetujui.

Usulan tersebut selain menindaklanjuti pandangan umum Fraksi Partai NasDem DPRD Kabupaten Ende, Pemkab Ende juga mengkaji berdasarkan data pendukung dalam pengusulan formasi tahun 2022.

“Data pendukung yang menjadi acuan di antaranya rasio belanja pegawai tahun 2022, anggaran gaji tahun 2022, ketersediaan anggaran diklat tahun 2022. Di samping itu, berkaitan dengan analisa jabatan dan beban kerja serta peta jabatan tahun 2022,” katanya.

“Langka antisipasi yang diambil Pemkab Ende di antaranya, mendata dan memetakan status kepegawaian non ASN, melakukan pengarahan dan penjelasan terkait status pegawai serta mengusulkan formasi ke Kemenpan RB,” sambung Sekda Gusti.

Sementara itu, lewat laman resmi mempan.go.id, Menpan RB Ad Interim Mahmud MD menyampaikan, penghapusan tenaga honorer 2023 harus diselesaikan bersama tanpa menghilangkan sisi kemanusiaan dan meritokrasinya.

Dengan adanya kebijakan penghapusan tenaga honorer 2023, kata Menpan-RB Ad Interim, pemerintah pusat dan daerah harus fokus mengatur strategi menata pegawai di instansi pemerintah untuk percepatan transformasi sumber daya manusia.

“Tidak perlu kita mencari siapa yang salah. Tapi kita harus selesaikan masalah ini bersama,” tegas Mahfud.

Mahfud menerangkan, Peraturan Pemerintah No. 49/2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) telah memberikan ruang untuk pengalihan status kepegawaian non-ASN yang beragam menjadi PNS maupun PPPK.

Namun pengalihan tersebut tentu dengan syarat atau ketentuan yang sudah diatur berdasarkan UU No. 5/2014 tentang ASN beserta peraturan pelaksanaannya.

Pegawai non-ASN juga bisa diatur melalui skema alih daya atau outsourcing oleh pihak ketiga bagi yang kualifikasi tidak memenuhi syarat sebagai ASN.

Pegawai yang bisa masuk dalam tenaga alih daya ini di antaranya adalah pengemudi, tenaga kebersihan, dan satuan pengamanan. Skema ini dibuat untuk memberikan kepastian hukum, status kepegawaian, serta kepastian penghasilan.

Strategi penghapusan honorer 2023, diharapkan menyelesaikan pegawai non-ASN yang tidak memenuhi syarat dan tidak lulus seleksi Calon PNS maupun Calon PPPK sesuai ketentuan peraturan peundang-undangan sebelum batas waktu tanggal 28 November 2023.

Mahfud mengatakan, bagi Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) yang tidak mengindahkan amanat peraturan perundang-undangan dan tetap mengangkat pegawai non-ASN, akan diberikan sanksi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bupati Djafar Buka Turnamen Sepak Bola Antar Desa di Nangapanda, Hadiah Puluhan Juta Rupiah

0

Ende, Ekorantt.com – Bupati Ende Djafar Achmad didampingi Wakil Bupati Ende Erikos Emanuel Rede dan Ketua Askab Ende Sabrin Indradewa, membuka Turnamen Sepak Bola antar desa se-Kecamatan Nangapanda, Kabupaten Ende pada senin (25/7/2022).

Pertandingan antar desa memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-77 tersebut diikuti 31 tim dari 28 desa; satu kelurahan dan tiga desa persiapan di wilayah itu.

Bupati Djafar mengatakan, pemerintah selalu memberikan dukungan dan perhatian terhadap perkembangan dan pembinaan berbagai bidang olahraga untuk menciptakan atlet berprestasi.

“Saya dan Pak Erik datang itu wujud dukungan terhadap penyelenggaraan olahraga. Jaga sportifitas dan olahraga harus mempersatukan. Tidak boleh ada keributan. Kalau tim ribut berarti kadesnya yang tidak benar. Harus bertanggung jawab,” katanya.

Djafar bilang, pemerintah melalui KONI Kabupaten Ende mengalokasikan anggaran Rp10 juta untuk mendukung penyelenggaraan turnamen antar desa di Kecamatan Nangapanda.

Camat Nangapanda, Irwan Nua saat dikonfirmasi Ekora NTT menjelaskan, penyelenggaraan turnamen sepak bola digelar atas prakarsa para kepala desa dan Bank NTT sebagai sponsor dalam rangka HUT RI dan seleksi pemain Kecamatan Nangapanda dalam mengikuti Bupati Ende Cup.

“Ini gelaran pertama dan akan menjadi rutinitas tahunan ke depan karena ada piala bergilir. Saya ucapkan terima kasih kepada para kepala desa yang memprakarsai turnamen ini. Selain peringatan HUT RI, ini juga untuk seleksi pemain menghadapi Bupati Ende Cup nanti,” ungkap Irwan.

Sementara itu, Ketua Panitia Turnamen Sola Bola antar desa se-Kecamatan Nangapanda, Urbanus Benga Karo menerangkan bahwa turnamen tersebut didukung penuh oleh Askab Ende.

“Kita didukung penuh oleh Askab Ende, wasit yang memimpin pertandingan dan juga inspektur pertandingan dari Askab Ende. Itu bukti jika turnamen ini digelar secara profesional,” katanya.

Untuk itu Kepala Desa Kerirea tersebut meminta para pemain dan ofisial dari 31 tim yang akan bertanding untuk benar-benar menjaga kenyamanan dan sportifitas dalam bertanding.

Pria yang kerab disapa Ambon Karo mengurai, panitia menyiapkan Piala Tetap dan Piala Bergilir serta hadiah uang bagi Juara I Rp7,5 juta, Juara II Rp5 juta, Juara III Rp3 juta dan Juara IV Rp2 juta.

Pantauan Ekora NTT, selain hadiah yang disiapkan Panitia, Koni Ende juga menambahkan hadiah bagi para juara dengan menyumbang Rp10 juta dan DPC PKB Ende menyumbang Rp3 juta.

Pembukaan turnamen tersebut juga dihadiri Wakil Ketua DPRD Ende, Oktavianus Moa Mesi, Anggota DPRD Ende Ambros Reda, Maksi Deki dan Samsudin.

Turut hadir Kapolsek Nangapanda Ansel Leza serta Pimpinan Bank NTT Cabang Ende Frans Boli Tobi.

Pada laga pembuka, kesebelasan Desa Mbobhenga mampu mengalahkan Desa Rendu Rua dengan skor 2:0.

Sekolah Lapang Gempa Bumi BMKG Ciptakan Desa Tangguh Bencana di Sikka

0

Maumere, Ekorantt.com – Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kelas I Kupang menyelenggarakan Sekolah Lapang Gempa Bumi di Kabupaten Sikka, Senin, (25/7/2022).

Sekolah Lapang Gempa Bumi BMKG ini pun bertujuan untuk menciptakan Desa Tangguh Bencana di Sikka.

Kordinator Bidang Data dan Informasi Geofisika Kelas I Kupang, Sholakhudin Noor Falah kepada media ini mengatakan, Kabupaten Sikka memiliki potensi gempa dan tsunami, sehingga perlu campur tangan dari BMKG dan pemerintah pusat memberikan pendidikan tentang bencana alam kepada masyarakat.

Kordinator Bidang Data dan Informasi BMKG Kelas I Kupang, Sholakhudin Noor Falah-Ekora NTT

“Sekolah lapang gempa bumi ini perlu kami lakukan karena Maumere memiliki sejarah gempa bumi dan tsunami pada tahun 1992 yang menewaskan lebih dari 2500 orang, ” ungkapnya kepada Ekora NTT di gedung Sikka Convention Center.

Ia mengatakan, Sekolah Lapang Gempa Bumi ini sangat penting bagi BMKG untuk memberikan pembelajaran dan pelatihan kepada semua masyarakat untuk bisa mengadakan evakuasi mandiri pada saat terjadi gempa bumi maupun tsunami.

“Dengan adanya Sekolah Lapang Gempa Bumi sehingga peserta bisa menularkan pengetahuannya kepada masyarakat sehingga timbul kesiapan dan kesiagaan,” ujar Sholakhudin.

Selain diselenggarakan di Kabupaten Sikka, lanjut Sholakhudin, Sekolah Lapang Gempa Bumi ini sebelumnya dilaksanakan di beberapa kabupaten di wilayah NTT yang daerahnya memiliki potensi gempa dan tsunami.

“Tahun lalu kami sudah selenggarakan di Kabupaten Flores Timur, Kabupaten Sumba Barat, dan Labuan Bajo. Tahun sebelumnya di Kabupaten Kupang, Kabupaten Alor dan Waingapu,” sebutnya.

Ia berharap, kepada seluruh peserta dalam pendidikan Sekolah Lapang Gempa Bumi ini agar serius dan telaten.

Setelah selesai mengikuti kegiatan pendidikan ini, ajak Sholakhudin, peserta bisa menularkan pengetahuan ini kepada masyarakat umum minimal keluarga sendiri.

Salah satu peserta Sekolah Lapang Gempa Bumi, Kepala Desa Koja Doi, Hanawi kepada media ini mengatakan kegiatan sekolah lapang yang diselenggarakan oleh BMKG sangat bermanfaat bagi masyarakat terutama di wilayah kepulauan yang juga punya potensi rawan gempa dan tsunami.

“Saya merasa bersyukur dengan adanya kegiatan ini karena kita semua tahu bahwa di Kabupaten Sikka pernah terjadi gempa dan sangat rawan gempa dan tsunami,” ungkapnya.

Sehingga dengan kegiatan ini, lanjut Hanawi, pengetahuan yang didapat ini dapat membuat SOP untuk tindak lanjut pada saat tanggap darurat, supaya nanti hasil SOP ini setelah dipresentasikan ada solusi-solusinya.

“Apalagi wilayah kami ini kepulauan yang dikelilingi laut; mungkin kami bisa dibantu dengan sirene untuk menginformasikan gempa atau kejadian bencana lainnya,” pintanya.

“Mudah-mudahan dengan adanya kegiatan ini pengetahuan yang kami dapat hari ini, kami bisa tularkan kepada masyarakat di desa agar selalu siaga bencana,” ujarnya.

Untuk diketahui, kegiatan Sekolah Lapang Gempa Bumi ini berlangsung dari Senin 25 Juli-Selasa 26 Juli 2022.

Peserta terdiri dari Kodim 1603 Sikka, Polres Sikka, Basarnas Maumere, BPBD Sikka, Tagana, Caritas Indonesia, para Kepala Desa, Media dan peserta lainnya.

Pemkab Nagekeo Ajak Pelaku UMKM Manfaatkan E-Katalog untuk Pasarkan Produk

0

Mbay, Ekorantt.com – Pemerintah Kabupaten Nagekeo mengajak pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) setempat memanfaatkan layanan eletronik e-katalog untuk memasarkan produk.

Layanan itu sebagai upaya pemerintah mendukung pelaku usaha untuk bangkit dan kembali bergeliat. Dengan begitu, produk lokal yang dihasilkan oleh pelaku UMKM diharapkan segera ditayangkan di aplikasi e-katalog yang disiapkan pemerintah.

Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa Sekretariat Daerah Kabupaten Nagekeo Ignasius Sengsara sedang menggalangkan kerjasama dan koordinasi di antara semua perangkat daerah terkait layanan itu.

Penggalangan itu dimaksud agar memudahkan pelaku UMKM dalam menghasilkan produk usaha lokal termasuk legalitasnya.

Ia menyebutkan, baru 10 jenis produk makanan dan minuman yang sudah ditayangkan di platform itu dari 10 etalase e-katalog lokal yang disiapkan pemerintah.

Ke-10 etalase e-katalog yang disebutkan Ignasius yakni; alat tulis kantor, aspal, bahan material, bahan pokok, beton ready mix, jasa keamanan, jasa kebersihan, makanan dan minuman, pakaian dinas dan kain tradisional, dan servis kendaraan.

Untuk mendukung spirit ekonomi yaitu Bela Beli Nagekeo, Ignasius meminta partisipasi perangkat daerah untuk mendorong mempercepat penayangan produk-produk lokal ke portal yang dibuat lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP).

“Hari ini kami duduk bersama Dinas Koperasi, UMKM dan Perindag dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Inspektorat untuk membahas langkah-langkah percepatan penayangan yang dimulai dari identifikasi UMKM, fasilitasi perizinan berusaha sampai dengan proses registrasi di portal resmi katalog LKPP,” kata Ignasius dalam keterangan aplikasi pesan singkat, Senin (25/7) malam.

Ia menjelaskan jika produk masyarakat sudah tersedia di katalog, maka selanjutnya para pengguna anggaran diwajibkan untuk menjadikan produk-produk tersebut sebagai prioritas pemenuhan kebutuhan belanja sesuai ketentuan yang berlaku.

“Semua pelaku pengadaan barang/jasa pemerintah daerah pertama-tama harus memilih penyedia yang sudah ada di katalog lokal atau toko daring. Manfaat lainnya adalah pasar akan lebih terbuka secara nasional,” terang dia.

Dinas Koperasi, UMKM dan Perindag dan Dinas PM & PTSP mengambil tempat terdepan bersama semua pemangku kepentingan lainnya untuk memberikan pembinaan melalui sosialisasi, advokasi, pemantauan dan peningkatan pelayanan perijinan berusaha.

Ia menyebut terdapat 282 UMKM yang aktif dan terdata pada Dinas Koperasi, UKM dan Perindag Nagekeo saat ini. Namun, dari jumlah itu yang memiliki perizinan berusaha masih sangat sedikit.

Oleh karena itu, pelaku usaha perlu membangun kolaborasi dengan Dinas PM & PTSP sehingga sebanyak mungkin produk segera tertayang di e-katalog lokal.

Diharapkan juga agar dari hari ke hari terus ada pergerakan maju sehingga semakin banyak etalase yang terisi.

“Kami mengajak semua pelaku UMKM bergabung, minimal melalui WhatsApp Group UMKM Tim Percepatan Katalog Lokal sebagai media interaksi aktif untuk kepentingan sosialisasi, koordinasi dan fasilitasi, serta bila dibutuhkan sewaktu-waktu dapat berdiskusi secara langsung dan segera registrasi ramai-ramai,” tutur Ignasius.

Kondisi APILL di Mbaumuku-Ruteng Rusak, Arus Lalu Lintas Amburadul

0

Ruteng, Ekorantt.com – Kondisi lampu atau alat pemberi isyarat lalu lintas (APILL) di Mbaumuku-Ruteng, Kecamatan Langke Rembong, Kabupaten Manggarai tidak berfungsi lagi dengan baik.

Pantauan Ekora NTT, Senin (25/7/2022) beberapa kendaraan yang melintasi jalur tersebut tampak macet dan amburadul karena berlawanan arah.

Para pengendara pun harus ekstra hati-hati agar tidak terjadi kecelakaan lalu lintas.

Alfa, salah satu pengendara mengaku tidak nyaman saat melintas di jalan tersebut karena ia bilang, ketika APILL tidak berfungsi, tentu sangat berpotensi terjadinya kecelakaan lalu lintas.

“Sebagai pengendara bermotor, tentunya saya harus berhati-hati untuk melewati jalur tersebut,” ujarnya.

Alfa bilang, agar tidak terjadi hal yang tidak dinginkan, pemerintah setempat mesti bertindak cepat untuk memperbaiki lampu tersebut, sehingga pengguna jalan merasa aman saat lewat.

“Kami berharap agar pemerintah secepatnya memperbaiki,” terangnya.

Senada disampaikan Yolan, salah seorang pengendara lain. Yolan mengatakan, dengan tidak berfungsinya APILL tersebut sangat mengancam keselamatan pengendara.

Selain itu juga, tambah dia, sangat membahayakan pejalan kaki yang sedang menyeberang di jalan tersebut.

“Kami meminta kepada pemerintah untuk segera memperbaiki lampu ini sehingga bisa difungsikan lagi,” pungkasnya.

Sementara itu, hingga berita ini dipublikasikan, Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Manggarai belum berhasil dikonfirmasi Ekora NTT terkait APILL tersebut.

Meriahkan Hari Anak Nasional, Puluhan Anak Wuring Lomba Pilih Sampah

Maumere, Ekorantt.com – Puluhan anak dari kampung Wuring, Kelurahan Wolomarang, Kabupaten Sikka mengikuti lomba pilih sampah pada Minggu (24/7/2022).

Selama satu jam lebih, anak-anak berusia pendidikan Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar menyusuri jalan-jalan di kampung tersebut, lalu memungut aneka sampah yang mereka temukan.

Setelah itu, anak-anak menyimpannya dalam karung dan beberapa tempat sampah yang telah mereka siapkan.

Adapun sampah seperti botol-botol dan kertas-kertas plastik dan aneka jenis sampah lainnya berhasil dikumpulkan. Semua sampah yang berhasil terkumpul tersebut kemudian diukur banyak dan dan beratnya.

“Yang mendapatkan sampah terbanyak dan terberat mendapatkan hadiah oleh penyelenggara kegiatan, yakni Youth Voice Now (YVN),” kata Anna Maria Selviana, Ketua Panitia.

YVN adalah kelompok orang muda yang didampingi Yayasan ChildFund dan Yayasan Fren di Maumere.

Kepada pemenang, kata Anna, YVN memberikan hadia kepada para juara dalam bentuk buku-buku dan peralatan tulis.

Anna menyampaikan bahwa kegiatan ini dilaksanakan untuk memeriahkan Hari Anak Nasional yang jatuh pada Sabtu, 23 Juli 2022.

“Kami memilih untuk melaksanakan kegiatan tersebut di Kampung Wuring karena memperhatikan beberapa hal penting, yakni pentingnya kehadiran dan peran anak, situasi umum Kabupaten Sikka dan situasi khusus Kampung Wuring sendiri yang padat penduduk dan memiliki banyak sampah,” tandasnya.

Lurah Wolomarang, Thomas P. Mandalangi, mengapresiasi kegiatan ini. Dalam sambutannya ia menyemangati anak-anak dan masyarakat di wilayah tugasnya it

Suasana saat memeriahkan HAN pada Minggu (24/7/2022)-Ekora NTT

“Kita harus menjaga kebersihan lingkungan agar tidak terjadi hal-hal yang tak kita inginkan. Jadi kita harus membuang sampah pada tempatnya,” pesannya.

Dalam pantauan, anak-anak tersebut menikmati hari mereka bersama YVN itu. Selain lomba pilih sampah dan lomba mewarnai, mereka juga mengadakan beberapa permainan bersama.

“Kami mau ada kegiatan seperti ini lagi, mau pilih sampah lagi, karena ada hadiahnya,” kata Kamelia, salah satu anak Wuring yang mengikuti kegiatan tersebut.

Untuk diketahui, kegiatan memeriahkan Hari Anak Nasional ini mengangkat tema nasional yang diambil yaitu “Anak Terlindungi, Indonesia Maju”.

Selain itu Youth Voice Now memilih sub tema sesuai kebutuhan yang berbunyi “Lindungi Lingkunganku, Selamatkan Masa Depanku“.

Kegiatan yang dimulai sekitar pukul 08.00 WITA dan berakhir pada pukul 12.00 WITA ini juga dihadiri Lurah Wolomarang, perwakilan Bapelitbang dan BP2K3A Kabupaten Sikka, Komunitas Trash Hero, Shoes for Flores dan Humanitas.

Kontributor: Reginaldis K. Ase (Voice Now Sikka)

Quo Vadis Ruh Demokrasi?

Oleh: Doni Koli*

Democracy is the only game in the town. Jargon yang seolah tak terbantahkan ini cukup bertahan mengingat hampir seluruh negara di dunia telah mengadopsi demokrasi sebagai ideologi politiknya (Marijan, 2010).

Kendatipun pada masa purba demokrasi dilihat sebagai bentuk rusak peradaban politik (yang dibedakan dari sistem ideal seperti monarki, aristokrasi atau kalipolis), demokrasi malah banyak dijunjung tinggi pada abad modern ini. Sebagai sebuah filosofi, sistem dan pendekatan politik, demokrasi menjadi antitesis sekaligus obat mujarab atas sistem yang otoritarian dan represif.

Akan tetapi, pelbagai kajian dan studi politik selama ini, khususnya yang terjadi di Indonesia malah memproyeksikkan stagnansi demokrasi. Salah satunya bisa dirujuk pada survei Power, Welfare and Democracy (PWD) 2013, sebuah proyek penelitian kolaborasi UGM dan Universitas Oslo.

Berdasarkan hasil survei PWD, ditemukan bahwa demokratisasi pasca reformasi malah merawat penyalahgunaan kekuasaan. Kejatuhan rezim otoritarian Soeharto tidak disusul oleh laisasi kolega dan kroni-kroninya yang ternyata berhasil memindahkan konsentrasi kekuatan politik dari kemampuan mengendalikan cara-cara koersif dan administrasi publik menuju pada penguasaan sumber daya dan modal ekonomi (Olle Tornquist dkk, 2017).

Lebih jauh, temuan survei PWD juga mengemukakan bahwa stagnansi demokrasi juga disebabkan penurunan proposisi aktor kelas menengah yang mampu mengartikulasi kepentingan rakyat serta mengambil disposisi antagonisme dengan kekuasaan. Para aktivis sayap kiri tersebut sebagaimana dirangkum Samadhi dan Prasetyo (2017), justru menempuh strategi-strategi yang cenderung liberal, individual, fragmentaris dan tidak terorganisasi secara matang dalam trajektori politik.

Sindrom kegagalan wacana politik kiri ini semakin akut ketika item-item politik populis kanan mengemuka dalam wujud konservatisme dan radikalisme agama, ultranasionalisme reaksioner dan proteksionisme rasial. Bahayanya lagi, ikon-ikon politik sayap kanan tersebut malahan adaptif dan rentan diinstrumentalisasi kekuasaan.

Dengan demikian, untuk menjaga dan merawat momentum demokratisasi, kita perlu memikirkan dan duc in altum merancang populisme kiri yang lebih terorganisasi secara politis.

Populisme dan Krisis Demokrasi

Salah satu penampakan riil mobilisasi gerakan politik masa kini yang berbasis golongan akar rumput hadir dalam kasus Podemos, partai sayap kiri di Spanyol yang berfokus pada masalah kesenjangan, korupsi, pengangguran dan resesi ekonomi setelah krisis utang Eropa.

Dibentuk pada tahun 2014, partai ini telah menyerap basis massa dalam jumlah banyak. Kendatipun demikian, membayangkan dan membumikan metodologi gerakan politik Podemos sebagai basis epistemologi dan contoh kasus bagi artikulasi gerakan di Indonesia adalah soal lain yang tidak bisa dibaca dalam nada optimisme menyeruak belaka.

Bagaimanapun juga, sebagaimana diakui Muhhamad Ridha (2015), podemos tidak merumuskan sebuah gerakan horizontal murni tetapi juga merupakan kanalisasi dari fragmen-fragmen kekuasaan sebagai respon atas rezim politik yang mengadopsi neoliberalisme.

Masifikasi gerakan radikal agama yang mengiringi kasus Ahok umpamanya berbeda dengan gerakan politik akar rumput di Spanyol. Justru, gejolak-gejolak massa di Indonesia makin membentuk imajinasi publik bahwa Trumpisme atau genderang populisme (kanan) yang pada dekade 60-an oleh Ernest Gellner diwanti-wanti sebagai hantu yang sedang mengancam dunia sedang melanda prospek berdemokrasi di  Indonesia.

Term populisme sendiri merupakan fenomena dengan sejarah panjang. Secara konseptual, populisme adalah paham yang menghadapkan politik “rakyat banyak” dengan politik “elite” yang digambarkan sebagai tamak dan jahat. Laclau, filsuf post-marxis, umpamanya mendefinisikan politik populis sebagai pendekatan politik berbasis massa yang muncul akibat kegagalan fungsional lembaga-lembaga sosial dan politik (Alfian, 2016).

Demikian, ide dasar populisme tidak selalu destruktif bahkan terbilang mulia. Kebangkitan populisme di beberapa negara Amerika Latin terbukti mampu memerankan antagonisme, memainkan keberpihakan yang mulia pada kelompok marginal serta memproposalkan keadilan sosial.

Bahaya atau tantangan populisme bagi artikulasi demokrasi tampak dalam gerakan politik partai-partai ekstrim kanan yang berwatak anti pluralisme, mengenakan xenophobic logic, anti-intelektualisme, konservatisme dan bahkan fasisme. Untuk mengerti watak-watak ini, kita dapat merujuk pada kasus-kasus penampakan populisme kanan selama ini. Populisme kanan yang anti-pluralisme umpamanya terlihat pada partai-partai ekstrim kanan di Eropa Barat dan partai-partai berorientasi etnis dan ultranasionalis di negara-negara Eropa Timur (Madung, 2018).

Sementara itu, sikap anti intelektualisme berwujud pemutusan aspek diskursus rasional dan keengganan untuk mencari alternatif politik yang lain. Masifikasi gerakan Islam yang dipicu tafsiran yang sempit dan literalistik atas teks Al Maidah 51 dalam kasus Ahok merupakan contoh kasus watak politik populis yang anti-intelektualisme.

Lantas, apakah upaya untuk mengatasi bahaya populisme kanan? Menurut Vedi Hadiz (2013), salah satu indikator yang menyebabkan stagnansi demokrasi di Indonesia adalah minusnya trajektori politik populisme kiri yang mampu memerankan antagonisme mulia atas kekuasaan yang dikuasai para oligark.

Kendatipun demikian, mengangkat gagasan populisme kiri tidak dengan sendirinya menutup diskusi bahwa  pathos kekuasaan yang memunggungi demos atau populus dapat diselesaikan. Berkaca dari fenomena Arab Spring di Middle East yang mengemuka beberapa tahun lalu, populisme kiri yang tidak terorganisasi secara politik nyatanya masih dapat dikooptasi dan digagalkan. Segera sesudah musuh (diktatorisme) bersama lenyap, mereka harus menghadapi tantangan lebih berat dalam memelihara persatuan di antara mereka (Heryanto, 2018).

Akan tetapi, yang mau dinarasikan adalah bahwa dominasi politik populis sayap kanan dan minusnya artikulasi populisme kiri sesungguhnya berkontribusi besar bagi stagnansi demokrasi dan artikulasi kemanusiaan.

Untuk sepakat dengan tesis ini, kita hanya perlu berkaca pada sejarah yang pernah menyingkap negativitas dan sadisme gelombang politik sayap kanan yang xenophobic dan eksklusif-reaksioner. Fasisme di Italia, Holocaust yang menusuk batin, pembantaian ribuan ras Yugoslavia, hingga pembantaian ribuan anggota PKI adalah beberapa di antaranya.

Ibaratnya, adalah lebih mulia membangun dunia bersama sambil membiarkan advocatus diaboli senantiasa mengusik kita dengan maksud menyelamatkan kita, daripada mencari kenyamanan eksklusif pada sebuah istana emas sambil merawat ketakutan akan bahaya pencuri yang sigap mengintai di ujung hari.

Beberapa Kendala Demokrasi

Beberapa tahun lalu, tepatnya dalam bursa pilpres 2019, beberapa penulis harian Indoprogress sempat menyepakati bahwa gerakan kiri tidak punya signifikansi politik yang menentukan (Mudhoffir, 2018). Di satu sisi, kesepakatan ini terbilang tentatif. Akan tetapi, ia menjadi adekuat ketika kita jujur dengan realitas sosio-politik sekarang ini.

Buktinya, tak ada satu partai politik atau institusi sosial hegemonik yang secara radikal menjadi kanal dari kelompok masyarakat pinggiran, yang termarjinalkan baik oleh struktur ekonomi yang tidak adil serta lemahnya posisi tawar menawar mereka (bargaining position) dalam medan konsolidasi kebijakan politik. Di sisi lain, sikap tersebut dapat dibaca sebagai ungkapan nyinyir terhadap conditio ekonomi politik pasca-orde baru yang nyatanya masih jauh panggang dari api subtansi demokrasi.

Di Indonesia, kehadiran politik sayap kiri sempat diidentikkan dengan gebrakan Partai Solidaritas Indonesia yang giat menggalang kampanye di media digital. Akan tetapi, harapan ini tampaknya masih pragmatis ketika beberapa tuduhan skeptis menyebutkan bahwa PSI juga tak bebas dari jejaring oligarki. Kendala fundamen yang menghantam demokrasi ini hemat saya disponsori oleh beberapa kenyataan berikut ini.

Pertama, dominasi oligarki pada level kekuasaan dan blok-blok penting ekonomi-politik. Kebanyakan masyarakat terjebak pada euforia reformasi yang dipersepsi bekerja secara naturalistik namun nyatanya merawat luka lama.

Pasalnya, keruntuhan orde baru tidak diikuti delegitimasi jaringan oligarki. Dengan memanfaatkan akumulasi sumber daya material yang besar, para oligark ini berhasil menguasai wilayah kekuasaan, menancapkan taring-taring hegemoniknya dan mendomestifikasi kontrol publik.

Prestasi elektoral Jokowi adalah bukti riilnya. Kemenangan Jokowi yang didasarkan pada konsultasi dan komunikasi langsung dengan konstituen pada kenyataannya tak cukup merestorasi status quo kekuasaan yang in se masih dipelintir para oligark predatoris ini.

Kedua, pasifikasi aktivisme civil society melalui paket pembangunan berwatak developmentalisme, praktik korporatokrasi dan negaraisasi aktor politik populis. Kendala yang ketiga ini mengetengahkan kerja struktural pemerintah dalam membungkam disposisi bersebrangan serta profetisme kritis para aktor.

Developmentalisme merupakan sebuah model pembangunan di mana masyarakat di-subsistensi sebagai subjek pasif yang menerima paket-paket pembangunan sebagai pemberian pemerintah. Sehingga tak heran kalau banyak masyarakat kita (terutama di desa-desa) mengakarakterisasi pembangunan semata-mata pada proyek-proyek infrastruktur fisik saja (Djalong, 2011).

Ketika proyek itu selesai, maka pembangunan pun selesai sambil mereka menunggu kebaikan pemerintah untuk kembali mengalokasikan proyek infrastruktur tersebut di tempat mereka. Dalam konteks developmentalisme, peran demos direduksi sebagai pengemis pemerintah dan birokrasi.

Sementara itu praktik korporatokrasi dan negaraisasi tampak dalam alokasi jabatan publik dan paket-paket profesi bagi para aktivis, intelektual, tokoh populis dan figur publik sebagai imbalan prestasi karena telah mendukung penguasa. Setelah masuk dalam lingkaran kekuasaan, peran mereka sebagi kanal-kanal katalisator kritis kemudian melempem.

Dalam etika keduniawian Hannah Arrendt, orang-orang ini kemudian mengalami krisis dalam aktivitas berpikir atau thoughtless (Koten, 2018). Mereka kemudian tenggelam dalam logika kerja yang kompromistis dan tak mampu berdistansiasi dengan kekuasaan.

Kendala yang pertama dan kedua adalah dua persoalan yang beiringan. Dominasi oligarki berimbas pada usaha untuk memutus mata rantai serta ruh advocatus diabolic berupa usaha membungkam daya kritik serta antagonisme akar rumput. Salah satu contoh praktis watak predatoris oligarki kekuasaan dalam blok-blok ekonomi politik strategis dapat kita lihat umpamanya dalam kebijakan menaikkan secara drastis tarif masuk ke Taman Nasional Komodo oleh Pemprov NTT.

Alih-alih kebijakan ini dibangun atas dalil konservasi, justru yang nampak adalah narasi ketundukkan pemerintah pada dikte pasar serta kuasa aliansi elit yang sedang menderegulasi substansi demokrasi.

Ke-tiga, pada tataran epsitemis, pra-kondisi yang juga berkontribusi dalam kegagalan konsolidasi wacana politik kiri di Indonesia adalah lemahnya tradisi filosofis liberalisme dan sosialisme dalam politik demokrasi kita. Lemahnya tradisi filosofis liberalisme tampak dalam pelanggaran terhadap kebebasan-kebebasan dasar manusia Indonesia.

Sementara itu, gejala keropos tradisi filosofis sosialisme tampak dalam individualisasi manusia Indonesia secara luas dan sistemik. Sehingga tak heran kalau kita mempunyai sistem pendidikan yang 100 persen individualistik dengan sistem penilaian yang berfokus pada prestasi individu. Ekonomi pasar disulap menjadi ekonomi uang sehingga kepemilikan individual terhadap uang amat menentukan hidup-matinya seseorang.

Segala urusan administrasi negara maupun swasta bersifat individualistik murni (kita tak punya KTP kolektif) dan banyak orang tak ambil pusing ketika semakin banyak orang harus secara solitair mencari tempat kerja untuk mempertahankan hidup (Suseno, 1987). Akibatnya, sensibilitas sosial dan moralitas publik yang penting dalam epistemologi gerakan politik sayap kiri menjadi perkakas purba yang mahal di Indonesia.

Merebut Demokrasi: Merancang Populisme Kiri

Dalam terang demokrasi radikal, tugas dari politik adalah membangun populisme kiri yang bisa mendayagunakan kekuatan demos dan mengartikulasikan antagonisme identitas-identitas kolektif (Thomassen, 2016). Oleh karena itu, usaha menggolkan agenda reformasi dan demokratisasi di Indonesia dapat dicapai dengan merancang populisme kiri yang memadai.

Pertama, membangun kerja politis yang terorganisasi dan efektif. Secara teoretis, ide pembentukan kendaraan politik sayap kiri sudah banyak diproblematisasi selama ini oleh intelektual dan pemikir dalam negeri. Akan tetapi, kerja teoretis ini belum bermetamorofosa ke dalam kerja praksis yang riil. Padahal, kerinduan dan suara minor masyarakat akan sebuah kiblat politik yang demokratis semakin kuat mengalir dari pelbagai pelosok negeri.

Kondisi ini seharusnya menjadi pra-kondisi, stimulus dan legitimasi paling mulia bagi para aktivis, intelektual, pegiat sosial, dan aktor-aktor populis untuk merancang dan membangun blok politik kiri yang kuat. Tugas ini tentu tak mudah karena harus dibayar biaya pengorbanan dan kerja luar biasa.

Untuk mewujudkannya dibutuhkan komitmen politik yang utuh melalui opsi keberpihakan pada demos, pelibatan dan konsolidasi pelbagai kelompok kepentingan identitas masyarakat sipil, kesiapan logistik politik, kampanye populistik yang strategis hingga pembentukan blok politik demokratis melalui partai politik.

Kedua, genderang populisme kiri juga dapat dialamatkan pada agama. Agama-agama perlu memerankan mythopoetic pembebasannya melalui agensi sosial, karya profetik emansipatif yang punya sigifikansi politis dan turut serta dalam usaha mengawal demokratisasi.

Salah seorang teolog pembebasan Katolik, Gustavo Gutierres, menekankan bahwa perjuangan masyarakat miskin untuk pembebasan membutuhkan keikutsertaan secara efektif dalam jalur kekuasaan politis dan itu hanya mungkin tercapai lewat formasi kehidupan masyarakat yang demokratis (Banawiratma, 1993).

Dalam kacamata teolog tersebut jelas bahwa peranan agama perlu mendapat bentuk yang politis. Aksi-aksi tersebut perlu disokong oleh pengembangan isi teologi yang sadar konteks. Ada peralihan dari model teologi lama yang individualistik dan menekankan moralitas privat menuju ethico sosial.

Ketiga, sebagai proyek dan kerja jangka panjang, usaha untuk merancang populisme kiri secara sederhana dapat diperjuangkan secara bersama-sama melalui gerakan penyadaran kolektif. Setiap insan yang punya komitmen politik populis perlu senantiasa mendukung dan mengampanyekan keberpihakan pada konstituen, merawat sensibilitas sosial, membangun jaringan kerja sama dan senantiasa mengawal gerak jalan demokrasi. Hal ini bisa berwujud umpamanya via sikap politik keberpihakan, partisipasi lewat menulis di media massa, terlibat dalam diskusi publik dan upaya merawat nilai-nilai bersama yang etis (common goods).

Hingga akhirnya pujian tak tanggung-tanggung bahwa demokrasi adalah the only game at the town mendapat legitimasi dan justifikasinya.

*Penulis adalah ASN Kementerian Agama

Fokus Budidaya Kakao dan Vanili, SMK St. Markus Kaliwajo Paga Prakerin di Bloro-Nita

Maumere, Ekoranttr.com – SMK St. Markus Kaliwajo Paga Jurusan Agribisnis Tanaman Perkebunan menjalankan Praktek Kerja Industri (Prakerin) di Poktan Plea Puli dan Meten Ler, Desa Bloro, Kecamatan Nita.

Guru Pendamping, Elisabeth Daso Dema kepada Ekora NTT mengemukakan Prakerin berlangsung dari 5 Juli-5 September 2022 berfokus pada budidaya kakao dan vanili.

“Alasan kami memilih kakao dan vanili karena di sekolah lebih banyak budidaya kakao dan vanili. Banyak orang tua berprofesi sebagai petani vanili dan kakao sehingga ketika mereka belajar di tempat praktek kemudian bisa diterapkan di kebunnya sendiri,” kata Elisabeth.

Dia bilang, di Poktan tempat praktek tersebut, 7 anak-anak didik kelas XII belajar pembibitan tanaman kakao, sambung samping tanaman kakao, sambung pucuk tanaman kakao, dan penanaman vanili.

Salah seorang siswa sedang melakukan penyambungan pucuk kakao/Ekora NTT

“Kegiatan sambung samping dan sambung pucuk kakao dilaksanakan di kebun salah satu anggota Poktan Plea Pulo dan penanaman vanili dilaksanakan di kebun salah satu anggota Poktan Meten Ler,” jelasnya.

Para peserta, tambahnya, sangat antusias karena apa yang mereka dapatkan di tempat praktek sangat sesuai dengan harapan mereka.

“Ketika selesai Prakerin, mereka bisa kembangkan lagi di sekolah dan tempat tinggal mereka,” ungkap lulusan Politeknik Pertanian Negeri Kupang ini.

Sementara itu Kepala BPP Nita Mance Menga ketika ditanya tentang antusiasme SMK untuk memilih Kecamatan Nita sebagai lokasi Prakerin.

Ia mengatakan, di Kecamatan Nita terdapat 195 kelompok tani sehingga cukup lengkap untuk prakerin tanaman perkebunan dan agribisnis, tanaman pangan, dan hortikultura.

“Para petani yang tergabung dalam Poktan di Kecamaatan Nita lebih kreatif serta inovatif karena pendampingan tim Kostratani BPP Kecamatan Nita cukup maksimal,” tutupnya.

Hoga Toda FC Mataloko Juara 1 Bhayangkara Cup 1 Waelengga

0

Borong, Ekorantt.com – Hoga Toda FC, klub sepak bola asal Mataloko, Kelurahan Todabelu, Kecamatan Golewa, Kabupaten Ngada, meraih juara 1 Turnamen Bhayangkara Cup 1 Waelengga, setelah berhasil mengalahkan Sakura FC Aimere, Kecamatan Aimere dengan skor 2-1, Minggu (24/7/2022).

Saat pertandingan  final ini, Hoga Toda FC dan Sakura FC menampilkan permainan yang indah dan sportif. Hal ini yang membuat ribuan penonton tidak beranjak dari pinggir lapangan bola kaki Waelengga. 

Hoga Toda mendapatkan hadiah pembinaan senilai 20 juta rupiah ditambah dengan piala. Sakura FC juga mendapatkan hadiah senilai 15 juta rupiah ditambah piala. 

Kemudian Montano FC dari Kota Bajawa yang meraih juara III mendapatkan hadiah senilai 10 juta  rupiah. Dan Waelengga Selection FC yang meraih juara IV mendapat hadiah senilai 7,5 juta rupiah.

Bupati Manggarai Timur, Agas Andreas menutup secara resmi turnamen Bhayangkara Cup I Waelengga dan menyerahkan dana 20 juta rupiah sebagai bentuk dukungan terhadap turnamen tersebut.

“Saya memberikan apresiasi kepada Panitia Turnamen Bhayangkara Cup I Waelengga yang sukses menyelenggarakan turnamen antar klub dari Kabupaten Manggarai Timur dan Ngada. Saya mendapatkan laporan bahwa dari awal sampai babak final, pertandingan berjalan aman. Ini memberikan contoh untuk turnamen-turnamen berikutnya,” kata Agas.

Dalam kesempatan itu, Ketua DPRD Manggarai Timur, Heremias Dupa juga memberikan sumbangan senilai lima juta rupiah.

“Terima kasih kepada Panitia yang memberikan pertandingan eksebisi saat pembukaan dan penutupan turnamen tersebut,” ucapnya.

Sementara itu, Bupati Ngada, Andreas Paru, memberikan apresiasi kepada panitia dan seluruh klub yang bertanding karena menjaga sportifitas.

“Ada yang unik yang dibuat Panitia dimana pemain dari klub yang juara satu dan dua serta official dikalungkan selendang songke khas Manggarai Timur, menggantikan medali. Ini sangat unik dan langka. Sepakbola juga adalah pariwisata dengan memperkenalkan budaya-budaya setempat,” ungkapnya.

Paru mengatakan, ia sudah berdiskusi dengan Bupati Manggarai Timur untuk menyelenggarakan turnamen bersama pada waktu mendatang.

Menurutnya, NTT memiliki potensi pemain sepak bola. Oleh karena itu, kedepannya dibenahi secara profesional.

Ketua Panitia Turnamen Bhayangkara Cup 1 Waelengga, Mikael Pakur saat memberikan laporan mengucapkan terima kasih kepada Pemda Manggarai Timur dan Ngada atas dukungan selama pertandingan. 

“Terima kasih kepada 28 tim yang sudah berlaga di lapangan hijau Waelengga. Terima kasih kepada Polres Manggarai Timur Polsek Kota Komba. Terima kasih kepada Pemerintahan Kecamatan Kota Komba, penonton dan warga Kota Komba. Terima kasih kepada seluruh Panitia Turnamen Bhayangkara Cup 1 Waelengga,” katanya.

Pelatih Hoga Toda FC, Yonas Longa, mengapresiasi penyelenggara turnamen tersebut.

Ia mengatakan sangat puas dengan kondisi lapangan pertandingan selama turnamen tersebut.

“Saya juga bangga dengan panitia yang menggunakan selendang songke sebagai pengganti medali yang dikalungkan kepada pemain juara satu dan dua bersama official,” ujarnya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Kapten Hoga Toda FC, Charles Bhuru. Menurutnya, penyambutan dengan atraksi budaya Manggarai Timur ini sangat baru, langka, dan sangat luar biasa. 

“Saya sering bertanding di Pulau Flores, Kupang, Sumba. Saya baru alami pertama kali pemain dikalungkan dengan kain selendang tenun songke khas Manggarai Timur. Saya sangat terharu dengan inisiatif-inisiatif panitia,” ucapnya.

Menengok Agro Hortikultura di Paroki Tilir Manggarai Timur

0

Borong, Ekorantt.com – Sejumlah tanaman hortikultura tertata apik di sisi timur Pastoran Paroki Tilir di Desa Benteng Riwu, Kecamatan Borong, Kabupaten Manggarai Timur. Aneka sayuran, tomat, dan cabai bertumbuh subur.

Di sisi timur lahan hortikultura tersebut terdapat bangunan memanjang berbahan bambu. Di dalamnya terdapat beberapa ekor kambing. 

Kemudian, di sisi baratnya ada kolam ikan berbentuk lingkaran. Di atas kolam itu dibangun jembatan kayu yang bentuknya unik dan menarik. Jembatan ini menjadi spot foto menarik dengan latar belakang kebun hortikultura.

Seorang pengunjung berpose di atas jembatan kayu dengan latar kebun hortikultura Paroki Tilir.

Kebun hortikultura Paroki Tilir ini mulai dikembangkan sejak 2019, setahun setelah RD. Fery Rusmidian, Pr, bertugas menjadi pastor paroki tersebut.

“Lahan ini dulu semak belukar. Setelah setahun menjadi Pastor Paroki,  saya bersama seksi PSE (Pengembangan Sosial Ekonomi) membuka lahan ini,” kata RD Fery saat ditemui Ekora NTT, Kamis (22/7/2022).

Pemberdayaan Umat

RD Fery mengatakan pihaknya mempekerjakan umat untuk mengolah lahan tersebut. Umat yang bekerja diupah per hari menggunakan dana paroki.

“Upah harian itu kami berikan saat mulai pembersihan lahan dan ketika ada kerja-kerja yang membutuhkan banyak orang,” tuturnya.

Setelah lahan dibersihkan, Seksi PSE memberikan kepercayaan kepada tiga ibu untuk mengolah lahan tersebut. Mereka menanam cabai dan sayur-sayuran.

“Ketiga ibu ini, kami beri upah per hari juga,” sebutnya.

Ia mengatakan, pihaknya juga mengembangkan hortikultura tersebut untuk memberi contoh kepada umat.

“Ada umat yang ikut, mereka sudah mulai kembangkan di sekitar rumah,” ujarnya.

Rawat Bumi 

Menurut RD Fery, sejak pertama mengelola lahan itu, pihaknya telah berkomitmen untuk tidak menggunakan pestisida dan pupuk kimia.

“Kami menggunakan pupuk organik dari rumput yang dicampur dengan kotoran ternak karena orientasi kita lebih kepada merawat tanah agar tetap subur dan mengembangkan pertanian berkelanjutan ,” katanya.

Tanaman di kebun Paroki Tilir ini bertumbuh subur.

Ia mengatakan, untuk memenuhi kebutuhan pupuk, pihaknya memelihara kambing.

“Untuk pakan kambing, kita tanam indiguefera. Jadi, bahan-bahan pembuatan pupuknya ada di dalam lahan ini juga. Kami tidak cari jauh-jauh,” ujarnya.

Agro Hortikultura

Penataan kebun hortikultura Paroki Tilir sangat indah. Berbagai sayuran dan buah ditanam dengan rapi. Di pinggir dan di tengah-tengah kebun juga telah ada beberapa spot foto yang menarik dengan latar tanaman yang hijau.

RD Fery mengatakan, penataan kebun yang ciamik itu juga dalam rangka mendukung Tahun Pastoral Pariwisata Holistik yang digagas Keuskupan Ruteng pada awal 2022.

“Kami menerjemahkannya dengan melanjutkan kebun hortikultura yang sudah ada ini dengan beberapa polesan agar terlihat lebih menarik,” ujarnya.

Untung

RD Fery menyebut pengembangan kebun hortikultura tersebut membawa banyak keuntungan bagi Paroki Tilir.

“Keuntungan itu bagi saya bukan soal jumlah uang yang kita dapat. Tetapi, lebih kepada bagaimana kami selalu konsumsi sayur dan buah segar yang tidak terkontaminasi zat kimia,” katanya.

Kemudian, keuntungan berikutnya, kata dia, umat teredukasi dan terinspirasi untuk mengembangkan hortikultura, sehingga mereka tidak hanya mengandalkan hasil kopi yang hanya sekali panen setahun. 

“Mereka sudah mulai mengembangkan hortikultura yang bisa menghasilkan uang dalam jangka waktu dua sampai tiga bulan,” ujarnya.

“Lalu, keuntungan lainnya adalah pengawetan lahan, kebun pastoran sehat dan asri, selain tanaman,  tanah juga mendapat asupan makanan melalui pupuk organik,” kata RD Fery.

Ia mengatakan, pemasukan dari usaha hortikultura itu mencapai belasan juta rupiah setiap tahun.

“Kami jual sayur, cabai, tomat, dan beberapa lainnya ke masyarakat sekitar dan ke Pasar Inpres Ruteng. Setahun itu bisa belasan juta rupiah. Pernah dapat 14 juta rupiah,” katanya.

Hasil penjualan sayur dan buah itu, kata dia, digunakan untuk membayar upah umat yang bekerja di kebun hortikultura tersebut.