Maumere, Ekorantt.com – Pada Kamis, 26/9/2019, elemen-elemen mahasiswa di Maumere yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Gerakan Kerakyatan (AMGK) Kabupaten Sikka menggelar aksi demonstrasi/turun ke jalan. Demonstrasi tersebut merupakan bentuk penolakan mahasiswa terhadap UU KPK hasil revisi.
Ada tiga poin penting yang menjadi inti dari tuntutan demonstrasi mahasiswa. Pertama, mendesak DPRD Kabupaten Sikka untuk menolak UU KPK yang telah disahkan oleh DPR RI tertanggal 24 September 2019.
Kedua, mengultimatum Presiden Republik Indonesia Ir. Joko Widodo melalui DPRD Kabupaten Sikka untuk mendesak Presiden Republik Indonesia untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang KPK.
Ketiga, mendesak DPR RI untuk menghentikan segala bentuk pelemahan terhadap KPK RI dan menyerukan kepada seluruh masyarakat Indonesia dan segenap Organisasi Masyarakat bersatu untuk menolak RUU KPK.
Selain Undang-Undang KPK, hal lain yang juga ditolak oleh aliansi mahasiswa yaitu beberapa revisi undang-undang yang memuat pasal-pasal bermasalah, antara lain dalam RKUHP, UU Pertanahan, UU PAS, dan UU Ketenagakerjaan.
Berkaitan dengan RUU Pertanahan, aliansi mahasiswa menilai, penolakan terhadap RUU Pertanahan sangat kontekstual dengan situasi di daerah (Flores, red) yang kerap menjadi sasaran empuk investasi dan eksploitasi korporasi serta oligarki yang tamak.
Tiga tuntutan utama aliansi mahasiswa mengenai RUU Pertanahan antara lain pertama, tolak Undang-Undang Pertanahan dan segala pasal kontroversialnya (Pasal 25, Pasal 36, Pasal 45 Ayat 9, Pasal 89, dan Pasal 94 RUU Pertanahan.
Kedua, selesaikan konflik-konflik agraria, kembalikan hak tanah pada ulayat.
Ketiga, segera menuntaskan reformasi agraria berdasarkan UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria.
Alvian Ganggung, wakil dari GMNI menyatakan, tuntutan aliansi didasarkan pada substansi RUU Pertanahan yang dinilai tidak adil terhadap petani. Ada sejumlah pasal diskriminatif dalam RUU pertanahan itu, misalnya yang terkait dengan perpanjangan HGU, tidak terbukanya informasi perpanjangan HGU, dan tidak ada kejelasan luas lahan untuk HGU serta ancaman pidana korban penggusuran.
Dalam demonstrasi tersebut, aliansi mahasiswa mengelaborasi fakta-fakta dan hasil judicial review terkait tuntutan mereka terhadap pembatalan UU KPK, serta bukti-bukti mengenai pasal-pasal bermasalah yang ada dalam beberapa rancangan undang-undang yang sudah disebutkan sebelumnya.
Demonstrasi yang diinisiasi oleh PMKRI, GMNI, HMI, dan IMM (Aliansi Cipayung Plus) itu diawali dengan long march dari sekitar kompleks IKIP Muhammadiyah Maumere. Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam demonstrasi tersebut kemudian bergerak menuju kota Maumere, melalui jalan raya utama.
Sesuai dengan agenda yang dirilis sebelumnya, para demonstran pertama kali berhenti dan melakukan orasi di depan Polres Sikka. Setelah itu para demonstran bergerak menuju lepo kulababong, kantor DPRD Kabupaten Sikka.
Sepanjang perjalanan, wakil dari organisasi-organisasi mahasiswa bergantian melakukan orasi, bernyanyi, membacakan puisi untuk membakar antusiasme massa.
Sampai di kompleks kantor DPRD Kabupaten Sikka, mahasiswa melakukan aksi berjalan mundur sekitar 500 meter. Mereka berarak dari gerbang kantor DPRD Kabupaten Sikka, menuju pelataran depan ruang sidang DPRD.
Aksi berjalan mundur ini merupakan simbol protes dan pendapat mahasiswa yang menilai pemerintahan Indonesia sedang bergerak mundur ke masa dua puluh tahun yang lalu, ketika pemerintahan otoritarianisme diktator Soeharto berkuasa.
“Demokrasi sedang dikangkangi dan dikebiri! Demokrasi dikorupsi! DPR dan Presiden sedang membawa bangsa ini ke era Orde Baru, ketika rakyat dipimpin dengan tangan besi!”
Sampai di depan pelataran ruang sidang DPRD, tiap-tiap wakil dari organisasi mahasiswa yang tergabung dalam aliansi mahasiswa bergantian melakukan orasi, membacakan fakta dan bukti yang mendukung tuntutan mereka.
Setelah beberapa saat, dipimpin oleh Ketua DPRD Donatus David, para anggota DPRD Kabupaten Sikka keluar dari ruang sidang dan menemui para demonstran. Ketua DPRD, Donatus David memberi kesempatan kepada para demonstran untuk secara bebas dan terbuka menyampaikan tuntutan mereka.
Kericuhan terjadi, lantaran ketika para demonstran sedang membacakan tuntutan mereka, tidak ada satupun anggota DPRD yang terlihat mencatat tuntutan-tuntutan dan rilis sikap yang dibacakan tersebut.
Adu argumen terjadi. Ketua DPRD meminta para mahasiswa menyerahkan salinan naskah rilis sikap dari aliansi mahasiswa. Sementara aliansi mahasiswa mati-matian teguh pada pendiriannya, meminta para anggota DPRD menghargai kerja intelektual para mahasiswa, yaitu dengan mencatat tuntutan-tuntutan mahasiswa.
“Kami masih percaya pada DPRD Sikka. Karena itulah kami datang ke sini, menyampaikan tuntutan kami. Kami berharap, bersama DPRD Sikka, tuntutan-tuntutan mahasiswa bisa diteruskan ke Presiden. Tapi apa? Bapa-Ibu DPR merasa diri sudah pintar, sama sekali tidak hargai mahasiswa. Kami tidak akan bacakan tuntutan kalau Bapa-Ibu DPR tidak catat tuntutan kami. DPR, tolong jangan khianati kami!”, ujar Mario Fernandes dari balik pelantang suara, saat melakukan negosiasi dengan DPRD.
Merasa tidak dihargai, para mahasiswa semakin lantang berteriak. Tuntutan dan orasi beberapa kali diulang. Demonstran tidak menggubris jawaban dari para anggota DPRD yang berusaha meyakinkan mereka bahwa tuntutan-tuntutan mereka direkam dengan sangat baik melalui alat perekam suara.
Frustasi, Donatus David dan para anggota DPRD akhirnya masuk ke ruang sidang. Para demonstran beramai-ramai mengikuti dari belakang. Pintu ruang sidang yang setengah tertutup dan dijaga Pol. PP berusaha didobrak masuk oleh para mahasiswa.
Aksi saling dorong terjadi beberapa saat, antara mahasiswa dan Pol. PP. Pintu sebelah utara ruang sidang DPRD beberapa kali ditendang dan dipukul, entah dengan tangan maupun dengan kayu tiang bendera yang dibawa demonstran.
Ketika situasi makin tak terkendali, para anggota DPRD mengundang masuk aliansi mahasiswa untuk memulai sidang dengar pendapat, dipimpin oleh Wakil Ketua DPRD Karimanto Eri.
Seketika, demonstran masuk, menduduki balkon ruang sidang DPRD dan beberapa kursi di sisi kiri dan kanan ruangan tersebut. Ruang sidang DPRD mendadak bising, dengan nyanyian dan teriakan.
Koordinator aliansi mahasiswa sempat menolak sidang. Mereka tidak ingin ada rapat. Mereka lebih menuntut DPRD Sikka memberikan pernyataan sikap dengan segera, mendukung tuntutan aliansi mahasiswa.
Setelah beberapa lama berunding, mahasiswa akhirnya mengikuti mekanisme yang ditawarkan DPRD. Mahasiswa membacakan tuntutan dan menyerahkan salinan rilis sikap.
Karimanto Edi berjanji akan meneruskan tuntutan-tuntutan para mahasiswa ke Presiden dan DPR RI di Jakarta. Meski demikian DPRD Sikka tetap menolak memberikan pernyataan sikap, mendukung tuntutan-tuntutan dari aliansi mahasiswa tersebut.
Ketika dihubungi EKORA NTT pada Senin, 30/9/2019, Mario Fernandes menegaskan bahwa demonstrasi yang lalu bukanlah akhir dari seluruh usaha mahasiswa Maumere untuk mendorong upaya penegakan demokrasi di Indonesia.
Pihaknya terus berkoordinasi dengan aliansi Cipayung Plus pusat untuk terus mengawal tuntutan-tuntutan yang telah mereka utarakan.
“Kami berterima kasih DPRD Sikka yang mau menerima dan meneruskan tuntutan kami ke Jakarta. Meskipun kami agak kecewa karena tidak ada pernyataan sikap dari DPRD yang disampaikan ke publik terkait dukungan mereka terhadap pembatalan UU KPK dan revisi beberapa UU yang kami tuntut. Kami tetap berkoordinasi dengan rekan-rekan aliansi pusat dan terus mengawal tanggapan dan respon dari Presiden dan DPRD terhadap tuntutan-tuntutan aliansi”. (eka)