Menyimak Kisah Guru Itha Dhiki, Korban Kerusuhan Wamena Asal Ende-NTT

Ende Ekorantt.com – Pasca kerusuhan di Wanena-Papua 23 September 2019 lalu, sebanyak 35 warga NTT dipulangkan ke daerah asalnya masing-masing. Ada 8 orang dari Flores Timur, 8 orang dari Ende, dan 19 orang dari Nagekeo.

Satu diantara para pengungsi itu adalah Bergitha Dhiki. Perempuan yang biasa disapa Ibu Itha ini berasal dari Kecamatan Maurole, Kabupaten Ende.

Ia merantau ke Papua dan bekerja sebagai guru bersama suaminya Anselmus Resi yang juga seorang guru.

Ibu Itha diangkat menjadi guru PNS pada SMP Eleim di Kabupaten Yalimo tujuh tahun silam. Kabupaten Yalimo adalah pemekaran dari Kabupaten Wamena di Provinsi Papua.

Sementara suaminya, Anselmus Resi bekerja sebagai guru di SD YPPK St. Yusuf Wamena.

iklan

Dengan kondisi demikian, pasangan suami istri ini harus tinggal berpisah untuk menjalankan tugas mengajar. Suami bersama anaknya menetap di Wamena sedangkan dirinya harus tinggal di Kecamatn Yalimo yang jaraknya ratusan kilometer dari Wamena.

Mereka hanya bisa bertemu setiap akhir pekan.

Ibu Itha, Jum’at malam (18/10/2019) menuturkan, saat kerusuhan pecah ia sedang berada di rumah, mes guru Sekolah Dasar tempat suaminya mengajar.

“Secara tiba-tiba di luar rumah terjadi bunyi ledakan dan huru hara manusia. Di kompleks sekolah juga ada api, ternyata ruangan kantor sekolah sudah dibakar,” kisah Ibu Itha.

“Kami panik. Saya, suami dan anak-anak terjebak di dalam rumah. Tiba-tiba datang 4 orang, mereka sangat beringas. Di tangannya ada jerigen. Itu isinya mungkin bensin. Sementara rumah kami dilempar dengan batu batu besar. Kaca rumah pun hancur berantakan.”

Berutung saja, saat panik, keluarga Ibu Itha diselamatkan oleh seorang sahabat suaminya. Seorang perempuan Papua menghadang 4 orang tak dikenal di depan gerbang rumah miliknya.

“Kalian jangan bakar. Jangan bunuh. Kalau kalian bakar atau bunuh, silakan bunuh dahulu saya,” ungkap Ibu Itha meniru kata-kata perempuan yang menyelamatkan keluarga mereka.

“Jadi kacau itu sekitar 3 jam. Kami tidak bisa keluar. Karena di luar sangat seram, anak saya ini sampai muntah-muntah karena ketakutan. Semua kami lihat dengan mata sendiri di balik jendela rumah.”

Dirinya bersyukur karena selamat dalam kejadian itu. Bersama keluarganya, Ibu Itha diamankan di Kantor Polres Wamena sejak 23 September hingga 29 September 2019.

Sejak terjadi kerusuhan, tutur Ibu Itha, banyak warga yang ditampung di kantor Polisi, Koramil , Kodim, markas Batalion,dan rumah ibadah. 

“Itu kita semua panik jadi kami tidak berani pulang ke rumah.”

Di Polres Wamena Ibu Itha dan ratusan pengungsi tinggal satu minggu. Karena situasi masih mencekam, mereka diangkut menggunakan pesawat Herkules milik TNI AD menuju Jayapura.

“Kami di Polres Wamena satu minggu, ada ratusan pengungsi asal NTT. Saya lupa jumlahnya, tapi cukup banyak. Ada yang dari Nagekeo, Maumere dan Ende,” tuturnya.

“Makan minum semua pemerintah yang mengurus, baik dari Provinsi Papua maupun provinsi NTT.”

Pilihan kembali ke daerah asal adalah pilihan yang sulit bagi Ibu Itha mengingat sang suami masih bertahan di Wamena menunggu situasi kondusif.

Namun berdasarkan koordinasi dengan pihak sekolah tempat ia mengajar, dirinya bersama anak-anaknya dipersilahkan pulang kampung sembari menunggu situasi kondusif.

Di Jayapura, Ibu Itha dan ratusan pengungsi asal NTT mendiami Markas Batalion 751 Jayapura.

Setelah satu minggu di sana, mereka kemudian diantar menggunakan KM Dobonsolo ke Makassar, Sulawesi Selatan. Perjalanan mereka tepuh 5 hari 5 malam.

Setibanya di Makassar, dirinya mengaku lega. Tapi pikirannya masih menyimpan tanya akan kondisi suaminya yang masih bertahan di Wemena.

“Di Makassar kami hanya satu malam menginap di Kantor Dinsos Provinsi Sulawesi selatan. Besoknya sudah dengan Bukit Siguntang dan turun di Maumere,” ujarnya.

Ibu itha menaruh syukur karena sampai di Kabupaten Ende dengan selamat.

“Kami ke Ende juga diantar oleh staf Dinsos Sikka. Dan malam ini kami diterima sangat baik oleh Dinsos Ende. Semua kebaikan ini kami serahkan kepada Tuhan untuk membalas,” ucapnya lega.

Rasa trauma memang membekas. Tapi hal itu tidak mengurungkan niat Ibu Itha untuk kembali ke Wemena. Sebab, menurutnya, tugas panggilan sebagai guru untuk mencerdaskan anak bangsa di Papua terus menyala dalam dirinya.

“Rindu untuk kembali, rindu rumah, rindu anak sekolah, semoga situasi cepat pulih dan semua akan berjalan normal. Saya pasti pulang lagi jika situasinya benar-benar kondusif,” kata Ibu Itha menutup perbincangannya dengan Ekora NTT.

Kepala DInas Sosial Kabupaten Ende, Marni Kusuma

Saat dikonfirmasi, Kepala Dinas Sosial Kabupaten Ende Marni Kusuma menjelaskan, ada delapan warga Ende yang dipulangkan pasca kerusuhan di Wanema beberapa waktu lalu.

Pihaknya akan terus bekerja dan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait tentang informasi pengungsi asal Kabupaten Ende.

“Informasi yang kita dapatkan masih ada yang menyusul. Kita akan urus dengan baik,” ungkap Marni.

TERKINI
BACA JUGA