Tarian Bebing Meriahkan Festival Seni Budaya Sikka

Maumere, Ekorantt.com –  Festival Seni Budaya Kabupaten Sikka berlangsung di Pusat Jajanan dan Cinderamata (PJC) Maumere, Flores, NTT, sejak Kamis hingga Sabtu, (14-16/11,2019) malam.

Acara Festival Seni Budaya banyak menarik perhatian warga, tidak hanya warga sekitar PJC Maumere, tetapi juga yang datang dari luar Maumere dan wisatawan asing.

Sejak dibuka Kamis malam oleh Wakil Bupati Sikka Romanus Woga, aneka pentas kesenian khas kabupaten Sikka digelar dalam festival ini.

Di antara ragam kesenian yang digelar, satu kesenian sangat menarik perhatian banyak pengunjung. Kesenian itu adalah tarian bebing. Tarian bebing ditampilkan saat acara pembukaan Festival Seni dan Budaya Sikka.

Tarian bebing dari kampung Hokor, Desa Hokor, Kecamatan Bola adalah tarian yang mengisahkan penyambutan para prajurit dari medan perang.

iklan

Menurut Yoseph Sugondo, salah satu penggarap tarian bebing, ada empat babak yang menyusun keseluruhan tarian bebing.

Babak pertama adalah babak doa. Dalam babak ini, ada tiga unsur yang menjadi permohonan masyarakat.

Pertama, permohonan kepada Allah sebagai penguasa jagat raya.

Kedua, permohonan kepada arwah leluhur untuk meminta dukungan agar dalam pertempuran, para prajurit bisa mendapatkan kemenangan.

Ketiga adalah permohonan kepada alam. Doa diucapkan agar alam dapat menyatu dengan para prajurit di medan pertempuran.

Keseluruhan babak pertama ini diiringi musik gong waning yang disebut ‘plahi’.

Babak kedua adalah babak pemilihan prajurit atau dalam bahasa Sikka disebut “li’i lahi”.

Dalam babak ini, hulu balang sebagai pemimpin pasukan akan memilih prajurit-prajurit terbaik untuk turun ke medan pertempuran. 

Babak ini diiringi dengan gong waning yaitu, “‘le’ wawa”.

Babak berikut adalah babak latihan. Sebelum berangkat ke medan pertempuran, para prajurit dilatih oleh hulu balang. Latihan dimaksudkan untuk mendapatkan prajurit-prajurit yang ampuh, gagah berani dan siap turun ke medan perang. Prosesi latihan ini diiringi pukulan yang disebut ‘lawang’.

Babak yang berikut adalah babak pertempuran atau bebing yang menjadi inti dari seluruh cerita tarian ini.

Setelah bebing, babak terakhir adalah babak kemenangan. Keseluruhan babak kemenangan diiringi oleh pukulan gong waning yang disebut boka atau pekikan kemenangan.

Ada  pun atribut-atribut kostum yang dikenakan oleh prajurit anntara lain, topi hulu balang yang disebut ‘lado’. Lado menandakan pemimpin pasukan yang gagah berani yang siap memimpin di medan pertempuran. Selain lado, ada juga kalung di dada sang hulu balang yang kerap dikenal dengan istilah ‘wuli’.

“Setiap pernak pernik yang ada di kalung itu menandakan satu kemenangan. Banyaknya wuli atau pernak pernik yang ada di kalung itu menandakan banyaknya pertempuran yang sudah dimenangkan,” ujar Sugondo.

Ada juga secarik daun lontar dalam atribut hulu balang. Daun lontar itu adalah penanggalan. 

“Zaman dahulu belum ada kalender. Setiap helaian yang diikat di daun lontar itu menandakan hari dimana pecahnya perang. Setiap hari, helaian daun lontar dilepas satu sampai dengan selesai. Saat selesai, itulah waktunya para prajurit harus bertempur di medan perang,” tuturnya.

Yoseph Sugondo percaya bahwa nilai dari tarian bebing masih relevan sampai saat ini.

“Sebagai umat sikka, peperangan kita tidak berakhir di zaman dahulu. Hari ini kita masih berperang melawan segala yang menghalangi kemajuan nian tana Sikka,” tutupnya.

Wakil Bupati Sikka, Romanus Woga berharap Festival Seni dan Budaya Sikka ini digelar secara rutin. Selain untuk melestarikan budaya, festival ini juga diharapkan bisa menambah jumlah wisatawan di Kabupaten Sikka dari tahun ke tahun.

spot_img
spot_img
TERKINI
BACA JUGA