Dipanggil untuk “Menjadi” (Refleksi Usai Pilkada Serentak 2020)

Oleh: Bernardus Tube Beding*

Perhelatan demokrasi lima tahunan di Indonesia telah usai dilaksanakan. Peluang sosok yang akan menduduki kursi pemerintahan daerah sudah bisa kita amati dan tahu. Faktanya bahwa di layar media sosial telah ramai ucapan profisiat dan selamat untuk kandidat yang menang, walaupun belum ada keputusan final dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Pilkada serentak 2020 dapat direfleksikan sebagai peristiwa “panggilan” seperti dialami oleh Andreas dan Simon dalam Injil Markus 1:16-20.

Refleksi Biblis

Ketika membaca dan mendalami topik Injil Markus tersebut, saya dapat memahaminya dalam dua cara, yakni pewartaan Yesus Kristus tentang Kerajaan Allah dan permulaan warta gembira tentang Yesus Kristus sebagai Pembawa Keselamatan.

iklan

Yesus Krestus adalah pusat dan Objek dari pewartaan Injil dan pewartaan Apostolik. Misi Yesus yang pertama dan utama adalah mewartakan Kerajaan Allah kepada seluruh umat manusia. Warta Keselamatan Allah bersifat universal dan terbuka bagi semua orang tanpa kecuali.

Yesus mengawali karya pewartaan-Nya dengan seruan pertobatan, “Bertobatlah dan percayalah kepada Injil” (Markus 1:15). Bertobat berarti melepaskan diri dari ikatan dosa-dosa untuk memulai suatu kehidupan baru dalam terang kebaikan.

Pertobatan sebagai syarat mutlak untuk mengambil bagian dalam karya keselamatan Allah. Dengan mengambil bagian dalam karya keselamatan, berarti kita secara bebas mengikuti Yesus.

Dalam konteks ini, panggilan untuk mengikuti Yesus harus dijawab secara bebas dan bertanggung jawab. Mengikuti Yesus berarti melepaskan diri dari segala ikatan duniawi dan menjadi pewarta karya keselamatan Allah. Karena itu, seorang yang dipanggil untuk mengikuti Yesus harus bersedia memikul salibnya.

Inti pewartaan Yesus adalah Kerajaan Allah, keselamatan universal bagi segala bangsa. Dia adalah Penyelamat Dunia. Dia diutus ke dunia untuk mewartakan keselamatan kepada segala bangsa.

Yesus berkeliling dari desa ke desa dan kota-kota untuk berbuat baik dan menarik semua orang ke pada keselamatan. Lewat kotbah dan mukjizat-mukjizat yang dikerjakan-Nya, Yesus menunjukkan kepada manusia bahwa Kerajaan Allah sudah dekat, karena itu manusia harus bertobat.

Dalam Injilnya, Santu Markus menjelaskan dan mencatat bahwa permulaan karya pewartaan Yesus ditandai dengan seruan, “Bertobatlah dan percayalah kepada Injil” (1:15). Sesungguhnya, tuntutan radikal dari Injil adalah pertobatan. Orang harus bertobat dan percaya kepada Injil. Dengan bertobat, seorang dapat mengambil bagian dalam karya keselamatan Allah. Tanda pertama dari kehadiran Kerajaan Allah adalah persekutuan orang-orang pilihan dengan Yesus dalam karya pewartaan-Nya.

Selanjutnya, Markus mencatat tentang kisah panggilan Andreas dan Simon saudaranya. Kisah panggilan ini berlangsung dalam suatu dialog yang singkat dan sederhana tanpa adu argumentasi.

Yesus berkata kepada mereka, “Mari, Ikutilah Aku, dan kamu akan kujadikan penjala manusia” (1:17). Suatu ajakan yang singkat dan mudah dimengerti dengan akal budi.

Kedua murid itu pun tanpa ragu-ragu menanggapi dan mengikuti Yesus walaupun mereka tidak tahu risiko yang bakal terjadi. Mereka tidak punya pegangan yang pasti dan tidak pernah berpikir tentang tantangan zaman yang bakal menghadang mereka. Mereka cuma memiliki suatu keyakinan (iman) bahwa orang yang memanggil mereka itu adalah orang baik.

Karena itu, ziarah panggilan dan perutusan mereka masih kabur dan tidak ada arah yang pasti. Iman sebagai dasar pijakan mereka untuk bergerak maju menuju suatu perubahan, suatu reformasi diri tanpa syarat. Sebab suatu ziarah perutusan hanya mungkin bila kesiapan dan kerelaan untuk diutus.

Allah menggunakan manusia sederhana dan polos untuk menjalankan suatu misi keselamatan bersama dengan Putera-Nya, Yesus. Jawaban Andreas dan Simon dengan cara meninggalkan pekerjaan rutin mereka sebagai nelayan (penjala ikan) dan beralih kepada suatu profesi baru, yakni menjadi penjala manusia. Suatu peralihan profesi yang radikal dari pekerjaan menangkap ikan dengan cara tradisional kepada suatu profesi baru yang rumit dan penuh tantangan, yakni sebagai penjala manusia.

Refleksi Konteks Pilkada

Konteks Pilkada serentak 2020 merupakan panggilan pertobatan sekaligus misi perutusan keselamatan bersama masyarakat daerah. Secara khusus, di daratan Flores, Pilkada dipandang sebagai panggilan profesi baru, sekaligus misi baru.

Pandangan ini dilatar oleh unggulnya paslon-paslon “penantang” paslon petahana. Artinya, semuanya serba baru yang menantang. Paslon-paslon pemenang pilkada dipanggil untuk “menjala manusia” yang berakal budi dan punya kehendak bebas bukan pekerjaan yang mudah.

Namun, mereka seperti kedua murid (Andreas dan Simon) yang adalah orang-orang desa harus bergerak maju kepada suatu jenjang tugas yang lebih tinggi: menjadi murid Yesus dalam lingkup pemerintahan daerah. Suatu tantangan berat yang harus dihadapi tanpa syarat apa pun.

Seruan, “Mari, ikutilah Aku dan kamu akan Kujadikan penjala manusia” bukan hanya dialamatkan kepada kaum religius, tetapi kepada semua orang yang dipanggil kepada misi pewartaan keselamatan, termasuk para kepala daerah. Suatu ajakan yang kedengaran indah tetapi penuh tantangan.

Tantangan itu harus dihadapi oleh kepala daerah terpilih seperti kedua nelayan sederhana dari Galilea itu dengan latar belakang pendidikan yang sangat sederhana. Allah memilih orang-orang yang terbatas dan lemah untuk mempermalukan orang-orang yang pintar.

Yesus menghabiskan karya misi-Nya berada bersama dengan para murid-Nya. Dia membiarkan mereka mengetahui dan mengenal cara berpikir, merasakan, dan bertindak. Dia bukan hanya meminta mereka mengikuti-Nya, melainkan mereka harus menjadi murid-murid yang sungguh-sungguh memiliki komitmen dan motivasi iman yang kuat.

Demikian juga harapan masyarakat daerah bagi paslon yang terpilih, mengetahui dan mengenal cara berpikir, merasakan, dan bertindak untuk kesejahteraan rakyat. Hal ini harus menjadi motivasi dan komitmen kuat untuk sebuah perubahan, yang baik ditingkatkan dan yang gagal diperbaiki.

Mereka harus aktif terlibat dalam seluruh karya pewartaan Yesus. Keputusan mereka harus jelas dan satu, yakni mengikuti Yesus tanpa syarat. Itulah alasan mengapa Yesus menuntut para murid-Nya selalu berada bersama-Nya. Karena Yesus adalah perwujudan cinta Allah, “Inilah Putera-Ku terkasih, kepada-Nya Aku berkenan”. Suatu pengakuan bahwa Yesus adalah penyelamat dunia.

Karena itu, paslon-paslon terpilih harus mengikuti semangat misi Yesus sebagai penyelamat dunia (baca:keselamatan masyarakat).

Keindahan dari suatu panggilan adalah bahwa Allah memilih manusia tanpa pandang warna kulit, golongan, bangsa, atau pun ras. Para paslon yang dikehendaki masyarakat daerah memiliki latar belakang berbeda-beda. Hal ini yang menunjukkan bahwa panggilan Allah itu bersifat universal dan terbuka bagi semua orang tanpa kecuali.

Ada suatu dimensi yang lebih mendalam, yaitu Allah memanggil dan memilih paslon harapan masyarakat karena cinta-Nya, karena Allah mencintai manusia tanpa syarat apapun. Dalam setiap panggilan, Allah selalu berinisiatif untuk menyelamatkan manusia. Manusia harus memberikan jawaban pasti terhadap undangan keselamatan-Nya.

Allah tetap menghargai keputusan bebas manusia, tak ada paksaan untuk mengikutinya. Dia memilih para pemimpin daerah untuk menjadi sarana untuk memberikan kesaksian tentang Yesus dan keselamatan masyarakatnya.

Hemat saya, paslon yang terpilih adalah pribadi-pribadi yang bersedia menanggapi undangan Allah. Mereka memiliki kerelaan dan komitmen untuk menjawab panggilan Allah. Artinya, mereka rela menjadi penjala manusia yang jujur dan terbuka, sekaligus memiliki komitmen dan kesiapan untuk diutus. Seperti kata Yesus, “Aku mengutus kamu bagai anak domba ke tengah serigala”.

Memasuki dunia serigala memang tidaklah mudah dan sangat berat. Sesungguhnya, medan perutusan menjadi kepala daerah sangat berat, penuh tantangan. Wilayah yang dipimpin dewasa ini dihadapi dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi. Karena itu, paslon yang terpilih perlu mencari Tuhan di tengah dunia yang beringas dan brutal ini.

Dunia kita seolah sudah kehilangan tempat tinggal bagi Yesus. Dalam situasi demikian, seorang pemimpin harus masuk mencari Yesus, “Guru, di manakah Engkau tinggal?”

Apabila paslon terpilih menolak undangan Allah, maka itu berarti mereka tidak mau bersahabat dengan Allah. Mereka tidak mau membangun jembatan persahabatan dengan Allah dan membelot dari rencana keselamatan Allah. Hal itu berarti para Paslon pilihan rakyat sedang membangun banteng-benteng pertahanan diri yang terisolasi dari rencana keselamatan Allah, yakni kesejahteraan masyarakat daerah.

Mereka tidak mau berada dan tinggal bersama dengan Allah. Mereka tidak memiliki kerinduan untuk mencari Yesus; “Guru, di manakah Engkau tinggal?” Mudah-mudahan tidak demikian, melainkan terpanggil untuk menjadi “penjala manusia”.

*Pegiat Literasi dan Dosen Prodi PBSI Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
TERKINI
BACA JUGA