Berusia 34 Tahun, Ini Kunci Sukses Sanggar Budaya Bliran Sina Watublapi-Maumere

Maumere, Ekorantt.com – Sanggar Budaya Bliran Sina Watublapi-Maumere yang kini berusia 34 tahun ternyata memiliki kunci sukses mempertahankan proses pembuatan kapas jadi benang hingga menggunakan pewarna alami yang berasal dari tumbuh-tumbuhan.

Dalam sejarahnya, sanggar budaya ini didirikan pada 1988 oleh Almarhum Romanus Rewo dan terletak di Dusun Watublapi, Desa Kajowair, Kecamatan Hewokloang, Maumere, Kabupaten Sikka.

Menurut Ketua Sanggar Bliran Sina Watublapi Yosef Gervasius, kunci sukses di balik eksisnya sanggar tersebut hingga saat ini karena menerapkan sistem manajemen yang sangat terbuka.

Artinya, kata Yos, setiap kegiatan apa saja selalu diawali dengan pertemuan kelompok dan diakhiri dengan kegiatan evaluasi.

“Kami juga selalu minta pendapat kepada setiap tour operator dan juga menerima masukan dari setiap tour leader yang berkunjung ke Sanggar Bliran Sina,” ujar Guru SMK Santo Thomas Maumere ini kepada Ekora NTT, Sabtu (16/4/2022).

iklan
Tujuan dari hadirnya Sanggar Budaya, tutur Yos, meningkatkan pendapatan masyarakat melalui penjualan produk seni tradisional, meningkatkan kesejahtraan dan kenyamanan hidup bermasyarakat yang mempertahankan kearifan, sosial budaya, dan lingkungan hidup.

Selain itu, lanjut Yos, pihak sanggar selalu berpedoman pada Visi dan Misi Sanggar yakni mewujudkan kesejahtraan yang menghargai dan mendukung kelestarian lingkungan, nilai- nilai sosial dan seni budaya lokal sebagai aset nasional.

Sedangkan misinya, Yos mengatakan, untuk menggali, melestarikan, dan mengembangkan nilai-nilai sosial seni budaya dan lingkungan hidup.

Tujuan dari hadirnya sanggar budaya, tutur Yos, meningkatkan pendapatan masyarakat melalui penjualan produk seni tradisional, meningkatkan kesejahtraan dan kenyamanan hidup bermasyarakat yang mempertahankan kearifan, sosial budaya,  dan lingkungan hidup.

“Ini sejalan dengan tujuan pendiri sanggar besutan Almarhum Romanus Rewo yang ia inginkan yakni wadah dalam bentuk organisasi yang memiliki manajemen yang baik sehingga sanggar ini bisa dikelola dengan baik,” paparnya.

Dijelaskan Yos, sejak awal sanggar budaya ini hanya fokus pada tenun ikat dan juga promosi saja.

“Dari Dinas Pariwisata Sikka minta selain mempromosikan kain tenun ikat sanggar juga diminta menyiapkan tarian dan musik tradisional,” katanya.

“Hal ini dimaksud agar baik wisatawan mancanegara dan domestik selain menyaksikan para penenun mengerjakan tenun ikat dengan pewarna alami dan membeli sarung juga sekalian menyaksikan tarian tradisional yang disuguhkan,” sambungnya.

Dikatakan pula, selama masa pandemi Covid-19, omset penjualan menurun jauh berkisar 80 persen; diperparah lagi dengan tidak adanya kunjungan wisatawan sehingga betul-betul sangat menyulitkan bagi kelompok penenun.

“Saat ini, baru wisatawan domestik yang mengunjungi Sanggar Bliran Sina. Kita harapkan pariwisata bisa kembali bergairah sehingga para penenun sarung tenun ikat kembali tersenyum,” harapnya.

TERKINI
BACA JUGA