Kumpul Kope di Manggarai

Oleh Riko Raden*

Salah satu tradisi Manggarai di Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur yang sering dilakukan masyarakat setempat hingga saat ini adalah kumpul kope. Tradisi ini merupakan salah satu bentuk solidaritas antara keluarga kerabat patrilineal, kerabat tetangga, dan juga kerabat kenalan dekat dalam penyelesaian biaya belis.

Dengan adanya tradisi kumpul kope, secara tidak langsung menyatukan dan memperat hubungan antara keluarga dan kerabat serta meringankan beban keluarga laki-laki dalam menyelesaikan biaya belis.

Dalam hal ini seorang laki-laki yang hendak menikah mempunyai tanggung jawab atau utang laki-laki, karena ia sudah dibantu oleh orang lain dan jika orang lain meminta bantuannya untuk hal yang sama, ia harus siap dan wajib membantu. Jika tidak, orang tidak akan datang dan orang tersebut dianggap sombong, kikir, dan pelit.

Kumpul  Kope

iklan

Kumpul kope (kumpul: kumpul, berkumpul, menghimpun; kope: parang). Arti kata kumpul kope ialah mengumpulkan parang-parang. Penekanan utama kumpul kope adalah kata kope (parang). Kope yang berarti parang ialah kiasan jenis kelamin laki-laki atau pria, atau pengumpulan dana. Kumpul kope adalah persatuan laki-laki untuk mengumpulkan dana dalam rangka persiapan perkawinan anak laki-laki (Adi M. Nggoro, 2006:86).

Berdasarkan uraian singkat di atas, maka dapat disimpulkan, kumpul kope adalah pengumpulan dana atas dasar persatuan keluarga kerabat laki-laki, keluarga kerabat tetangga, keluarga kerabat dan kenalan dekat dalam rangka persiapan perkawinan anak laki-laki atau calon mempelai laki-laki, dan tempat pelaksanan kumpul kope ini di rumah keluarga calon mempelai laki-laki atau di rumah adat.

Pada saat kumpul tak ada topik pembicaraan yang baru lagi menyangkut kumpul kope, peserta atau anggota keluarga yang datang hanya memberikan uang, makan bersama, bercanda ria, dengan penuh rileks, santai, penuh persaudaraan dan kekeluargaan. Hanya mungkin yang perlu disampaikan oleh keluarga calon mempelai laki-laki atau yang mewakili pada saat itu kepada anggota keluarga yang hadir adalah tentang waktu pelaksanaan perkawinan. Maksud pemberitahuan itu, supaya mereka juga hadir bersama-sama pada hari pelaksanannya.

Oleh karena itu, kumpul kope harus dilandasi oleh rasa persatuan, persaudaraan, kekeluargaan, sikap saling membantu, dan perlu tata bahasa yang baik dan sopan. Nilai-nilai seperti ini merupakan komitmen moral, sebagai ungkapan rasa tanggung jawab, mata rantai keluarga kerabat atau hubungan kekerabatan yang perlu terbina secara terus-menerus (Ibid., hlm. 91).

Merenda Komunikasi dalam Kumpul Kope

Komunikasi menjadi salah satu kebutuhan penting manusia sebagai makhluk sosial. Komunikasi dapat dipahami sebagai interaksi antarpribadi melalui pertukaran simbol-simbol linguistik yaitu simbol verbal dan nonverbal.

Harold D. Laswell mendefinisikan komunikasi sebagai hasrat manusia untuk mengontrol lingkungannya.  Manusia dapat mengetahui peluang yang ada untuk dimanfaatkan, dipelihara dan menghindar pada hal-hal yang mengancam alam sekitarnya melalui komunikasi. Komunikasi membuat manusia dapat mengetahui suatu kejadian atau peristiwa. Bahkan melalui komunikasi, manusia dapat mengembangkan pengetahuannya, maupun melalui informasi yang mereka terima dari lingkungan sekitarnya.

Komunikasi jelas tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan umat manusia, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Ia diperlukan untuk mengatur pergaulan antar manusia untuk menyampaikan keinginannya, mengetahui hasrat orang lain, memahami lambang isyarat, kemudian disusul dengan kemampuan untuk memberi arti setiap lambang itu dalam bentuk bahasa verbal.

Kumpul kope adalah salah satu media tradisional yang dapat digunakan oleh masyarakat Manggarai untuk berkomunikasi dengan orang lain. Aspek komunikasi yang dibangun dalam budaya kumpul kope yaitu persudaraan lintas batas yang ditandai dengan tidak adanya perbedaan pandangan masyarakat Manggarai tentang orang yang hadir pada saat acara kumpul kope.

Maksudnya tidak ada perilaku yang istimewa antara yang satu dengan yang lain. Dalam tradisi kumpul kope persamaan tidak lagi menjadi dasar persahabatan dan persaudaraan. Karena persamaan itu bukan berarti sahabat, saudara atau keluarga. Jika kehadiran orang lain (hae reba) didasarkan karena adanya persamaan, di sana tidak ada nilai kekeluargaan.

Persaudaraan dalam tradisi kumpul kope ini tidak didasari oleh adanya kesamaan tertentu sebab dapat mengusung sikap fundamentalisme. Persaudaraan semacam ini mereduksi arti persahabatan sejauh sama. Konsekuensinya yang sama tidak didekati sebagai sahabat, melainkan sebagai lawan atau musuh dan relasi tidak dilandasi oleh rasa cinta. Mereka sembunyi di balik kata persaudaraan, dimanteli oleh afirmasi persaudaraan. Padahal ada tujuan tersembunyi di balik semuanya itu.

Dalam tradisi kumpul kope, kita akan menemukan persahabatan yang dibicarakan oleh Aristoteles. Dia mengatakan persaudaraan itu mengatasi keutamaan keadilan, sebab dalam persahabatan atau persaudaraan pasti ada sikap saling memberi, memperhatikan dan menghormati. Afirmasi Aristoteles ini juga terdapat dalam tradisi kumpul kope Manggarai. Kiranya pandangan yang dikemukan oleh Aristoteles membantu masyarakat Manggarai untuk melihat universalitas persaudaraan dalam tradisi kumpul kope di Manggarai.

Tradisi kumpul kope merupakan suatu tradisi yang sangat menekankan akan keterlibatan orang lain. Keterlibatan di sini lebih pada kehadiran yang mencintai. Misalnya, ada kumpulan para pemuda yang menjunjung tinggi nilai persaudaraan kala sahabat mereka siap menikah. Melalui acara kumpul kope ini, masyarakat Manggarai memperluas jaringan kebersamaan, kekeluargaan, karena yang hadir dalam acara kumpul kope itu sendiri bukan hanya keluarga kandung melainkan sahabat, kenalan, dan lain sebagainya.

Dampak Sosial

Komunikasi yang efektif dalam budaya kumpul kope telah menjadi media yang digunakan untuk menyampaikan pesan sebagai sarana berkomunikasi yang mempunyai dampak sosial karena berupa bahasa verbal maupun nonverbal, berupa ucapan, tulisan, bahasa tubuh, dan lain sebagainya.

Di Manggarai, komunikasi yang efektif dapat dilihat apabila mereka berkumpul dalam satu rumah atau kelompok. Di sana setiap orang saling menghargai satu sama lain. Apabila pihak keluarga laki-laki ingin memberikan informasi penting, maka semua orang yang ada di dalam rumah tersebut diam dan mendengarkan pembicarannya.

Selain itu, dalam kumpul kope, ada sikap ramah. Masyarakat Manggarai sangat menjunjung tinggi sikap ramah dengan orang lain. Dalam relasi dengan orang lain, maka yang perlu diperhatikan oleh orang Manggarai adalah bersikap ramah, sopan dan menyenangkan agar selalu muncul rasa nyaman dalam menjalani komunikasi.

Sikap arogan, egois dan temperamen dalam budaya kumpul kope harus dihindari karena dapat membuat orang lain atau sesama menjadi tidak nyaman dan merasa terganggu dalam membangun komunikasi. Dalam budaya kumpul kope juga adanya sikap saling terbuka satu sama lain. Sikap ini sangat diperlukan untuk memastikan tidak ada hal yang ditutupi sehingga memicu sebuah konflik di antara sesama.

Budaya kumpul kope di Manggarai masih terus dilakukan oleh masyarakat tersebut. Masyarakat Manggarai yakin dan percaya bahwa dengan adanya budaya ini dapat membantu meringkan beban khususnya yang berkaitan dengan finansial. Budaya kumpul kope ini masih efektif sampai saat ini dan tidak akan hilang sampai kapan pun.

Setelah menelusuri aspek-aspek komunikasi yang terkadung dalam budaya kumpul kope di Manggarai, maka budaya ini layak disebut sebagai media komunikasi karena mengandung nilai etika, moral, persaudaraan, kekeluargaan, sikap ramah dan terbuka satu sama lain.

Diharapkan kepada masyarakat Manggarai dapat memelihara kelangsungan tradisi kumpul kope ini karena salah satu fungsinya adalah menjadi media komunikasi tradisional yang dapat mempererat tali persaudaraan di antara sesama.

*Penulis Tinggal di Fransiskus Xaverius Ledalero

spot_img
spot_img
TERKINI
BACA JUGA