Oleh: Boy Zanda*
Qatar, selain sebagai negara yang kaya akan minyak dan gas, juga sukses menjadi tuan rumah pagelaran Piala Dunia 2022 yang memberikan banyak kejutan. Hemat saya, setidaknya ada 2 kejutan.
Pertama, Qatar telah menjadi tuan rumah yang profesional. Hal ini tergambar jelas melalui kesiapan sarana dan fasilitas yang nyaman, juga semangat sportivitas.
Bayangkan, kekalahan yang menghantar tuan rumah ke pintu keluar Piala Dunia adalah fakta yang sungguh menyakitkan. Namun, dalam situasi yang sama pula, Qatar tetap menjujung tinggi nilai-nalai sportivitas.
Kedua, tim Asia berhasil mengalahkan tim Eropa dan Amerika Latin. Faktanya, Saudi Arabia mengalahkan Argentina dengan skor 2:1 dan Jepang mengalahkan Jerman dan Spanyol dengan skor 2:1. Ini bukan perkara mudah.
Sebenarnya, fakta dan juga kejutan seperti ini pernah dilakukan Korea Selatan pada Piala Dunia 2002 silam. Korea Selatan berhasil mengalahkan Italia yang sudah 4 kali juara dengan skor 2:1. Dan Piala Dunia 2022, Korea Selatan lagi-lagi bikin kejutan dengan mengalahkan Spanyol 2:1.
Dengan demikian, Jepang, Australia, dan Korea Selatan menjadi perwakilan Asia yang lolos ke-16 besar. Untuk itu, sebagai orang Asia, tidaklah berlebihan kalau saya mengatakan, sepak bola itu bahasa universal yang memungkinkan hal tak yang tak mungkin terjadi.
Sepak Bola untuk Hidup
Dalam kompetisi apa pun tak terkecuali di Piala Dunia Qatar 2022, kemenangan adalah harapan semua tim. Dengan demikian, sepak bola bukan tidak memiliki jiwa. Di dalamnya, ada spiritualitas yang menghidupkan dan mengejutkan manusia itu sendiri.
Itulah sebabnya, atas nama kemenangan, benar jika tim dan seluruh warga Saudi Arabia misalnya, merayakan kemenangan atas Argentina dengan beragam cara dan ekspresi.
Karenanya, penetapan hari libur nasional oleh Raja Salman usai Saudi Arabia mengalahkan Argentina dan aksi salto dari Al-Dawsari, pemain yang mencetak gol penentu kemenagan Arab, termasuk dari cara dan ekspresi kebahagiaan itu.
Sebaliknya, Argentina kali ini datang ke Qatar dengan segudang pemain kelas dunia dan rekor 36 kemenangan laga internasional, pantas untuk digadang-gadang sebagai calon juara Piala Dunia 2022. Namun apa mau dikata, di hadapan Saudi Arabia pada laga perdana, Argentina seperti butiran debu yang gampang ditiup angin.
King Messi, terlihat tak bersemangat. Lebih buruk lagi, King Messi tak mampu menjadi kapten yang memberikan semangat saat timnya terpuruk. Risikonya, klasemen Group C pun menempakan Arab di puncak dan Argentina jadi juru kunci.
Laga perdana pun usai dan mari kita bicara laga kedua. Laga kedua, Argentina berhasil memetik kemenangan perdana atas Mexiko. Sementara Polandia berhasil menghantar Saudi Arabia menuju pintu kekalahan perdana. Laga ketiga yang merupakan pertandingan akhir penyisihan grup, Argentina berhasil mengalahkan Polandia 2:0 dan Mexiko mengalahkan Saudi Arabia 2:1.
Akhirnya, Argentina sebagai juara Grup C dan Polandia yang unggul selisih gol atas Mexiko berhak mendampingi Argentina melaju ke babak 16 besar. Untuk sementara yang masih bertahan dan tembus babak 8 besar cuma Argentina. Sedangkan Polandia harus mengakui kehebatan Prancis dan terhenti di babak 16 besar.
Hikmah yang boleh diambil dari perjalanan perjuangan 4 tim group C yakni pertama, nama besar, banyak pemain bintang, prestasi dan prestise seperti Argentina, misalnya tidak menjamin untuk menang atau sukses.
Kedua, kemenangan bukanlah akhir dari sebuah perjuangan. Bahwasanya merayakan kemenangan adalah keharusan. Namun tetap pada ranah kewajaran kemanusiaan. Menghindari bahasa tubuh dan tutur kata yang melukai tim lain, misalnya. Tentang pemaknaan kemenangan, mungkin baik jika saya dan Anda sekalian belajar dari suporter Jepang.
Mereka tidak begitu larut dalam euforia kemenangan atas Spanyol dan Jerman, tapi justru merayakanya dengan memungut sampah di stadion. Saat kalah pun, mereka merasa sepak bola adalah milik bersama. Begitupula dengan para pemain.
Berdasarkan beragam referensi, tak ditemukan ada aksi provokatif dari pemain Jepang. Para pemain justru selalu meninggalkan ruang ganti dalam keadaan bersih. Itulah Jepang. Walau menang dua kali atas Jerman, Spanyol dan kalah pada babak 16 besar, namun semangat sportivitas dan keteladanan dalam hal baik patut diacungkan jempol.
Sebaliknya, jika kemenangan dirayakan dengan mengedepankan sikap melukai tim lain, saat yang sama pemaknaan kemenangan identik dengan keangkuhan, kesombongan, merasa diri paling superior dan cepat puas dengan apa yang diraih.
Pertanyaanya, apakah kemenangan perdana atas Argentina sudah dirayakan dan dimaknai dengan sebaik-baiknya oleh tim Saudi Arabia? Entalah! Anda bisa bertanya pada Ali Al-Bulayhi, pemain Arab yang menepuk punggung Messi dari belakang. Juga pernyataan provokatif yang ditujukan kepada Messi.
Ali sendiri mengakui bahwa ia mengatakan sesuatu kepada Messi. “Saya mengatakan kepadanya: Anda tidak akan menang, Anda tidak akan menang!” (Sport Bible, Diakses Rabu, 23/11/2022).
Kenyataan tersebut membawa kesimpulan bahwa perilaku provokatif dari Ali Al-Bulayhi sebenarnya telah merusak kekuatan tim Saudi Arabia, sportivitas, dan sedang menunjukkan keangkuhan serta rasa cepat puas diri. Tentang ini, dua kali kekalahan beruntun yang menyebabkan Saudi Arabia tak lolos ke babak 16 besar, bisa dijadikan contoh yang tepat.
Ketiga, kekalahan adalah awal yang baik untuk berjuang lebih. Ketika saya mengetahui bahwa laga perdana Grup C, Argentina vs Saudi Arabia maka di atas kertas saya pun meyakini Argentina akan menang. Keyakinan saya tentu dilatari oleh 3 faktor yakni pertama, ada Messi yang sedang bersinar bersama PSG dan banyak pemain bintang lainnya. Kedua, pernah 2 kali menjuarai Piala Dunia dan menjuarai Copa America dengan mengalahkan Brasil 2021 silam.
Ketiga, sebelum mengikuti piala dunia, berhasil meraih 36 kemenangan beruntun laga internasional. Namun kenyataan di atas lapangan ternyata berkata lain. Argentina harus mengakui kehebatan Saudi Arabia.
Dari kekalahan perdana, Argentina justru bangkit. Mulai dari kemenangan beruntun pada dua pertandingan babak penyisihan hingga kemenangan ketiga babak 16 besar. Dan kini, mereka mengamankan tiket 8 besar.
Entah pada nantinya Argentina berhasil ke babak semifinal, final dan juara atau tidak, dari rentetan fakta kebangkitan Argentina, pesan yang muncul adalah kekalahan sebagai awal yang baik bagi Argentina untuk berjuang lebih dan lebih.
Pada akhirnya, bola tidak sekadar dimaknai seputar menang, kalah, uji skill, prestasi, prestise dan mendapatkan uang. Sebaliknya, bola harus dimaknai sebagai wadah untuk tumbuh, kembang, rawat dan menyebarkan nilai-nilai universal dan juga soal estetika dalam mengolah si kulit bundar.
Dan Piala Dunia di Qatar kali ini, ada beragam kejutan yang mesti kita pelajari. Semuanya lahir dari lapangan. Ketika sepak bola mengumpulkan orang-orang di seluruh dunia, di sana ada nilai-nilai universalitas yang perlu diperjuangkan.
Selain isu-isu internasional yang menjadi pemicu masalah tentang ras, suku, dan agama, Piala Dunia 2022 tetap melahirkan sportivitas dan merenda pluralitas secara lebih sakral dalam bingkai sepak bola itu sendiri.
*Penulis adalah Fans Messi dan Argentina