Maumere, Ekorantt.com – Komunitas Transpuan Fajar Sikka melakukan diskusi bersama jurnalis Kabupaten Sikka untuk membahas topik keberagaman gender dan seksualitas di Cafe Mai Sai, Kota Uneng, Kabupaten Sikka, Rabu (14/11/2022).
Salah seorang aktivis perempuan dan keberagaman yang juga adalah pemateri dalam diskusi tersebut, Selviana Yolanda, menyampaikan perbedaan mengenai gender dan seksualitas.
“Ketika kita masuk dalam lingkungan rumah, kita mulai dikenalkan dengan pembedaan-pembedaan secara budaya. Pembedaan tersebut adalah gender dan seksualitas,” katanya.
Selviana menjelaskan bahwa gender adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan sejak lahir; di mana manusia sudah dibentuk oleh yang namanya konstruksi sosial.
“Konstruksi sosial ini kemudian memuat mengenai ciri laki-laki dan perempuan secara tegas berdasarkan seksnya. Sedangkan, seksualitas merupakan karakteristik biologis yang digunakan dalam penggolongan manusia. Istilah yang tepat untuk merujuk pada seksualitas adalah jantan-betina bukan laki-perempuan,” ucap Selviana.
Ia menambahkan, dampak penetapan gender, jika tidak memenuhi standar masyarakat akan mengalami perlakuan tidak menyenangkan, dianggap remeh, dan diolok-olok.
Hal yang sama terjadi pada seksualitas manusia yang disebut SOGIESC atau sexual orientation, gender identity, expression, dan sex characteristic.
SOGIESC adalah konsep pemahaman mengenai kebutuhan, orientasi seksual, identitas gender, ekspresi, dan karakteristik seks yang dibuat agar dapat membuka pikiran masyarakat secara lebih luas.
Permasalahan yang dialami identitas gender dan seksual, lanjut Selviana, adalah munculnya berbagai bentuk kekerasan dan diskriminasi yang panjang dan kompleks menyebabkan Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender, Interseks, Queer (LGBTIQ+) hampir tidak memiliki akses, manfaat, kontrol, dan partisipasi sebagai warga negara, bahkan sampai ada titik kehilangan kesadaran sebagai warga negara.
“Ada banyak pelanggaran HAM yang terjadi karena banyak orang yang belum mampu menerima keberagaman, baik itu keberagaman gender maupun seksualitas,” ungkapnya.
Local Campaign Fajar Sikka, Yolanda Adam mengatakan media harus menjadi ruang aman untuk meliput mengenai komunitas-komunitas rentan.
“Media itu harus sebagai ruang aman yang meliput dan memperhatikkan prinsip-prinsip jurnalis keberagaman, dalam hal ini komunitas-komunitas rentan yang memiliki stigma negatif di mata masyarakat. Apalagi kalau omong soal perempuan atau waria, makanya saya sebagai local campaign mengharapkan media harus menjadi media yang inklusi dan progesif,” ucapnya.
Ketua Komunitas Fajar Sikka, Hendrika Mayora Victoria mengharapkan masyarakat Sikka dapat memahami nilai-nilai positif yang telah diperjuangkan oleh komunitasnya.
“Nilai-nilai positif yang sudah diperjuangkan oleh Komunitas Fajar Sikka untuk menghilangkan stigma dan diskriminasi ini menjadi nilai yang berharga untuk semua lapisan masyarakat di Kabupaten Sikka. Jadi, saya berharap masyarakat dapat memahaminya,” ucapnya.
Mayora juga mengucapkan terima kasih kepada media-media di Kabupaten Sikka yang sudah berani untuk meliput pekerjaan komunitasnya tanpa memandang mereka sebagai kelompok marjinal.
Anggelina Fransiska Djinyeru