Usaha Bengkel Ban, Ekonomi ‘di Pinggir Jalan’ yang Jadi Sandaran Hidup Om Markus Sekeluarga

Markus tidak patah semangat. Ia meyakini bahwa rezeki tidak ke mana-mana kalau mengutamakan kepuasan pelanggan dalam pelayanan di bengkel

Maumere, Ekorantt.com – Dengan tangan berlumur oli, Markus Fernandez, 42 tahun, menyalakan mesin kompresor yang terletak di salah satu pojok bengkel.

Sejurus kemudian, ia mengambil ujung selang kompresor berwarna kuning, meletakkannya pada pentil ban depan beat, sepeda motor milik seorang pelanggan yang datang mengisi angin ban siang itu.

Markus menekan ban dengan jari tangan untuk memastikan, apakah angin yang masuk sudah cukup atau belum. Tidak sampai satu menit, kondisi ban kembali seperti sedia kala.

Markus berpindah ke pekerjaan lain. Ia menaruh binen yang bocor di atas tempat perapian yang sudah dinyalakan sebelumnya.

Setelah menunggu sekitar lima menit, karet bakar sudah menyatu dengan binen. Markus lantas memasukkan kembali binen ke dalam ban dan mengisinya dengan angin yang bersumber dari kompresor.

iklan

Begitulah gambaran aktivitas Om Markus, sapaan akrabnya, saban hari, yang ia lakoni dari pukul 07.00 pagi hingga pukul 19.00 malam di bengkel miliknya di pinggir Jalan Gadjah Mada, Kota Maumere, Kabupaten Sikka.

Bapak empat anak ini melayani tambal ban untuk beberapa jenis kendaraan, dari sepeda motor hingga mobil. Ia juga menerima servis ringan seperti ganti oli, ganti kampas rem, serta ganti ban mulai dari sepeda hingga mobil tronton.

“Saya punya terima tambal ban dengan servis yang ringan-ringan, harganya beda-beda,” kata Markus kepada Ekora NTT pada Rabu, 18 September 2024.

Ongkos kerja tambal ban sepeda motor berkisar Rp15 ribu hingga Rp20 ribu. Sedangkan ban mobil, mulai dari Rp20 ribu hingga Rp300 ribu. Servis ringan lainnya dipatok harga Rp5 ribu hingga Rp15 ribu.

Hitungan Ekonomi

Markus membuka usaha bengkel ban kendaraan bermotor pada tahun 2012 dengan total modal awal Rp30 juta. Modal awal ini dikumpulkan dari tabungannya selama sekian tahun.

Suami dari Maria Anastasia Namang ini tidak membeli semua perlengkapan dan alat bengkel pada awal usaha. Perlengkapan bengkel dibeli satu per satu sesuai dengan kondisi keuangan yang minim.

“Saya beli dulu kompresor dan alat bantunya seharga Rp2 juta. Baru tambah yang lain setelah itu,” kata Markus.

Modal awal, lanjut Markus, sebenarnya tidak membengkak hingga Rp30 juta. Itu terjadi karena ia mengontrak bangunan bengkel, ditambah dengan belanja perlengkapan bengkel.

“Saya bangun bengkel di orang punya tanah. Pasti kita bayar. Kalau ada lahan sendiri pasti modalnya di bawah angka itu,” tutur Markus.

“Padahal untuk buka usaha bengkel ini, walaupun kecil tapi butuh modal yang besar.”

Bengkel milik Om Markus di Jalan Gadjah Mada, Kota Maumere, Kabupaten Sikka (Foto: Ensy Oktaviana/Ekora NTT)

Dari sisi pendapatan, Markus bisa meraup Rp300 ribu hingga Rp500 ribu dalam sehari bila ramai pelanggan. Kalau sepi, pendapatan berkisar di Rp150 ribu sampai Rp200 ribu.

Pendapatan itu belum dikurangi biaya operasional selama sebulan. Ia tak merinci berapa besarnya. Demikian juga laba bersih yang ia terima dalam sebulan, tidak disampaikan secara detail.

Markus hanya bilang, usaha bengkelnya bisa memenuhi kebutuhan keluarga dan biaya pendidikan empat anaknya.

“Kendala dan tantangan saya ya hanya mesin kompresor, kan baru-baru mesin ini rusak, jadi saya ada beli baru biayanya sekitar Rp11 juta lebih.”

Menjamurnya bengkel di beberapa titik di Kota Maumere ikut menurunkan pemasukannya. Dari yang semula mendulang pendapatan Rp800 ribu per hari, kini sudah turun.

Markus tidak patah semangat. Ia meyakini bahwa rezeki tidak ke mana-mana kalau mengutamakan kepuasan pelanggan dalam pelayanan di bengkel.

“Kita harus beri yang terbaik supaya pelanggan puas,” ujarnya.

Sandaran Hidup

Markus pernah bekerja di sejumlah bengkel besar di Kota Maumere dan menerima gaji untuk menafkahi hidup keluarganya. Sejak 2012, dia memperoleh pemasukan dari usaha bengkelnya sendiri.

“Sebelumnya, saya kerja ikut orang itu tahun 1997 sampai 2012. Awal kerja juga saya digaji per hari dengan Rp20 ribu,” tuturnya.

“Setelah saya pikir dan beberapa orang yang beritahu saya, kenapa saya tidak buka usaha sendiri padahal saya punya keahlian di bidang otomotif.”

Kini, usaha bengkel telah menjadi sandaran hidup bagi Markus dan keluarganya. Dia bangga karena sudah tidak bergantung pada orang lain tapi sudah mampu berdiri di atas kaki sendiri.

“Kami punya pemasukan hanya dari saya punya usaha tambal ban, untuk segala macam kebutuhan. Mulai dari makan dan minum, sekolah anak, bangunan bengkel yang kami kontrak, dan tanah yang kami kontrak untuk bangun rumah, semuanya itu dari bengkel ini.”


Jurnalis Warga: Ensy Oktaviana & Sisilia Jaru

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
TERKINI
BACA JUGA