Ende, Ekorantt.com – Sebanyak 808 ekor ternak babi di Kabupaten Ende, NTT mati mendadak dalam periode 1 Januari hingga 12 Februari 2025.
Sekretaris Dinas Pertanian Kabupaten Ende, Ibrahim Gadir Dean mengatakan kematian ratusan ternak babi tersebut bukan disebabkan oleh virus African Swine Fever (ASF) namun diduga karena wabah hog cholera atau demam babi klasik.
“Berdasarkan hasil koordinasi kita bersama dengan dokter hewan bahwa kematian babi ini masih mengarah ke hog cholera karena pergantian musim,” kata Gadir di Ende, Rabu, 12 Januari 2025.
Ia bilang, sebagian besar babi yang mati mengalami demam hingga nafsu makan menurun.
“Kalau virus ASF dia akan babat habis tidak akan ada yang sisa,” ucap Gadir.
Meskipun demikian, pihaknya tetap berupaya untuk memastikan penyebab kematian ternak babi dengan melakukan uji sampel darah.
“Kita lakukan pengambilan sampel darah, yang akan dikirim ke Maumere atau Denpasar untuk uji labnya,” terangnya.
Ia mengungkapkan ratusan ternak babi yang mati tersebar di enam wilayah kecamatan yakni Kecamatan Wewaria sebanyak 259 ekor, Kecamatan Detusoko 149 ekor, Kecamatan Maukaro 196 ekor, dan Kecamatan Maurole sebanyak 112 ekor.
Selanjutnya, Kecamatan Ndona sebanyak 82 ekor dan Kecamatan Wołowaru dilaporkan sebanyak 14 ekor.
Dengan tingginya angka kematian babi di Ende, Gadir mengimbau kepada para warga untuk memperhatikan sanitasi.
Selain itu, ia juga menghimbau untuk sementara waktu dilarang membeli babi dari luar daerah.
“Kita masih lakukan uji sampel jadi masyarakat kita diharapkan untuk jangan dulu membeli babi dari luar daerah meskipun belum terkonfirmasi virus ASF,” kata Gadir.
Kepala Desa Kebirangga, Kecamatan Maukaro, Yoakim Sumbi saat dikonfirmasi Ekora NTT pada Kamis, 13 Februari 2025, mengatakan bahwa kematian babi di desanya yang terjadi sejak akhir Desember 2024 hingga kini mencapai puluhan ekor.
Yoakim berkata, di Dusun Kotakadhe dan Dusun Maukaro, misalnya, tidak ada babi yang tersisa.
“Kita di sini diperkirakan 300-an ekor yang mati karena di Dusun Kotakadhe dan Maukaro itu saja sekitar ratusan lebih ekor semuanya ludes tidak ada yang sisa,” terang Yoakim.
Akibat dari itu, masyarakat merugi hingga ratusan juta rupiah, kata dia.
“Pemasukan masyarakat mengalami penurunan, kalau sudah terserang penyakit begini jadi agak susah masyarakat kita di sini. Karena sebagian besar warga kita di sini bekerja sebagai petani dan peternak babi,” ujarnya.
Ia menambahkan gejala awal yang dialami yakni mengalami penurunan nafsu makan serta mengeluarkan darah dari mulut. Pihak desa pernah berupaya melakukan penyuntikan dengan vitamin namun tidak mampu menyembuhkan.
Terkait dengan penyebab kematian babi itu belum bisa dipastikan namun pihaknya menduga bahwa itu disebabkan oleh Virus ASF mengingat tingginya angka kematian babi.
“Saya selalu mengimbau untuk semua babi yang mati itu dikuburkan,” ujar Yoakim.