Maumere, Ekorantt.com – Lingkungan Santo Benediktus Glak merupakan kesatuan wilayah religius yang berada di bawah naungan Paroki Reinha Rosari Hale Hebing, Keuskupan Maumere. Lingkungan ini terdiri atas 6 (enam) Kelompok Gerejawi Basis (KGB) dan dihuni oleh 543 jiwa umat Katolik.
Meskipun begitu, kegiatan rohani dalam bentuk misa di wilayah ini dipimpin dan dilayani oleh seorang Pastor Paroki hanya pada hari-hari besar (raya) keagamaan. Sedangkan, ibadat mingguan biasanya dipimpin oleh seorang ketua lingkungan dan dibantu oleh enam orang ketua KGB secara bergantian.
Umat lingkungan Santo Benediktus Glak merupakan kumpulan petani dan beberapa orang pegawai swasta. Lingkungan ini terletak di perbatasan ujung timur Paroki Renha Rosari Hale Hebing.
Umat di lingkungan ini terisolasi. Mereka hidup di tengah keterbatasan dengan tiadanya akses jalan, listrik, dan air minum bersih. Tempat ibadat (kapel) darurat jauh dari kata nyaman dan layak.
Kesulitan-kesulitan hidup ini memaksa sebagian umat untuk merantau guna memperbaiki ekonomi keluarga dan kehidupan yang lebih bermartabat.
Semangat hidup dan budaya gotong royong makin melemah. Budaya leluhur seperti tarian-tarian adat dan alat musik tradisional makin menghilang.
Kumpulan masyarakat yang terbelakang ini bukannya membentuk satu persekutuan yang solid untuk bergerak maju, melainkan sebaliknya. Di tengah kehidupan bermasyarakat, mulai timbul pesimisme, iri hati, saling curiga, dan saling menjatuhkan dengan praktik-praktik yang menyimpang dari aturan pemerintah dan ajaran Gereja.
Hal ini diperparah dengan kunjungan pemerintah yang minim baik kepala dusun, kepala desa, maupun perangkat pemerintah level selanjutnya. Pihak Gereja yang kurang kontributif melayani membuat masyarakat semakin kehilangan arah dalam kehidupan menggereja dan bernegara.
Melihat kehidupan rohani dan pembangunan fisik yang masih terbelakang, maka dilakukan misa rekonsiliasi. Kegiatan misa rekonsiliasi ini diinisiasi oleh Saudara Petrus Plain, S.S., M.Pd.
Rekonsiliasi yang dimaksud adalah bukan tentang perdamaian terhadap perang fisik yang melibatkan persenjataan yang canggih, strategi perang yang mumpuni atau komandan-komandan tempur yang berketerampilan tinggi, melainkan lebih menekankan perdamaian dan pertobatan hati, pikiran, ucapan, dan dan tingkah laku yang penuh dengan unsur-unsur negatif.
Dengan adanya rekonsiliasi, diharapkan kehidupan masyarakat kembali dipulihkan, diperbaharui, dan didamaikan sehingga timbul sebuah semangat hidup dan cara berpikir yang baru. Dengan demikian, keterbelakangan di wilayah ini cepat teratasi.
Dengan keterpaduan dan solidnya kerja sama semua unsur baik masyarakat, pemerintah, dan Gereja, maka misa rekonsiliasi menjadi sebuah titik awal menuju Kampung Glak yang maju, beradab, dan adil.
Inisiator Kegiatan Petrus Plain dalam keterangannya mengatakan, ada pun tujuan misa rekonsiliasi itu adalah mengajak umat untuk bertobat sehingga hati, pikiran, ucapan dan tindakan menjadi positif sesuai ajaran Gereja dan aturan pemerintah (1), menyadarkan umat dan masyarakat akan pentingnya hidup bersama dalam semangat kasih dan persaudaraan (2), menghidupkan kembali tarian-tarian adat dan alat musik khas Kampung Glak (3), menunjukkan pada Gereja di Keuskupan Maumere dan Pemkab Sikka bahwa Glak butuh pemenuhan hak-hak dasarnya.
Misa rekonsiliasi berlangsung di halaman Kapela Santo Benediktus Glak, Minggu, 14 Juli 2019 dari pukul 10.00 WITA – 18.00 WITA. Misa dihadiri oleh Umat Lingkungan Glak, masyarakat Desa Hale dan Desa Watudiran yang berjumlah sekitar 750 orang. Hadir dalam misa tersebut Kepala Desa Hale Albertus Ruben, Ketua BPD Desa.
Hale Ahmad Yani, Pastor Paroki Reinha Rosari Hale Hebing Romo Tasman Ware, Pastor Rekan Romo Doni dari Cristo Re Maumere, Diakon Rian, Frater Nando, tokoh masyarakat, dan undangan.
Kegiatan misa agung rekonsiliasi diawali dengan penjemputan para tamu undangan di gapura selamat datang, disertai dengan ‘huler wair” dan sapaan adat yang dilakukan oleh Bapak Fabianus Koak dan istri.
Dalam sapaan adatnya, terbersit harapan bahwa semua tamu yang datang mampu membawa spirit baru dengan hati yang bersih untuk sama-sama membangun Kampung Glak. Selanjutnya rombongan dikalungi selendang kas kampung Glak oleh ‘Mo’an Tana Pu’an”.
Kemudian rombongan diarak menuju Kapela dengan iringan music suling lunung: ‘sora tawa tana’. Di tengah perjalanan, rombongan dijemput dengan tarian Boka Orong yang bercorak perang sebagai simbol pelepasan emosi-emosi dan tindakan-tindakan negatif yang menghambat pembangunan di wilayah Kampung Glak. Rombongan berjalan menuju tenda misa dan dijemput dengan tarian Loro yang diiringi alat music letor.
Selanjunya Pastor Paroki memimpin misa didampingi pastor rekan, Diakon Rian, serta Fr. Nando. Di bawah tema “Hidup dalam Kasih Tuhan”, Pastor Paroki mengajak umat untuk menyadari totalitas kasih Tuhan dalam hidup manusia.
Hendaknya kasih itu dipraktikkan dalam keseharian hidup kita. Hendaknya iri hati, kecemburuan, benci, dendam, dan berbagai hal negatif yang terjadi sebelumnya segera dilenyapkan sehingga muncul harapan baru akan pembaharuan hidup menuju kebaikan dan kemajuan bersama.
Penanggung Jawab Petrus Plain S.S., M.Pd. dalam sambutannya mengajak umat untuk kembali menginstropeksi diri dan berdamai dengan hati yang telah terkontaminasi oleh virus-virus kejahatan. Ia imbau umat untuk menjadikan misa rekonsiliasi sebagai titik awal memulai karya-karya positif untuk kemajuan di wilayah ini.
“Rekonsiliasi adalah sebuah perbuatan melihat ke dalam diri setiap pribadi untuk berefleksi tentang pikiran, hati, ucapan, dan tindakan. Apakah semua yang sudah kita lakukan berada pada rel yang tepat untuk mengantar kita menuju kemajuan ataukah masih ada virus-virus negatif yang menodai kita sehingga menghalangi dan menghambat perkembangan pembangunan di wilayah ini?” katanya.
Ia berharap, keterpaduan dan persatuan total semua komponen dan para pemangku kepentingan baik Gereja maupun pemerintah untuk kemajuan pembangunan fisik dan rohani masyarakat Glak hari ini dan ke depan harus disikapi secara serius.
Kepala Desa Hale Albertus Ruben mengharapkan, masyarakat mulai menyiapkan material-material yang diperlukan untuk memulai kegiatan perabatan jalan sepanjang 1 kilo meter. Ini bisa terwujud jika masyarakat berpikir positif dan mau bergotong royong untuk mewujudkan pembangunan yang telah direncanakan oleh desa.
Kepala BPD Desa Hale Ahmad Yani dalam sambutannya mengatakan bahwa hal-hal negatif bisa ditangkal dengan program inovasi desa yakni dengan mendirikan sanggar seni budaya. Dengan adanya sanggar ini diharapkan masyarakat terfokus pada kegiatan-kegiatan positif untuk kembali melestarikan budaya leluhur yang kian suram dan hilang oleh perkembangan zaman.
Pastor Paroki Romo Tasman Ware dalam sambutanya kembali menegaskan pentingnya hati yang bersih dan pikiran yang jernih untuk sama-sama membangun Glak. Lingkungan St. Benediktus Glak harus diproyeksikan untuk menjadi sebuah stasi.
Oleh karena itu, perlu dipikirkan lokasi yang tepat untuk pembangunan Kapela St. Benediktus Glak. Pastor Paroki mengaku siap membantu umat dalam merealisasikan rencana pembangunan kapela tersebut.
Kegiatan misa rekonsiliasi tersebut menghasilkan beberapa rekomendasi sebagai berikut.
- Kerjasama yang solid antara umat (masyarakat), Gereja, dan pemerintah dalam mewujudkan
- Tempat ibadat atau kapel yang permanen,
- Akses air bersih, jalan, dan listrik
- Pemerintah segera memfasilitasi terbentuknya sanggar budaya sehingga seni budaya khas tempat ini dapat terus terpelihara
- Visitasi dan pembinaan baik dari pihak keamanan (Polsek dan Koramil), pihak Gereja (pastor, frater, dan lain-lain) serta pemerintah (dusun, desa, camat, dan bupati). Sebab, selama kabupaten ini berdiri, belum pernah ada bupati yang mengunjungi wilayah ini.
Pet Nenang