Ruteng, Ekorantt.com – Kepala Perwakilan Ombudsman NTT, Darius Beda Daton, menyoroti maraknya peredaran rokok ilegal di NTT, terutama di wilayah Flores dan Sumba.
Menurutnya, meski aparat Bea Cukai dan kepolisian sudah menyita rokok ilegal, permasalahan utama yaitu penindakan terhadap pelaku usaha nakal masih belum tersentuh.
“Apakah pergerakan mereka tidak terpantau aparat? Pertanyaan ini wajar karena jarang kita dengar para pemain rokok ilegal seperti ini tertangkap dan diproses hukum,” ujar Daton kepada Ekora NTT, Sabtu, 15 Februari 2024.
Data dari Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Labuan Bajo menunjukkan bahwa selama tujuh bulan pertama 2024, sekitar 485.300 batang rokok ilegal senilai Rp594.292.000 telah disita di Flores dan Lembata.
Daton menjelaskan ada empat ciri utama rokok ilegal, yaitu rokok tanpa pita cukai, dengan pita cukai bekas, pita cukai palsu, dan pita cukai salah peruntukan.
Penyebaran rokok ilegal sudah meluas, mulai dari kios kecil di desa hingga toko-toko di kota.
Harga yang lebih murah dan jumlah batang rokok lebih banyak membuatnya menjadi pilihan bagi konsumen pemadat rokok, meskipun merugikan negara karena tidak ada pembayaran cukai.
“Tapi apalah artinya jika kita hanya menyita barang dan tidak mengejar pelaku usahanya,” tegasnya.
Untuk mengatasi masalah ini, Daton melakukan koordinasi dengan Kepala Bea Cukai Labuan Bajo, Joko Pri Sukmono, guna mendiskusikan langkah-langkah strategis, baik yang bersifat represif maupun preventif.
Ia menekankan pentingnya pengawasan menyeluruh, bukan hanya penindakan, tetapi juga pembinaan bagi petugas Bea Cukai untuk memastikan integritas tinggi.
Selain itu, pihaknya mendorong peningkatan kesadaran masyarakat, terutama pemilik toko pengecer, dengan sosialisasi mengenai cukai, jenis rokok, serta sanksi bagi pelanggar.
Diharapkan, masyarakat dapat memberikan informasi tentang peredaran rokok ilegal di sekitar mereka kepada Bea Cukai.
Meski menghadapi tantangan seperti luasnya wilayah pengawasan dan terbatasnya jumlah pegawai, Daton menegaskan pentingnya pengawasan ketat di jalur perbatasan, pasar tradisional dan modern, serta toko-toko yang menjual rokok ilegal.
Masyarakat juga diajak berperan aktif dengan tidak membeli rokok ilegal, sehingga diharapkan distribusinya terhenti di hulu, mengurangi pasar dan memutus rantai produksi rokok ilegal.
“Jika masyarakat tidak membeli rokok ilegal, toko-toko tidak akan laku, sales tidak laku, dan akhirnya distributor serta pabrikan tidak bisa produksi lagi,” kata Daton.
Kepala Seksi Kepatuhan Internal dan Penyuluhan Bea Cukai Labuan Bajo, Ahmad Faesol berkomitmen memberantas peredaran rokok ilegal di seluruh wilayah kerja Bea Cukai Labuan Bajo.
Dia mengklaim, upaya yang dilakukan Bea Cukai tidak hanya penindakan, tetapi juga upaya pencegahan.
“Dalam upaya preventif, kami melakukan kegiatan sosialisasi baik yang dilakukan secara tatap muka maupun media sosial,” kata Ahmad ketika dihubungi Ekora NTT, Senin, 17 Februari.
Tujuan memberi informasi dan edukasi itu, kata dia, agar masyarakat lebih mengetahui jenis-jenis rokok ilegal, indikasi rokok ilegal, sanksi yang memperjualbelikan rokok ilegal, termasuk efek negatif bagi perokok.
Sehingga, hal itu dapat memberikan kesadaran bagi masyarakat untuk tidak berani memperjualbelikan maupun mengonsumsinya.
“Sekaligus menggugah masyarakat untuk dapat melaporkan setiap adanya informasi dugaan peredaran rokok ilegal di wilayahnya kepada Bea Cukai Labuan Bajo,” tutur Ahmad.
Kemudian dalam upaya penindakannya, menurut dia, yakni pengumpulan informasi yang dilakukan secara tertutup.
Penindakan dan operasi pasar secara berkala adalah sebagai tindak lanjut dari hasil pengumpulan informasi yang berindikasi adanya dugaan kuat peredaran rokok ilegal.
Dalam pengawasan peredaran rokok ilegal, Ahmad menyadari adanya beberapa kendala yang menjadi tantangan Bea Cukai.
“Tantangan tersebut di antaranya luasnya wilayah pengawasan,” katanya.
Kata Ahmad, selain itu juga karena adanya keterbatasan sumber daya manusia maupun anggaran.
“Saat ini pegawai yang bertugas di unit pengawasan hanya ada sembilan orang, di mana objek pengawasannya tidak hanya masalah peredaran rokok ilegal saja, melainkan juga harus melakukan pengawasan terhadap keluar masuknya kapal wisata asing,” terangnya.
Kemudian, kegiatan ekspor termasuk barang bawaan penumpang yang datang langsung dari luar negeri ke Bandar Udara Internasional Komodo yang secara reguler tiga kali dalam seminggu, juga menjadi kendala. Apalagi akan ada tambahan penerbangan di bulan Maret mendatang.
“Dengan adanya tantangan tersebut, salah satu upaya yang kami lakukan adalah melakukan sinergi dan koordinasi baik dengan Polri, TNI, kejaksaan, maupun instansi teknis terkait, terutama Satuan Polisi Pamong Praja di seluruh kabupaten,” ungkapnya.