Ruteng, Ekorantt.com – Warga Poco Leok yang berasal dari 10 gendang (komunitas adat) melakukan aksi penggalangan dana uang receh (koin) untuk mengganti pagar kantor Bupati Manggarai yang sempat roboh dan rusak.
Sepuluh gendang tersebut meliputi Gendang Lungar, Mucu, Mocok, Mori, Nderu, Cako, Ncamar, Rebak, Tere, dan Jong.
Kerusakan pagar terjadi akibat saling dorong antara massa aksi dari Aliansi Pemuda Poco Leok dan Sat Pol PP saat berunjuk rasa menentang kehadiran proyek geotermal Poco Leok pada Senin, 3 Maret 2025 lalu.
Mereka menuntut Bupati Manggarai Herybertus G.L Nabit untuk mencabut surat keputusan (SK) penetapan lokasi proyek geotermal di wilayah Poco Leok.
Warga pun mendengar kabar dari sejumlah media bahwa Bupati Nabit melaporkan perusakan pagar itu ke pihak Polres Manggarai.
Merespons hal tersebut, warga dari 10 gendang kembali menggelar rapat bersama pada 9 Maret 2025, yang dihadiri kelompok muda, perempuan, dan para orang tua dari massa aksi.
Dari pertemuan itu, warga mencetuskan ide dan bersepakat melakukan penggalangan dana uang receh (koin) di masing-masing kampung di Poco Leok untuk menggantikan sekaligus memperbaiki pagar kantor bupati yang rusak.
Maria Teme, warga Gendang Lungar berkata, peristiwa yang terjadi sehingga pagar kantor bupati Manggarai rusak tentu di luar dari kendali. Karena tujuan paling utama adalah menuntut agar SK penetapan lokasi dicabut.
“Anak-anak kami tidak punya niat untuk merobohkan pagar bupati. Mereka pergi aksi bukan untuk itu (merusak pagar). Mereka hanya mau sampaikan keberatan soal SK yang bupati keluarkan, tanpa sepengetahuan kami, tanpa minta persetujuan dari masyarakat Poco Leok. Itu saja,” tegas Mama Maria.
Senada dengan itu, Arkateus Akur, tua adat Gendang Mucu Poco Leok menyatakan karena pemerintah menuding bahwa yang melakukan pengrusakan adalah anak-anak Poco Leok, maka selayaknya juga sebagai warga masyarakat yang baik berupaya mengajarkan rasa tanggung jawab itu dengan mengumpulkan uang receh per orang.
“Kami mengumpulkan koin-koin untuk membayar pagar kantor bupati yang roboh waktu aksi anak-anak kami. Ini kami lakukan biar bupati Manggarai bisa bekerja benar dan nyaman di kantornya,” imbuhnya.
Sementara itu, Ponsi Nogol selaku tokoh adat Gendang Tere menegaskan, aksi pengumpulan uang koin sebagai simbol yang menurut kebanyakan warga bahwa insiden rusaknya pagar bupati adalah persoalan receh atau persoalan kecil.
“Kenapa mengumpulkan koin atau uang recehan? Karena kami mau pastikan bahwa robohnya pagar adalah persoalan recehan. Persoalan kecil. Ada persoalan lain yang lebih serius dan lebih penting. Dan itu yang sedang disuarakan oleh anak-anak kami waktu aksi,” pungkasnya.
Terbuka bagi yang Mau Bersolidaritas
Arkadeus Trisno Anggur, salah satu perwakilan Pemuda Poco Leok berkata, “melalui aksi ini kami hendak meminta solidaritas dari siapapun yang peduli pada perjuangan warga Poco Leok.”
“Dengan mengumpulkan donasi ini, kami menyatakan perlawanan terhadap cara-cara pemerintah di Kabupaten Manggarai yang menggunakan kekuasaannya untuk terus menekan kami, termasuk dengan pembungkaman melalui proses hukum,” kata Trisno.
Gerakan ini, kata dia, terbuka untuk siapapun yang mau bersolidaritas.
Dia bilang, dukungan bisa disalurkan melalui akun Gopay atau Dana pada nomor yang tertera dalam flyer.
Semua dana yang masuk akan dikonversi ke dalam bentuk uang koin, yang akan diserahkan ke bupati Manggarai.
Menurut Trisno, gerakan ini akan berlangsung hingga 26 Maret 2025. “Kami akan menyerahkannya secara langsung dana hasil solidaritas ini ke bupati,” terangnya.
Warga pun telah berbagi informasi terkait aksi donasi koin ini kepada Koalisi Advokasi Poco Leok untuk ikut membantu menyebarluaskan penggalangan dana.
Muhamad Jamil, salah satu pengacara dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) yang tergabung dalam Koalisi Advokasi Poco Leok menegaskan, penggalangan dana sebagai bentuk simpati dan dukungan publik terhadap kerusakan tersebut.
“Pengumpulan koin ini merupakan solidaritas untuk memperbaiki pagar yang rusak agar Bupati Manggarai bisa bekerja dengan nyaman dan aman,” ujarnya pada Selasa, 18 Maret 2025.
Menurut Jamil, aksi unjuk rasa tersebut merupakan hak setiap warga negara untuk menyampaikan pendapat, terlebih karena warga Poco Leok menentang proyek geotermal yang dinilai berdampak buruk bagi masyarakat sekitar.
Bentuk Kriminalisasi
Kepala Divisi Pembelaan Hak Asasi Manusia pada Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Sinung Karto menganggap pemanggilan terhadap kedua warga tersebut sebagai bentuk kriminalisasi yang dilakukan oleh Kepolisian Resort Manggarai.
Sinung menyebutkan, tindakan ini merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia untuk menyampaikan pendapat secara bebas, yang dilindungi oleh UUD 1945, UU Nomor 9 Tahun 1998, serta instrumen HAM internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia.
“Kami akan selalu siap mendampingi masyarakat Poco Leok dalam proses hukum yang sedang berjalan,” kata Sinung.
Ia menambahkan, perlu ada kejelasan terkait peristiwa kerusakan gerbang kantor bupati, apakah itu disebabkan oleh peserta aksi atau petugas.
Sinung mengklaim memiliki rekaman video yang menunjukkan situasi saat aksi berlangsung.
Dalam video tersebut, terlihat gerbang jatuh ke arah peserta aksi, yang mengindikasikan bahwa ada pihak yang mendorong gerbang dengan keras.
Di sisi lain, pengacara lainnya, Judianto Simanjuntak, meminta Kepolisian Resort Manggarai untuk menghentikan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap pemuda Poco Leok, termasuk peserta aksi lainnya.
Berdasarkan video yang beredar, robohnya gerbang pagar kantor bupati justru jatuh ke arah peserta aksi, bukan ke petugas, yang menunjukkan bahwa petugas yang mendorong gerbang dengan kuat.
“Seharusnya, yang dipanggil dan diperiksa adalah anggota Satuan Polisi Pamong Praja yang mengawal jalannya aksi, karena merekalah yang mendorong gerbang tersebut,” jelas Judianto.
Ia menyebutkan, peristiwa ini merupakan bagian dari skenario dan rekayasa yang melibatkan petugas.