Ruteng, Ekorantt.com – Menteri Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Natalius Pigai menegaskan, persetujuan masyarakat dalam proyek investasi, termasuk geotermal, tidak bisa hanya melalui kepala daerah seperti bupati.
Hal itu disampaikan dalam kuliah umum bertajuk “Pembangunan HAM di Indonesia” yang digelar Universitas Katolik Indonesia (Unika) Santu Paulus Ruteng di Lapangan Missio, Rabu, 21 Mei 2025.
Acara yang dihadiri ribuan peserta, termasuk mahasiswa, dosen, dan civitas akademika Unika Santu Paulus Ruteng itu menjadi forum penting untuk membahas isu-isu aktual terkait hak asasi manusia, termasuk konflik yang muncul dari rencana pembangunan proyek geotermal di Manggarai, Nusa Tenggara Timur.
Dalam sesi tanya jawab, Ayentonia Indra Kurnia, mahasiswi Prodi D3 Kebidanan, menanyakan langkah konkret Kementerian HAM RI dalam melindungi kelompok rentan, khususnya terkait polemik proyek geotermal yang masih menuai pro dan kontra di tengah masyarakat.
Menanggapi hal tersebut, Natalius Pigai menjelaskan, kementeriannya telah menetapkan delapan kriteria utama yang harus dipenuhi dalam setiap proses investasi, khususnya di daerah. Tiga di antaranya adalah right to know (hak untuk tahu), clean and clear (kejelasan status lahan), dan pelibatan masyarakat secara langsung dalam pengelolaan investasi.

“Right to know atau partisipasi, diberitahu, panggil orangnya, panggil masyarakatnya, datangi mereka bahwa saya akan mau investasi di tempat ini,” jelas Pigai.
Ia menambahkan, persetujuan masyarakat tidak bisa digantikan dengan persetujuan pejabat, seperti camat atau bupati.
“Kalau dia tidak terbuka, dia hanya datang ketemu camat, bupati lalu persetujuan bupati, itu dianggap atau ditempatkan sebagai persetujuan warga nggak bisa. Itu menentang apa yang namanya partisipasi atau right to know,” tegas Pigai.
Selain itu, Pigai menekankan pentingnya prinsip clean and clear dalam kepastian hukum atas lahan yang akan digunakan. Hal ini untuk memastikan bahwa tidak ada konflik agraria atau sengketa lahan yang dapat merugikan masyarakat.
“Jadi dipastikan clean and clear terhadap lahan,” tegas Pigai.
Ia mengingatkan agar masyarakat sekitar dilibatkan dalam pengelolaan investasi, baik dalam bentuk usaha mikro, pemberdayaan ekonomi lokal, maupun kesempatan kerja, mulai dari level buruh hingga manajemen.
“Kita ingin agar masyarakat lokal juga mendapat manfaat langsung dari keberadaan investasi itu,” pungkasnya.
Lapor ke Kejaksaan Agung
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) NTT secara resmi melaporkan dugaan praktik korupsi dalam proyek pengembangan energi panas bumi (geotermal) Poco Leok di Kecamatan Satarmese, Kabupaten Manggarai, ke Kejaksaan Agung Republik Indonesia.
Dalam keterangan pers yang disampaikan pada Sabtu, 8 Maret 2025 lalu, Staf Walhi NTT, Yuvensius Stefanus Nonga, mengungkapkan bahwa pihaknya mencurigai adanya penyalahgunaan wewenang oleh oknum pemerintahan yang terlibat dalam proyek tersebut.
“Geotermal Poco Leok di Kabupaten Manggarai diduga kuat sarat dengan tindakan korupsi oleh oknum pemerintahan,” ujarnya.
Walhi menilai proyek ini dipaksakan oleh PT PLN dan Pemerintah Kabupaten Manggarai tanpa mempertimbangkan dampak lingkungan dan sosial.
Proyek geotermal tersebut dinilai berpotensi menimbulkan kerugian negara yang besar, merusak kawasan hutan dan lahan pertanian milik warga, serta mengancam kelestarian ekosistem di sekitar lokasi.
Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Ulumbu di wilayah Poco Leok merupakan bagian dari program pemerintah pasca-penetapan Pulau Flores sebagai Pulau Panas Bumi melalui Keputusan Menteri ESDM Nomor 2268 K/30/MEM/2017.
Proyek ini dilaksanakan oleh PT PLN Unit Induk Pembangunan Nusa Tenggara dan didanai oleh Kreditanstalt für Wiederaufbau (KfW), bank pembangunan asal Jerman, dengan total anggaran sebesar 150 juta euro. Target produksi energi dari proyek ini mencapai 2×20 megawatt (MW).
Pengembangan PLTP Ulumbu Unit 5 dan 6 juga didukung melalui Surat Keputusan Bupati Manggarai Nomor HK/417/2022. Sebelumnya, PLTP Ulumbu yang berlokasi sekitar tiga kilometer dari Poco Leok telah beroperasi sejak 2012 dengan kapasitas 10 MW.