Oleh Mertin Lusi*
Setiap tanggal 15 Januari, masyarakat Langa selalu merayakan ritual adat RebaLanga. Langa, yang masuk ke dalam wilayah administratif Kecamatan Bajawa – Kabupaten Ngada, terdiri atas 6 desa, yaitu Desa Bela, Beja, Boradho, Langagedha, Bomari, dan Desa Borani.
Ritual Reba biasanya diawali dengan misa inkulturasi secara bergilir di kampung-kampung di Langa. Tahun ini, misa inkulturasi dirayakan di Kampung Bela, Desa Bela, Kecamatan Bajawa. Selanjutnya, pada tanggal 16 Januari hingga usai, ritual Reba akan berlangsung di rumah pokok (sa’o) masing-masing warga Langa.
Meskipun ritual Reba dilakukan setiap tahun, tidak semua orang muda di Langa memahami ritual tersebut. Oleh karena itu, generasi muda perlu didampingi terus menerus agar memahami setiap tahapan ritual. Dengan demikian, makna Reba yang sesungguhnya selalu dimaknai secara terus menerus.
Hal tersebut telah diantisipasi oleh pemerintah Desa Bomari yang dipimpin oleh Kepala DesaPius Liu Paru.Dia dan aparat desa lainnya bekerja sama mendukung semua tahapan ritual adat Reba. Merekamasuk kesetiap kampung untuk menggerakkan dan mengingatkan orang muda tentang ritual Reba.
Sebelum memasuki tahapan ritual Reba, pemerintah Desa Bomari menyelenggarakan seminar untukmemberi pemaknaan atasReba. Seminar menghadirkan Lembaga Pemangku Adat (LPA)dengan peserta dari parasiswa SMP dan Orang Muda Katolik (OMK).
Kepala Desa Bomari Pius Liu Paru yang dijumpai usai seminar mengatakan, seminar dan dialog bersama dilakukan agar orang muda Bomari mendengar secara langsung tentang hal ikhwal Reba yang secara turun temurun diwariskan oleh nenek moyang. Orang muda diharapkan bisa memahami semua tahapan Reba dan memaknainya sebagai pegangan hidup di masa mendatang. Orang muda juga diharapkan mengikuti setiap tahapan ritual Reba mulai dari BuiBheriMaghi, KobeDheke, Dhoi, dan KobeSui.
“Kami keliling kesetiap kampung dan masuk di dusun di desa. Apabila kami bertemu dengan orang muda, kami ajak mereka untuk terlibat atau pulang ke rumah pokoknya (sa’o) masing-masing untuk mengikuti ritual adat. Jadi, mereka tidak hanya memaknai Reba sebagai kegiatan makan,minum, dan berkumpul bersama keluarga,” katanya.
Pada siang hari, semua orang muda diimbau terlibat dalam tarian O, Uwi. Mereka hendaknya memahami setiap sajak yang dinyanyikan. Sebab, sajak dalam O, Uwi sarat makna bagi kelangsungan hidup pribadi dan masyarakat Langa.
Pius mengatakan, pemerintah desa tidak hanya mendukung upacara ritual Reba, tetapi juga memerhatikan semua adat budaya lainnya agar tidak punah.
Yati dan Petra, dua orang muda di Langa, mengaku merasa senang bisa mengikuti dialog tentang Reba bersama LPA. Mereka juga mengaku mendapatkan banyak ilmu baru yang selama ini belum pernah diperoleh baik dari keluarga maupun saat prosestahapan pelaksanaan Reba.
“Kami sangat senang bisa ikut dialog bersama LPA. Ternyata ada banyak makna dan tahapan yang kami belum tahu,”kata mereka.

Miliaran Rupiah untuk “Reba”
Untuk diketahui, Reba merupakan acara syukuran adat masyarakat Langa pada setiap permulaan tahun baru. Reba menjadi momen bagi masyarakat Langa untuk berjumpa dan berkumpul bersama keluarga besar.
Sebegitu pentingnya Wula Reba (Bulan Reba), masyarakat Langa tidak pernah tanggung-tanggung menggelontorkan banyak biaya untuk merayakannya. Menurut kalkulasi kasar Penulis, Reba Langa tahun ini menghabiskan Rp3,8 Miliar. Uang itu dihabiskan untuk membeli pakaian adat laki-laki dan perempuan dan makanan/minuman seperti babi, ayam, moke, dan beras. Pakaian adat wajib dipakai selama perayaan Reba berlangsung. Makanan dan minuman disiapkan untuk menjamu semua tamu yang datang mengikuti perayaan Reba.
Harga pakaian adat perempuan sekitar Rp2 Juta, sedangkan pakaian adat laki-laki sekitar Rp3 Juta. Pada misa Reba di Kampung Bela pada tanggal 15 Januari 2019, jumlah yang hadir sekitar 1.000 orang dengan rata-rata harga pakaian yang dipakai Rp2 Juta. Total pengeluaran untuk pakaian adat sekitar Rp2 Miliar. Angka ini belum termasuk masyarakat Langa yang tidak hadir misa Reba. Jumlah penduduk Langa sekitar 4.000 jiwa.
Selanjutnya, pada tanggal 16 Januari 2020, masyarakat Langa akan melakukan “leis babi” atau potong babi dengan total sekitar 100 ekor babi. Dengan harga babi sekitar Rp6 Juta per/ekor, maka pengeluaran untuk babi adalah sekitar Rp600 Juta.
Dengan total jumlah rumah tangga di Langa sebanyak 600 rumah tangga dan rata-rata pengeluaran untuk beras dan bumbu sekitar Rp2 Juta/Rumah Tangga, maka total pengeluaran untuk beras + bumbu sebesar Rp1,2 Miliar.
Dengan demikian, total biaya untuk perayaan Reba Langa tahun ini mencapai Rp3,8 Miliar.
Kalkulasi kasar biaya di atas dihitung dari tanggal 15 – 20 Januari 2019. Hitungan belum termasuk pengeluaran-pengeluaran lain yang relevan. Reba Langa sendiri baru berakhir sesuai dengan kesepakatan masing-masing keluarga. Jadi, biaya real bisa jauh lebih besar dari pada biaya hasil kalkulasi kasar di atas.
Selamat menunaikan ritual Reba bagi masyarakat Langa.