Karnaval Agustusan dan Rupiah di Tas Usang Edit Sisilia

Jalan-jalan utama di Kota Maumere nyaris bebas dari kendaraan yang lalu lalang pada 20 Agustus 2019 sore.Warga mulai memadati daerah di pinggir jalan untuk menikmati hiburan karnaval.

Jalan El Tari Maumere salah satunya. Dari ujung bawah Kota Uneng sampai perempatan tugu mof sisi kiri dan kanan badan jalan dikerumuni massa penonton.

Karnaval memang sudah jadi hiburan sekali setahun yang jarang dilewatkan walaupun yang ditampilkan ya itu-itu saja.

Pemandangan yang menjadi rutin ketika karnaval adalah melihat parade busana dari berbagai daerah, busana profesi hingga atraksi dan penampilan budaya kesenian setempat. Tak bisa dimungkiri momen seperti ini selalu antusias ditunggu oleh penonton sekaligus menjadi lahan basah bagi beberapa pedagang jajanan kecil seperti minuman dan snack.

Di tengah euforia masyarakat Kota Maumere yang tumpah di jalanan kota, ada mereka yang tak habis akal mengais rupiah. Kala saya berusaha setengah nyawa mencari apa yang lebih menarik dalam gelar karnaval tahunan ini, mata saya tertuju pada gelagat seorang anak perempuan. Dari jarak pandang sepuluh meter, ia terlihat telaten menjual dagangannya sambil sesekali mendongakKan kepala untuk mengerti apa yang sedang orang-orang itu lakukan di tengah jalan.

Benedikta Sisilia Sera atau akrab disapa Edit, gadis kecil berusia 13 tahun, dengan rambut keriting pirang ini berada di antara warga kota yang menikmati karnaval sore itu. Ia tidak sedang leha-leha. Tangan kanannya menggenggam erat toples roti kukus buatan sang mama. Sementara di lehernya melingkar tas hitam usang yang ia jaga hati-hati, jangan sampai enyah.

Sejak pagi, sang mama meracik adonan roti kukus sebab pukul 14.00 sore, Edit harus sudah keluar dan menjajakannya di Jalan Wairklau Maumere.

Pada hari pertama karnaval, roti buatan mama laku keras. Padahal pada hari biasa ia hanya mampu menjual 30-50 buah dengan harga seribu rupiah perbuah. Saat karnaval, total roti kukus yang terjual mencapai 150 buah.

Gadis cilik  yang juga adalah siswa kelas enam SDLB Alma Maumere ini rajin membantu sang mama menjual roti kukus selepas pulang sekolah. Dari raut wajahnya, saya melihat semangat yang berbeda dari anak-anak lainnya.

Ketika anak perempuan lain merengek minta dibelikan mainan, pita rambut, dan jepit yang lucu, Edit malah harus keliling kota, berjalan dari rumah ke rumah, kantor ke kantor agar roti buatan mama laku.

Saat sedang menjajakan roti tidak jarang ada orang yang menyorakinya, tapi tidak sedikit pun dia malu.

Aktivitas menjual mungkin sederhana dilihat, tapi tidak mudah bagi yang lain. Situasi hidup membentuk hati dan tubuh kecilnya menjadi jauh lebih kuat. Tahun depan, Edit lulus sekolah dasar. Ia ingin sekali melanjutkan sekolah di SMP Negeri 1 Maumere.

Kepada Ekora NTT, Edit menyampaikan mimpinya untuk menjadi seorang dokter dan seketika air mata saya penuh di mata. Orang kecil dengan mimpi yang besar, saya menepuk pundak kanannya sambil berkata, “bagus sayang, kaka berdoa semoga kau jadi dokter.”

Edit adalah refleksi 74 tahun NKRI yang sesungguhnya. Mimpi besar hanya akan dapat diraih dengan perbuatan besar, peluh dan kejujuran. Semarak dan hura-hura boleh, namun setiap pribadi bertanggung jawab atas dirinya. Mau jadi apa dia untuk Indonesia. Edit bertanggung jawab atas dirinya dan Indonesia, anda dan saya juga.

Sang bapak sudah jauh di surga, tapi ia perlu bangga bahwa Edit adalah simbol kekuatan perempuan dan harapan bagi Nian Tana Sikka dan Indonesia.

Setelah melipir beberapa menit, kami menyudahi obrolan berharga kami dengan tos semangat. Saya lanjut melihat parade karnaval sementara Edit melanjutkan dagangannya yang tersisa 20-an buah.

Selamat 74 tahun Indonesiaku, ada semangat yang tak pernah tua dari gadis kecil di Maumere. Edit namanya.

Aty Kartikawati

Jenazah, Tanah, dan Beasiswa di NTT

0

Data Jaringan Nasional (Jarnas) Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) PMI NTT menunjukkan,  PMI asal NTT yang meninggal di luar negeri mengalami peningkatan setiap tahun(EKORA NTT, Senin, 19/8/2019).

Pada tahun 2016, empat puluh enam (46) PMI asal NTT, dengan rincian dua puluh enam (26) laki-laki dan dua puluh (20) perempuan, meninggal. Dari 46 orang meninggal itu, empat (4) PMI prosedural dan 42 lainnya PMI non-prosedural.

Pada tahun 2017, PMI meninggal sebanyak 62 orang, dengan rincian 43 laki-laki dan 19 perempuan. Dari 62 orang meninggal itu, satu (1) PMI prosedural dan 61 lainnya PMI non-prosedural.

Pada tahun 2018, jumlah PMI meninggal meningkat menjadi 105 PMI, dengan rincian 71 orang laki-laki dan 34 orang perempuan. Dari 105 orang meninggal itu, tiga (3) PMI prosedural dan 102 lainnya PMI non-prosedural.

Sejak tahun 2014-2018, jumlah peti mati TKI yang dikirim ke NTT sudah mencapai 268 buah (Flores Pos, Sabtu, 26/1/2019).

Sementara itu, pada Agustus 2019, sebanyak 74 peti jenazah dikirim ke NTT (EKORA NTT, Senin, 19/8/2019).

Mengapa jenazah pekerja migran NTT selalu bertambah saban tahun? Lebih jauh, mengapa orang-orang NTT berbondong-bondong merantau mencari kerja di negeri seberang yang kemudian rentan menjadi korban perdagangan orang dan/atau korban penganiayaan sampai pembunuhan?

Di NTT, jawaban atas pertanyaan ini dikemukakan oleh paling kurang dua sudut pandang.

Sudut pandang pertama melihat persoalan migrasi internasional sebagai persoalan teknis yang bisa diselesaikan dengan cara-cara teknis pula. Menurut cara pandang ini, migrasi internasional beserta segala implikasi buruknya seperti ilegalitas, perbudakan, kematian, dan perdagangan pekerja migran terjadi sebagai akibat dari ketidakmampuan pemerintah menerapkan program-program strategis dan produk hukum yang tegas. Oleh karena itu, solusinya adalah melakukan intervensi teknis atas persoalan ini antara lain dengan menerbitkan moratorium Nomor 357/KEP/HK/2018 tentang Pelarangan Pengiriman TKI ke Luar Negeri a ala Gubernur Viktor Laiskodat dan/atau menerapkan program desa migran produktif, mengoptimalisasi layanan terpadu satu atap, serta membangun balai latihan kerja standar internasional a la Presiden Jokowi.

Sementara itu, sudut pandang kedua memandang persoalan migrasi internasional sebagai persoalan ekonomi politik. Menurut cara pandang ini, migrasi internasional di NTT terjadi karena ketimpangan ekonomi politik di pedesaan di NTT. Oleh karena itu, solusinya adalah melaksanakan “kebijakan nasional pemerataan kepemilikan tanah, pembangunan dan pengembangan industri dan penurunan biaya pendidikan dan peningkatan kuota beasiswa pendidikan yang menyasar keluarga petani miskin di NTT” (Emilianus Y.S. Tolo, “Ekonomi Politik Migrasi Internasional di NTT” dalam Flores Pos, Sabtu, 26/1/2019).

Kami berpendapat, kondisi objektif di NTT memerlukan pendekatan migrasi internasional sebagai persoalan ekonomi politik.

Struktur kepemilikan tanah di NTT masih timpang. Sebagian besar tanah terkonsentrasi di para tuan tanah. Gereja Katolik di Flores, misalnya, memiliki kebun dan sawah misi yang luas. Kadang-kadang, elite Gereja Katolik berseteru dengan umatnya sendiri di pengadilan untuk menentukan pemilik sah atas tanah. Misalnya, Paroki Salib Suci So’a di Ngada memenangkan gugatan perkara Sawah Gereja di Turadu’a vis a vis dengan umat yang mengklaim sebagai pemilik sah atas sawah tersebut. Para tani miskin dan buruh tanah yang tak punya sawah atau kebun untuk digarap kemudian putuskan untuk merantau ke luar negeri.

Selain itu, di NTT, akses pendidikan yang murah masih sulit digapai. Sekolah-sekolah bermutu di NTT umumnya mahal. Orang-orang miskin di NTT susah mengakses sekolah-sekolah bermutu yang mahal itu. Sekolah-sekolah bermutu hanya dapat diakses oleh kelas menengah ke atas. Akibatnya, sistem pendidikan yang mahal turut melanggengkan ketimpangan sosial ekonomi politik di masyarakat. Para tani miskin dan buruh tani, yang tidak sanggup membiayai ongkos sekolah anak-anaknya di sekolah-sekolah mahal ini, terpaksa merantau mencari ringgit untuk menyekolahkan anak-anaknya itu.

Struktur kepemilikan tanah yang timpang dan biaya pendidikan yang mahal membuat orang-orang NTT berlomba-lomba menjadi pekerja migran di Malaysia, Singapura, Arab Saudi, dan negara tujuan migrasi lainnya. Beberapa dari mereka akan pulang ke NTT dalam rupa jenazah.

Jadi, kami sependapat dengan tawaran solusi dari sudut pandang migrasi internasional sebagai persoalan ekonomi politik.

Pertama, Presiden Jokowi perlu melakukan reforma agraria dalam arti yang sepenuh-penuhnya, yaitu bagi-bagi ulang tanah kepada seluruh warga Negara Indonesia, terutama para tani miskin dan buruh tani, sehingga tercapai pemerataan kepemilikan tanah. Tidak sekadar bagi-bagi sertifikat tanah!

Kedua, pemimpin Negara mulai dari kepala desa, bupati, gubernur, dan presiden perlu beri beasiswa pendidikan bagi anak-anak NTT dari keluarga petani miskin atau buruh tani.     

74 Peti Jenazah Pekerja Migran NTT: Kado Ulang Tahun Kemerdekaan RI Ke-74

0

Maumere, Ekorantt.com – 74 tahun Indonesia merdeka belum menjamin Indonesia bebas dari masalah perdagangan orang.

Pekerja Migran Indonesia (PMI) selalu mengalami masalah baik selama proses pemberangkatan maupun setelah berada di luar Negeri.

Data Kementerian Luar Negeri, yang diberitakan Media Cetak Kompas, menunjukkan, seratus sembilan puluh lima (195) PMI terancam hukuman mati di beberapa Negara.

Di antaranya adalah di Malaysia sebanyak seratus lima puluh empat (154) orang, di Arab Saudi sebanyak dua puluh (20) orang, di Cina sebanyak dua belas (12) orang, di Uni Emirat Arab sebanyak empat (4) orang, di Laos sebanyak dua (2) orang, di Singapura sebanyak dua (2) orang, dan di Bahrain sebanyak satu (1) orang.

Sementara itu, data Jaringan Nasional (Jarnas) Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) PMI NTT menunjukkan, PMI asal NTT yang meninggal di luar negeri mengalami peningkatan setiap tahun.

Pada tahun 2016, empat puluh enam (46) PMI asal NTT, dengan rincian dua puluh enam (26) laki-laki dan dua puluh (20) perempuan, meninggal.

Dari 46 orang meninggal itu, empat (4) PMI prosedural dan 42 lannya PMI non-prosedural.

Pada tahun 2017, PMI meninggal sebanyak 62 orang, dengan rincian 43 laki-laki dan 19 perempuan.

Dari 62 orang meninggal itu, satu (1) PMI prosedural dan 61 lainnya PMI non-prosedural.

Pada tahun 2018, jumlah PMI meninggal meningkat menjadi 105 PMI, dengan rincian 71 orang laki-laki dan 34 orang perempuan.

Dari 105 orang meninggal itu, tiga (3) PMI prosedural dan 102 lainnya PMI non-prosedural.

Sementara itu, pada Agustus 2019, sebanyak 74 jenazah dikirim ke NTT.

Ketua JarNas Anti TPPO Rahayu Saraswati Djojohadikusumo mengatakan, dalam kasus seratus sembilan puluh lima (195) PMI yang terancam hukuman mati, pemerintah Indonesia mesti melakukan pendampingan hukum dan lobby politik untuk melindungi warga negaranya itu.  

Selain itu, perempuan yang biasa dipanggil Sara ini, mengatakan, Indonesia masih sangat lalai memberikan perlindungan bagi warga negara yang bekerja di luar negeri.

Hal ini terlihat pada meningkatnya kasus pemulangan jenazah PMI yang berasal dari NTT.

Setiap tahun, jumlah jenazah yang dipulangkan ke NTT selalu mengalami peningkatan.

Pada Agustus 2019 ini, NTT telah menerima tujuh puluh empat (74).

Kasus hukumnya tidak diproses.

Sara, yang juga Anggota Komisi VIII DPR RI ini, mengatakan, pemerintah Indonesia harus melakukan pengawalan terhadap kasus-kasus hukum PMI.

Hal ini sangat penting dilakukan agar keluarga korban bisa mendapatkan hak-haknya. 

Sekretaris JarNas Anti TPPO Andy Ardian dari ECPAT Indonesia mengatakan, pemulangan 74 jenazah PMI ke NTT merupakan tuaian hasil dari pembiaran Negara.

Negara tidak melindungi warga negaranya yang terpaksa bekerja di luar negeri dan terjerat sindikat perdagangan orang.

Andy mengatakan, kemiskinan menyebabkan masyarakat NTT rentan menjadi korban perdagangan orang.

Selain itu, Indonesia juga perlu mewaspadai situasi rentan saat terjadinya bencana.

Menurut dia, sebagai Negara yang rawan bencana, warga Negara Indonesia bisa lebih gampang dimanfaatkan oleh sindikat perdagangan orang dengan motif pemberian bantuan.

Ketua Bidang Advokasi JarNas Anti TPPO Gabriel Goa mengatakan, penanganan dan perlindungan hukum bagi korban perdagangan orang masih belum maksimal.

Para Aparat Penegak Hukum (APH) dinilai belum optimal menerapkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Penghapusan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Selain itu, pantauan dan pengalaman pendampingannya selama ini menunjukkan, masih ada oknum APH yang terlibat dalam kasus perdagangan orang.

Menurut dia, Negara harus hadir untuk melindungi dan memenuhi hak para korban perdagangan orang.

Laki-laki yang biasa dipanggil Gabby ini mengatakan, lembaga-lembaga Negara perlu bekerja sama dengan pegiat anti perdagangan orang, lembaga regional, dan lembaga internasional untuk menyelamatkan PMI yang menjadi korban perdagangan orang. 

Jaringan Nasional Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang (Jarnas Anti TPPO) memiliki visi dan misi, yakni terwujudnya Indonesia yang bebas dari tindak pidana perdagangan orang, mendorong penegakan dan penerapan hukum yang progresif demi tercapainya keadilan bagi korban TPPO, dan melakukan advokasi pemenuhan hak-hak korban serta sistem rehabilitasi pelaku TPPO secara nasional dan internasional.

JARNAS berharap, pemerintah mengutamakan agenda perlindungan warga negara dari bahaya perdagangan orang.

Mereka juga mendorong Presiden Jokowi memimpin langsung Rapat Koordinasi Nasional Gugus Tugas TPPO yang akan dilaksanakan di Kupang, NTT pada akhir Agustus 2019 nanti.

Situasi Perdagangan Orang di Indonesia

Dalam rilisnya, Jarnas Anti TPPO menandaskan, berdasarkan data statistik BNP2TKI, sepanjang tahun 2012-2018, PMI meninggal sebanyak 1.288 orang.

Malaysia merupakan negara tujuan PMI yang menduduki posisi tertinggi dengan angka kematian sebanyak 462 kasus, lalu disusul Arab Saudi sebanyak 224 kasus, Taiwan 176 kasus, Korea Selatan 59 kasus, Brunai Darussalam 54 kasus, dan Hongkong 48 Kasus.

Kasus perdagangan orang di Indonesia yang tercatat sebesar 5.551 kasus.

Dari 5.551 kasus itu, perempuan memiliki tingkat kerentanan tertinggi sebanyak 4.888 (73%), anak perempuan 950 (14%), laki-laki dewasa 647 (10%), dan anak laki-laki 166 (2,5%).

Data Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang oleh Bareskrim Polri tahun 2011-September 2018 menunjukkan, jumlah laporan sebesar 101 kasus dengan rincian korban TPPO sebanyak 1.321 perempuan dewasa, 46 anak perempuan, dan 96 laki-laki dewasa.

Dalam memberikan perlindungan hukum pada masalah perdagangan orang, Indonesia telah berkomitmen meratifikasi beberapa konvensi internasional.

Indonesia juga telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Penghapusan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Namun, ada beberapa kelemahan dalam implementasi undang-undang ini, di antaranya adalah pertama, penerapan restitusi yang belum maksimal.

Kedua, masih adanya penerapan subsider dalam penggantian hukuman.

Ketiga, masih sangat sedikit penjatuhan pidana pada kasus perdagangan orang yang melibatkan koorporasi.

Keempat, masih banyak kasus TPPO yang tidak menggunakan UU 21/2007 tentang TPPO.

Kelima, masih belum maksimal menghukum pelaku TPPO.

Selain itu, Indonesia juga telah memiliki Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Namun, kehadiran undang-undang ini belum  maksimal memberikan perlindungan bagi saksi dan korban.

Akhirnya, Jarnas Anti TPPO memberikan rekomendasi sebagai berikut.

Pertama, melakukan revisi UU 21/2007 tentang TPPO, dengan memberikan kompensasi pada kasus PMI yang meninggal di luar negeri.

Kedua, melakukan pengawasan terhadap kinerja LPSK agar pro-aktif menangani kasus TPPO di Indonesia. 

Kelima, mengaktifkan kembali gugus tugas TPPO di bawah koordinasi langsung presiden.

Keenam, mendorong terbentuknya badan nasional yang khusus menangani masalah TPPO.

Acara #JogjaMenyapa Hadirkan Tarian Sumba

0

Yogyakarta, Ekorantt.com – Sebagai bentuk simbolis menyambut mahasiswa/i baru di Kota Yogyakarta, Paniradya Kaistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta bekerjasama dengan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Gadjah Mada (UGM) menyelenggarakan malam kesenian bertajuk #JogjaMenyapa Ngaruhke Ngarahke (Tepung, Dunung, Srawung) di Kampung Budaya Pelataran Soegondo FIB UGM, Yogyakarta.

Kegiatan yang berlangsung pada tanggal 19-20 Agustus 2019 tersebut menghadirkan beragam tarian nusantara, representasi wilayah Sabang sampai Merauke. Dan salah satu tarian yang dipentaskan, terutama saat malam puncak, berasal dari Nusa Tenggara Timur, tepatnya daerah Sumba Barat Daya. Nama tarian itu Woleka. Dibawakan para mahasiswa/i baru asal Pulau Sumba.

Sebelum memulai acara, MC mengatakan bahwa Indonesia merupakan negeri yang kaya akan tradisi juga kebudayaannya. Sehingga pertunjukan-pertunjukan budaya dari berbagai macam wilayah mesti dilestarikan terus-menerus juga dinarasikan kepada sesama.

Dalam pementasan Woleka, tampak dua orang laki-laki dan beberapa perempuan menari, melenggak-lenggok dengan balutan busana Sumba Barat Daya. Para lelaki mengiringi kaum perempuan yang memilih titik fokus di area tengah panggung. Semuanya lincah. Dan terirama.

Woleka sendiri, untuk konteks masyarakat Sumba (Barat Daya), dipakai sebagai tarian penyambutan-pengiringan bagi orang baru ataupun tamu-tamu penting. Meskipun begitu, menurut salah seorang penari Dedi, apa yang mereka suguhkan pada malam itu memberikan pesan ihwal penghargaan terhadap kebiasaan orang Sumba, yakni bertenun ikat.

“Tadi, kaka lihat to ade-ade nona mereka buat gerakan seperti orang lagi tenun. Lewat tarian ini kami mau sampaikan pesan bahwa kita tidak lupa pada tradisi meski tinggal di Jawa. Dan lebih jauh, kita mau menghargai tradisi menenun yang memakai alat dan bahan tradisional. Orang pilin kapas jadi benang, lalu mulai bikin sarung. Kami coba angkat itu ke atas panggung,” ujarnya kepada EKORA NTT usai pentas.

Tentu saja Dedi dan kawan-kawannya merasa bangga bisa tampil pada kesempatan itu. Mereka memperkenalkan kebudayaan Sumba kepada publik di luar daerah mereka.

Namun, yang menarik juga pada malam budaya termaksud, di sela-sela susunan acara keseluruhan, semua peserta sempat diajak untuk mengangkat tangan bersama-sama dan menyerukan solidaritas dan persatuan Indonesia. Sebagai bentuk respons atas berbagai situasi sosial belakangan yang meresahkan masyarakat umum.

“Kita semua ini Indonesia. Tanpa membeda-bedakan suku, agama, ras dan budaya. Kita doakan sama-sama agar Indonesia tetap damai dan rukun,” begitulah teriak pemandu acara yang kemudian ditanggapi dengan tepuk tangan oleh peserta yang hadir.

Kasihanilah Abdul Somad!

0

Oleh Dominggus Koro*

Sungguh masyhur Abdul Somad. Ia kerap tampil di televisi dan diwartakan di berbagai media daring. Nama dan wajahnya akrab di ingatan orang ramai. Ia pesohor di panggung agama.

Ustadz Abdul Somad. Pas betul sarjana tamatan Al Azhar, Mesir, berada di panggung ini. Sebutan bahasa Arab di depan namanya menunjukan kapasitas keilmuan dia. Ia kompeten mengajar, fasih melisankan isi teks-teks agama. Pendeknya, ia piawai berdakwah, yakni mengajak orang kepada Islam.

Saya pernah menyaksikan dia pada acara dakwah di sebuah televisi nasional, juga dua tiga kali di Youtube.  Ia punya daya pikat dalam cara menyampaikan cerita, pesan, dan ide. Wajah dan mimiknya yang lucu menambah greget magentik bagi hadirin dan pemirsa. Ia, oleh karena ini, memiliki banyak follower di seantero Indonesia.

Itulah Somad, juruwarta agama yang sangat mumpuni. Ia orang yang asyik untuk didengar, menghibur, dan meneguhkan. Terlepas setuju atau tidak isi omongannya, videonya bagus untuk ditonton. Termasuk yang viral menjelang perayaan 17 Agustus 2019, di mana ia bicara tentang salib.

(Mungkin) ada seorang ibu bertanya dan ia menjawab, “Apa sebabnya ustad, kalau melihat salib, menggigil hati saya? Setan….” Tuan dan puan, saya mengutip video untuk bahasan di forum terbatas ini.

Sedikit kutipan lagi, “Apa sebabnya kata ibu itu, mirip macam gini. Saya terlalu terbayang salib, nampak salib. Jin kafir sedang masuk. Karena di salib itu ada jin kafir. Dari mana masuknya jin kafir? Karena ada patung. Kepalanya ke kiri apa ke kanan? Nah, ada yang ingat, kan? Nah, itu ada jin di dalamnya. Jin kafir. Di dalam patung itu ada jin kafir.”

Apakah Somad salah berkata demikian? Tidak. Tugas dia memang menghibur sekaligus meneguhkan hati para pendengarnya. Memastikan pemahaman dan praktik saudara-saudara kita Muslim selaras dengan Surat Ali Imran [3]:19), “Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” Dan, [3]:85), “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidak akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.”

Sebagai pesohor, ia memikul beban berat, bagaimana supaya pengikutnya tetap terhibur dan tidak berkurang jumlahnya—bertambah boleh. Diksi kafir, patung dan jin berfungsi sebagai sabu-sabu, agar terus tampil prima dan meyakinkan. Ini nasib orang beken; gemerlap dengan segenap simbol yang melekat di diri, tapi hampa jiwa. Ia akan terus begini seumur hayatnya, terlebih karena ada rujukan di teks agama.

Somad menderita. Ia lelah dan sakit. Jangan lagi bully dia. Jiwanya kerontang, tiada lembab kasih yang merangkul dan pengertian yang mengatasi perbedaan “kulit” agama. Punggungnya sarat tumpukan kitab suci, tapi tidak mensucikan dan melembutkan jiwanya. Ia hanya pemikul pustaka belaka. Sapa dia dengan bahasa cinta. Sadari, yang bikin dia bisa melakoni tugasnya adalah Hyang Maha Ada juga—kesadaran ini membersihkan batin dari kotoran benci, amarah, penghakiman dan klaim-klaim murahan.

Ah, tentang kafir dan patung, saya ingat kisah dalam hidup Swami Vivekananda. Spiritualis pengembara dan pejuang India panutan Bung Karno itu pernah menyadarkan seorang penguasa yang menghina cara dan sarana peribadatan Hindu.

Awal 1891, ia menemui Mangal Singh, penguasa Alwar (sekarang Rajasthan). Sang raja mencemoohnya, “Swamiji, saya dengar anda seorang terpelajar. Kenapa anda sia-siakan hidup dengan mengembara dan mengemis?”

“Maharaja, kenapa anda mengabiskan waktu untuk kesenangan berburu dan mengabaikan tugas-tugas sebagai pemimpin?”, jawab sang Swami—artinya ia yang telah menaklukan ego, melampaui pikiran, keinginan dan kesadaran rendah serta seluruh indra. Semua yang hadir di istana terkejut mendengar pertanyaan lugas ini. “Saya suka dan menikmatinya,” jawab Mangal dan, lanjutnya, “Bukankah kalian bermeditasi dan melakukan pemujaan dengan alasan yang sama?”

Dinding istana Alwar dipenuhi hiasan dari binatang buruan. Raja Mangal bangga dengan kemampuannya berburu. Vivekananda mengkritik dia, “Seekor hewan tak membunuh hewan lain bila tidak perlu, kenapa anda membunuh mereka demi kenikmatanmu? Tindakanmu tidak bermakna.”

“Kalian menyembah berhala. Saya tidak percaya pada berhala. Saya tidak menyembah pohon, tanah, batu, atau logam. Semuanya tidak berarti,” lagi raja itu mengolok Vivekananda.

Tersenyum dan tenang Vivekananda minta pelayan mengambil lukisan ayah Mangal yang dipajang di istana. Tanpa ragu ia meminta lukisan itu diludahi. Semua yang hadir diam, memandangi raja mereka dengan takut dan bingung.

Ia mengulangi perkataannya, “Ludahi lukisan ini! Siapa saja boleh.” Kali ini ada yang berteriak, “Apa yang Swami lakukan? Jangan, Swami. Ini lukisan raja kami. Kami tidak boleh melakukan penghinaan.”

Vivekananda menjelaskan, “Ini hanya selembar kertas, benda mati, tidak bernyawa. Tetapi kalian menolak untuk meludahinya. Kalian menghormatinya, seperti yang kalian lakukan terhadap raja, karena lukisan ini merupakan bayangan rajamu.”

Ia berpaling ke Mangal Singh, katanya, “Lihat, Maharaja, ini lukisan Baginda Raja, ayah anda. Lukisan ini simbol, mengingatkan dan membuat anda merasakan kehadirannya. Pun demikian puja yang dilakukan seorang Hindu dengan sarana pratima. Ini menyangkut anubhuti, rasa dan kesadaran akan kehadiran Hyang Suci dan Mulia.

Singkat cerita, Mangal Singh menyadari kesalahapahamannya atas makna pemujaan yang sebenarnya. Ia minta maaf atas penghinaan yang telah diperbuatnya kepada Vivekananda. Juga ia berterima kasih atas pelajaran spiritual yang diperolehnya. Sanyasi itu tinggal beberapa hari di Alwar atas permintaan sang raja.

Persis seperti penjelasan Vivekananda, salib, pratima Yesus dan Bunda Maria pun merupakan perwujudan simbol kesucian dan kemuliaan. Salib mengingatkan orang Kristen akan pengorbanan Yesus, memberi diri kepada sesama demi kasih. Kasih adalah keadaan batin yang nirmala, dan demi ini seorang Kristen mesti menggantung ego dan nafsu serta keinginan rendahan di salib`

Tentang devosi kepada Bunda Maria, saya kutip apresiasi Gandhi. Ia tulis dalam otobiografinya, “Orang akan berubah, bersikap penuh rasa hormat ketika melihat orang lain berlutut di depan pratima Sang Perawan. Rasa ini terpatri dalam diri saya, bahwa berlutut dan berdoa bukan penyembahan berhala. Para pemeluk teguh yang bersimpuh itu tidak sedang memuja marmer atau batu, tapi terbakar oleh semangat devosi kepada kesucian dan keilahian dalam rupa simbol. Saya bisa merasakan pemujaan ini tidak merendahkan, tapi memuliakan Tuhan.”

Ustadz Somad tetap berkukuh ini berhala? Baik, tapi apa salahnya bila cara dan sarana peribadatan begini bikin manusia sadar akan kemahahadiran Hyang Suci dan Lembut di mana-mana? Manusia berwelas asih, merawat kohesi sosial dan harmoni dalam kebhinekaan. Dengan kata lain, manusia jadi pancasilais. Tidak salah, bukan?

Devosi dengan sarana salib, pratima Bunda Maria dan Yesus melembabkan jiwa dengan kasih. Lalu, manusia bisa memberi dari kepunyaannya; yang punya kasih membagikan kasih, yang bergelimang benci menebarkan terik angkara dan penghinaan. Maka, kasihi dan kasihani Somad—penderita kekeringan jiwa.

Referensi:

  1. Swamivivekanandaquotesgarden.blogspot.com
  2. Gandhi, M.K; An Autobiography OR The Story of My Experiment With Truth (1927), hal 71.

*Warga Maumere, Flores

Seminari Tinggi St. Kamilus Nita, Flores, Bangun 25 Rumah Bebas Pasung

Nita, Ekorantt.com – Seminari Tinggi St. Kamilus dari tarekat Camilian di Nita, Flores, NTT, membangun 25 unit rumah bebas pasung bagi orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).

25 unit rumah ini dipersembahkan secara khusus oleh para biarawan Camilian kepada para penderita ODGJ.

Menurut Rektor Seminari Tinggi St. Kamilus Pater Cyrelus Suparman Andi, MI, jumlah ODGJ di Kabupaten Sikka lumayan banyak sehingga tarekatnya menaruh kepedulian untuk ikut dalam pelayanan kepada orang-orang seperti ini.

Rumah yang dibangun berukuran 3X4 meter.

Rumah ini dilengkapi dengan tempat tidur, toilet jongkok, dan berlantai keramik.

Rumah didesain khusus sehingga para ODGJ tidak merasa sendirian dan tertekan.

“Rumah yang dibangun itu sudah mempertimbangkan berbagai aspek sehingga ODGJ tidak merasa bahwa mereka diasingkan. Sebelumnya para ODGJ itu dipasung. Tidak baik kalau dipasung, sangat disayangkan karena kalau semakin dipasung maka mereka semakin tertekan,” demikian kata Pater Cyrelus.

Menurut Pater Cyrelus, rumah bebas pasung yang dibangun tersebar di beberapa kecamatan yang ada di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Ada di Kecamatan Nita, Nele, Kewapante, Waigete, Lela, Bola, dan Kecamatan Alok.

Untuk selalu memantau keadaan pasien, pihaknya membangun partner dengan keluarga untuk mengawasinya dan Puskesmas setempat untuk pemberian obat gratis.

“Keluarga memiliki tanggung jawab akan perkembangan pasien. Dia mudah sembuh kalau diperhatikan dengan baik, makan teratur, dan selalu menjaga kebersihannya,” ujar Cyrelus.

Seorang biarawan Tarekat St. Camilian berpose di samping seorang ODGJ yang telah sembuh di Nita, Flores. EKORANTT/YUVENFERNANDEZ

Cyrelus lebih jauh menjelaskan, salah satu spiritualitas serikatnya adalah terlibat dalam bidang kesehatan. Secara khusus kepada para ODGJ.

Selama penanganan kesehatan, ada ODGJ yang sembuh dan kini sudah mulai beraktivitas bahkan mulai usaha kecil-kecilan dengan beternak ayam.

Delly Pasande, Kepala Dinas Sosial Kabupaten Sikka, mengemukakan penghargaan dan terima kasih kepada para biarawan dari tarekat Camilian yang ikut dalam penanganan terhadap para ODGJ.

Saat ini data dari Dinas Sosial Sikka ada 587 ODGJ.

Rinciannya, laki-laki 332 orang dan perempuan 255 orang.

Pasien yang telah memperoleh layanan kesehatan 231 jiwa sedangkan yang belum 390 jiwa.

Jumlah kasus pasung 38 kasus dan yang sudah dibebaskan 11 orang.

Yuven Fernandez

Korupsi dan Keterbukaan Informasi Publik di NTT

0

Pada Kamis, 8 Agustus 2019 lalu, kelompok masyarakat sipil yang tergabung dalam “Maumere Corruption Watch” (MCW) melakukan aksi damai mendesak Kejaksaan Agung RI segera menetapkan Yos Ansar Rera sebagai tersangka kasus dugaan korupsi tunjangan perumahan dan tunjangan transportasi anggota DPRD Sikka periode 2014-2019 di Kejaksaan Negeri (Kejari) Maumere dan di Kantor Bupati Sikka.

Dalam tanggapannya terhadap desakan masyarakat sipil itu, Kejaksaan Agung RI melalui Humas Puspenhum mengungkapkan,kasus dugaan korupsi pada masa pemerintahan Bupati Yos Ansar Rera itu masih dalam proses penyelidikan.

Mereka menegaskan, sesuai dengan Pasal 17 Huruf (a) Angka (1) Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (selanjutnya disebut UU 14/2008 atau UU KIP), informasi tentang proses penyelidikan suatu kasus hukum masuk ke dalam kategori informasi yang dikecualikan.

Jawaban kejaksaan ini memantik diskursus baru tentang hubungan antara kasus korupsi dan keterbukaan informasi publik (KIP) di NTT.

Dalam laporannya tentang kondisi pemberantasan korupsi di NTT, Staf Investigasi Divisi Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah di Hotel Pelita Maumere, Flores, mengungkapkan, sepanjang tahun 2018 saja, terdapat 19 kasus korupsi dan suap di NTT.

Dari 19 kasus itu, 14 kasus ditangani oleh kepolisian dengan estimasi kerugian Negara sebesar Rp7,6 Miliar, 5 kasus ditangani oleh kejaksaan dengan estimasi kerugian Negara sebesar Rp3,1 Miliar, dan 1 kasus suap ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan jumlah uang suap Rp4,1 Miliar.

Jadi, total kerugian Negara akibat korupsi para koruptor di NTT sepanjang tahun 2018 mencapai angka Rp10,7 Miliar.

Sementara itu, total uang suap dari swasta kepada penjabat Negara sebesar Rp4,1 Miliar. Kasus suap ini terkuak saat KPK mencokok Bupati Ngada Marianus Sae di Surabaya di tengah kontestasi Pilgub NTT 2018 lalu.

Dalam sejarah kasus korupsi di NTT dari masa ke masa, para koruptor di NTT menggunakan berbagai macam modus untuk menggarong uang rakyat.

Pertama, mark up sebanyak 76 kasus dengan total kerugian Negara Rp541 Miliar.

Kedua, penyalahgunaan anggaran sebanyak 68 kasus dengan total kerugian Negara Rp455 Miliar.

Ketiga, penggelapan sebanyak 62 kasus dengan kerugian Negara Rp441 Miliar.

Keempat, penyalahgunaan wewenang sebanyak 20 kasus dengan kerugian Negara Rp3,6 Triliun.

Kelima, laporan fiktif sebanyak 59 kasus dengan kerugian Negara Rp160 Miliar.

Keenam, suap sebanyak 51 kasus dengan kerugian Negara Rp67,9 Miliar dan pencucian uang sebesar Rp57 Miliar.

Ketujuh, kegiatan/proyek fiktif sebanyak 47 kasus dengan kerugian Negara Rp321 Miliar.

Saudara-saudara, total kerugian Negara akibat korupsi di NTT mencapai angka Rp5,6 Triliun lebih!

Sementara itu, data PIAR 2018 menunjukkan, 70% kasus-kasus korupsi di NTT di-peti-es-kan.

Mengapa korupsi memamahbiak dengan begitu subur dan begitu mudah pula di-peti-es-kan di negeri pemilik komodo dan danau 3 warna Kelimutu ini?

Kami berpendapat, salah satu jawabannya adalah kurangnya akses rakyat terhadap informasi publik.

Hipotesis kami adalah semakin rakyat tidak terpapar informasi publik, semakin korupsi merajalela. Sebaliknya, semakin rakyat terpapar informasi publik semakin korupsi dapat dicegah dan diberantas.

Berdasarkan regulasi, selambat-lambatnya 2 tahun paska diterbitkannya UU 14/2008 atau UU KIP, setiap provinsi diberi mandat membentuk Komisi Informasi Perwakilan (KIP).

Sampai dengan tahun 2018, 32 provinsi di Indonesia sudah membentuk KIP, kecuali Maluku Utara dan NTT.

Dalam catatan ICW, NTT sendiri sudah didesak Komisi Informasi Pusat untuk membentuk KIP NTT sejak 2015.

Namun, baru pada Maret 2019, mulai diadakan seleksi calon anggota KIP NTT.

Patut dicatat, proses seleksi KIP NTT berlangsung tidak terlalu transparan. Hanya diumumkan dalam satu dua koran tertentu di Kupang, yang tentu saja tidak representatif. Kriteria seleksi calon juga bertendensi primordialistis.

Akan tetapi, biar bagaimana pun juga, pembentukan KIP NTT menjadi peluang emas bagi rakyat NTT untuk terlibat aktif mencegah dan memberantas kasus korupsi di NTT.

Caranya mudah. Mintailah segenap informasi publik di badan-badan publik.

Misalnya, Saudara bisa minta total uang rakyat NTT di APBD NTT 2019. Lalu, ke mana saja uang Saudara itu mengalir atau ter-alokasi-kan. Proyek-proyek apa saja yang dikerjakan dengan uang itu.

Jika Saudara temukan ada dugaan penyelewengan uang Saudara, jangan sungkan-sungkan untuk laporkan ke jaksa, polisi, atau KPK! Itu hak dan kewajiban Saudara.

Jika Saudara dihambat oleh penjabat Negara dalam upaya mengakses informasi publik, Saudara bisa ajukan keberatan atas tidak diberikannya informasi dengan batas waktu 30 + 30 hari dan sengketa informasi dengan batas waktu 14 hari kepada KIP NTT di Kupang.

Kejagung RI Masih Lidik Kasus Dugaan Korupsi Tunjangan Kerja DPRD Sikka

0

Pada Kamis, 8 Agustus 2019 lalu, kelompok masyarakat sipil yang tergabung dalam “Maumere Corruption Watch” (MCW) melakukan aksi damai mendesak Kejaksaan Agung RI segera menetapkan Yos Ansar Rera sebagai tersangka kasus dugaan korupsi tunjangan perumahan dan tunjangan transportasi anggota DPRD Sikka periode 2014-2019 di Kejaksaan Negeri (Kejari) Maumere dan di Kantor Bupati Sikka. Apa tanggapan pihak Kejagung RI? Apakah proses penyelidikan atas kasus dugaan korupsi berjemaah ini bisa disampaikan secara terbuka ke publik? Bagaimana seharusnya sikap publik terkait kasus ini?

Maumere, Ekorantt.com – Hingga berita ini diturunkan, Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia (RI) masih sedang melakukan penyelidikan kasus dugaan korupsi tunjangan perumahan dan tunjangan transportasi anggota DPRD Sikka periode 2014-2019.

Bagian Humas Puspenkum Kejaksaan RI via e-mail kepada media mengungkapkan, kasus dugaan korupsi pada masa pemerintahan Bupati Yos Ansar Rera itu masih dalam proses penyelidikan.

Pihak kejaksaan menegaskan, sesuai dengan Pasal 17 Huruf (a) Angka (1) Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (selanjutnya disebut UU 14/2008 atau UU KIP), informasi tentang proses penyelidikan suatu kasus hukum masuk ke dalam kategori informasi yang dikecualikan.

Hasil investigasi EKORA NTT menunjukkan, UU 14/2008 atau UU KIP mengatur informasi yang dikecualikan sebagai berikut.

Informasi publik yang dikecualikan bersifat ketat dan terbatas (Pasal 2 Ayat (2)).

Informasi publik yang dikecualikan bersifat rahasia sesuai dengan UU, kepatutan, dan kepentingan umum didasarkan pada pengujian tentang konsekuensi yang timbul apabila suatu informasi diberikan kepada masyarakat serta setelah dipertimbangkan dengan seksama bahwa menutup Informasi Publik dapat melindungi kepentingan yang lebih besar daripada membukanya atau sebaliknya (Pasal 2 Ayat (4)).

Badan Publik berhak menolak memberikan informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan (Pasal 6 Ayat (1)).

Badan Publik berhak menolak memberikan Informasi Publik apabila tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 6 Ayat (2)).

Informasi Publik yang tidak dapat diberikan oleh Badan Publik, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah (Pasal 6 Ayat (3)):

  1. Informasi yang dapat membahayakan negara;
  2. Informasi yang berkaitan dengan kepentingan perlindungan usaha dari persaingan usaha tidak sehat
  3. Informasi yang berkaitan dengan hak-hak pribadi;
  4. Informasi yang berkaitan dengan rahasia jabatan;dan/atau
  5. Informasi Publik yang diminta belum dikuasai atau didokumentasikan.

Setiap Badan Publik wajib membuka akses bagi setiap Pemohon Informasi Publik untuk mendapatkan Informasi Publik, kecuali (Pasal 17):

  1. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat menghambat proses penegakan hukum, yaitu informasi yang dapat:
  2. Menghambat proses penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana;
  3. Mengungkapkan identitas informan, pelapor, saksi, dan/atau korban yang mengetahui adanya tindak pidana;
  4. Mengungkapkan data intelijen kriminal dan rencana-rencana yang berhubungan dengan pencegahan dan penanganan segala bentuk kejahatan transnasional;
  5. Membahayakan keselamatan dan kehidupan penegak hukum dan/atau keluarganya; dan/atau
  6. Membahayakan keamanan peralatan, sarana, dan/atau prasarana penegak hukum.
  7. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat;
  8. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat membahayakan pertahanan dan keamanan negara, yaitu:
  9. Informasi tentang strategi, intelijen, operasi, taktik dan teknik yang berkaitan dengan penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara, meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran atau evaluasi dalam kaitan dengan ancaman dari dalam dan luar negeri;
  10. Dokumen yang memuat tentang strategi, intelijen, operasi, teknik dan taktik yang berkaitan dengan penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara yang meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran atau evaluasi;
  11. Jumlah, komposisi, disposisi, atau dislokasi kekuatan dan kemampuan dalam penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara serta rencana pengembangannya;
  12. Gambar dan data tentang situasi dan keadaan pangkalan dan/atau instalasi militer;
  13. Data perkiraan kemampuan militer dan pertahanan negara lain terbatas pada segala tindakan dan/atau indikasi negara tersebut yang dapat membahayakan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan/atau data terkait kerjasama militer dengan negara lain yang disepakati dalam perjanjian tersebut sebagai rahasia atau sangat rahasia;
  14. Sistem persandian negara; dan/atau
  15. Sistem intelijen negara.
  16. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkapkan kekayaan alam Indonesia;
  17. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik, dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional:
  18. Rencana awal pembelian dan penjualan mata uang nasional atau asing, saham dan aset vital milik negara.
  19. Rencana awal perubahan nilai tukar, suku bunga, dan model operasi institusi keuangan;
  20. Rencana awal perubahan suku bunga bank, pinjaman pemerintah, perubahan pajak, tarif, atau pendapatan negara/daerah lainnya;
  21. Rencana awal penjualan atau pembelian tanah atau properti;
  22. Rencana awal investasi asing;
  23. Proses dan hasil pengawasan perbankan, asuransi, atau lembaga keuangan lainnya; dan/atau
  24. Hal-hal yang berkaitan dengan proses pencetakan uang.
  25. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik, dapat merugikan kepentingan hubungan luar negeri:
  26. Posisi, daya tawar dan strategi yang akan dan telah diambil oleh negara dalam hubungannya dengan negosiasi internasional;
  27. Korespondensi diplomatik antarnegara;
  28. Sistem komunikasi dan persandian yang dipergunakan dalam menjalankan hubungan internasional; dan/atau
  29. Perlindungan dan pengamanan infrastruktur strategis Indonesia di luar negeri.
  30. Informasi Publik yang apabila dibuka dapat mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang;
  31. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkap rahasia pribadi, yaitu:
  32. Riwayat dan kondisi anggota keluarga;
  33. Riwayat, kondisi dan perawatan, pengobatan kesehatan fisik, dan psikis seseorang;
  34. Kondisi keuangan, aset, pendapatan, dan rekening bank seseorang;
  35. Hasil-hasil evaluasi sehubungan dengan kapabilitas, intelektualitas, dan rekomendasi kemampuan seseorang; dan/atau
  36. Catatan yang menyangkut pribadi seseorang yang berkaitan dengan kegiatan satuan pendidikan formal dan satuan pendidikan nonformal.
  37. Memorandum atau surat-surat antar Badan Publik atau intra Badan Publik, yang menurut sifatnya dirahasiakan kecuali atas putusan Komisi Informasi atau pengadilan;
  38. Informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan Undang-Undang.

Hasil investigasi di atas menunjukkan, informasi publik yang dapat menghambat proses penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana masuk ke dalam kategori informasi publik yang dikecualikan.

Praktisi Hukum Viktor Nekur mengungkapkan, sikap publik yang tepat terkait kasus dugaan korupsi tunjangan kerja DPRD Sikka adalah menunggu hasil dan mengawal proses penyelidikan Kejagung RI atas kasus tersebut.

Sebelumnya, Yos Ansar Rera kepada EKORA NTT di kediamannya di Jalan Litbang, Jumat (9/8) mengaku siap menjalani proses hukum yang sedang ditangani oleh Kejagung RI.Mantan Bupati Sikka periode 2013-2018 itu mengatakan, kalau toh pada akhirnya dia ditetapkan menjadi tersangka, maka bukan hanya dirinya saja, melainkan juga para anggota DPRD Sikka yang turut menikmati aliran dana itu.

“Karena mereka yang menikmati. Bukan saya. Saya kan yang buat kebijakan. Itu saja singkatnya,” katanya.

Untuk menyegarkan ingatan kolektif publik Pembaca, berikut Redaksi lampirkan kronologi kasus dugaan korupsi berjemaah di atas.

Sumber: Pemberitaan EKORA NTT. Diolah oleh Litbang EKORA NTT
Sumber: Pemberitaan EKORA NTT. Diolah oleh Litbang EKORA NTT

SMAK St. Gregorius Reo, Awalnya Diremehkan Kini Diperhitungkan

Ruteng, Ekorantt.com – Salah satu sekolah yang bernaung di bawah Yayasan Sukma milik Keuskupan Ruteng adalah SMAK St. Gregorius Reo. Sekolah ini kini berkembang menjadi sekolah yang unggul dalam mutu berkat sentuhan tangan dingin sang kepala sekolah.

Romo Louis Jawa, demikian nama lengkap sang kepala sekolah. Memulai tugas di sekolah pada tahun 2014, Romo Louis mengaku was-was. Ada rasa cemas dan gelisah.

“Bisa tidak mengangkat derajat sekolah yang sebelumnya  selalu tak dianggap, diremehkan menjadi sebuah sekolah yang  para peserta didik dan para guru dan pegawainya punya karakter unggul dan berkualitas,” begitu kata hati kecilnya.

24 Januari 2014 memulai masa tugas sebagai kepala sekolah, Romo Louis mengakui bahwa sekolah ini memang belum terurus dengan baik. Lingkungan  sekolah tampak gersang dan nampak tua sekali.

Etos kerja para guru di bawah standar. Murid-murid sesuka hati datang ke sekolah. Bolos dan tawuran sudah jadi hal yang biasa. Ditambah lagi belum ada tradisi ilmiah dan wajah khas sebagai sebuah sekolah katolik.

Darah muda sebagai imam berdesir. “Ada hal yang harus saya benahi demi membangun sekolah ini,” ujar Romo Louis.

Pengalaman sebelumnya sebagai frater TOP, sebagai pembina bagi para frater yang menjalankan tahun rohani (TOR),  pembina bagi kelompok Centro Jhon Paul II Ritapiret 2010-2012 dan sebagai pastor rekan dan staf Pusat Pastoral Keuskupan Ruteng mematangkan tekadnya untuk bekerja dengan pemberian diri yang total.

Langkah berani yang dikerjakannya adalah menata sistem pendidikan di sekolah dengan jumlah siswa mencapai 1000-an ini ala Seminari. Kebijakan yang juga diambil adalah  membongkar ruang kelas dan menjadikannya sebagai asrama putri.

Romo Louis Jawa

Langkah ini banyak yang mendukung tapi banyak pula yang tidak setuju. Selaku kepala sekolah Romo Louis tetap bersihkuku untuk jalan terus. Namanya perubahan pasti ada yang terima dan ada yang menolak.

Perjuangan yang tegar pun membuahkan hasil, SMAGER Reo tumbuh menjadi sekolah yang kini banyak dikenal karena capaian-capaian besar yang ditoreh.

Salah satu capaiannya adalah menjadikan sekolah dengan jumlah siswa yang banyak ini dengan karakter sebagai sekolah Katolik yang khas. Para peserta didiknya berkarakter.

Sekolah ini juga menjadi unggul karena dengan biaya yang standar toh sekolah tetap tumbuh dan semakin berkualitas. Sekolah ini memang banyak menampung siswa dengan pekerjaan pokok orang tua adalah petani. Biaya pertahunnya  Rp1.510.000 pun bisa dijangkau.

Kini SMAGER menjadi maju dan unggul. Para siswa dan gurunya pelan-pelan berbenah. Romo Louis mengaku ada banyak makna pelajaran dari hidup sebagai seorang imam yang diperolehnya.

Antara lain, tetap menjadi pribadi yang sabar dan tabah. Apa lagi dalam menangani konflik. Ada keteguhan hati untuk terus berkorban dalam memajukan sekolah sekalipun itu harus menggunakan uang pribadi.

Menempatkan diri sebagai sahabat bagi para peserta didik dan tetap berjuang menumbuhkembangkan mutu meski banyak sekali jumlah siswa miskin secara ekonomi.

Prinsip pemberian diri dan gigih merawat visi untuk terus berjuang menjadi spirit yang terus dihidupi Romo Louis demi memajukan SMAGER. Sekolah yang dulu diremehkan itu pun kini diperhitungkan.

Romo Louis sesungguhnya telah menjadi sahabat sekaligus guru. Bisa jadi benar, apa yang dikemukakan oleh seorang penulis dan guru, Elaine McEwan bahwa, kepala sekolah yang sangat efektif memahami adanya komunitas para pemimpin.

Ketika anggota staf, orang tua, serta murid merupakan bagian dari suatu komunitas para pemimpin, maka setiap orang menerima tanggung jawab untuk belajar, mengetahui alasan di balik apa yang sedang mereka lakukan, dan memiliki komitmen terhadap misi sekolah. Maju terus SMAGER, salut Romo Louis.

RUU Perkoperasian dan Rompi Pengaman Kepentingan Proyek Elitis

Oleh: Suroto*

Koperasi secara filosofi itu adalah organisasi yang mengatur dirinya sendiri (self regulated organization). Sebab koperasi itu bekerjanya dilandasi oleh nilai-nilai dan prinsip.

Jadi Undang-Undang yang benar tidak perlu mengatur-atur sampai mendalam ke urusan rumah tangga mereka. Prinsip dan nilai koperasi serta anggaran dasar koperasinya yang baik cukup direkognisi dan kemudian dijaga kepentingan publiknya saja. 

Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkoperasian yang ada saat ini banyak mengintervensi dan mengatur-atur koperasi sampai ke dalam itu justru merusak jati diri koperasi itu sendiri.

Bahkan saya melihat, banyak pasal yang dijadikan sebagai rompi pengaman kepentingan elit untuk menjadikanya sebagai “proyek”.

RUU tersebut berpotensi menjadikan koperasi sebagai alat pembangunan seperti zaman orde baru.

Sebut misalnya menambah birokratisasi dalam proses pendirianya (pasal 11), mengintervensi perencanaan kerja koperasi (pasal 77, 78,79,80) sampai mengatur-atur alokasi hasil usaha koperasi (pasal 87) yang seharusnya menjadi urusan internal koperasi. 

Hal-hal yang krusial seperti misalnya pemberian distingsi seperti pembebasan pajak (tax free) bagi koperasi malah tidak diatur. Padahal di negara lain termasuk negara tetangga kita Singapura misalnya, koperasi diberikan kebebasan pajak.

Satu koperasi besar yang namanya NTUC Fair Price di Singapura itu saat ini menguasai pasar ritel sampai 74 persen. Tapi dari sejak awal berdiri sampai sekarang diberikan pembebasan pajak (tax free) karena itu hak moralnya.

Sebab koperasi itu dalam sistemnya sudah menjalankan prinsip keadilan pajak itu sendiri karena telah mendistribusikan pendapatan dan kekayaan kepada masyarakat.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam sidangnya di Afrika Selatan akhir tahun 2016 mengakui, koperasi sebagai gerakan otonom untuk menolong diri sendiri melalui cara kerja sama diantara anggotanya itu sebagai warisan bukan benda (intangible herritage) dunia. 

Definisi koperasi menurut International Cooperative Aliance ( ICA ) juga tegas menyebut sebagai organisasi otonom.

RUU ini kontradiktif dan berpotensi mengakibatkan ketidakpastian hukum. Sebab nilai otonominya di pasal lain diakui, tapi di batang tubuhnya diintervensi sampai mendalam.

Kita juga dapat belajar dari masa lalu, koperasi itu kehilangan kemandirian dan prakarsanya karena terlalu banyak diintervensi dan diberikan banyak fasilitas.

Sebut misalnya Koperasi Unit Desa (KUD) pada masa orde baru yang banyak diberikan fasilitas.  Tapi begitu reformasi dan semua fasilitas itu dicabut ternyata tidak memiliki kemampuan untuk merespon pasar dan apalagi sebagai organisasi mandiri yang berkelanjutan.  

RUU Perkoperasian yang ada juga ditempatkan sebagai lembaga koperasi itu inferior dengan diposisikan sebagai badan hukum kelas dua.

Dalam pasal 122 misalnya disebut koperasi hanya dijadikan sebagai tempat penyaluran laba BUMN dan BUMD. Ini namanya menghina Koperasi.

Padahal kalau berpatokan pada amanat konstitusi, harusnya koperasi disejajarkan menjadi badan hukum BUMN atau BUMD.

Ini namanya penghinaan terhadap konstitusi yang menyebut bangun perusahaan yang sesuai dengan demokrasi itu koperasi. Ini juga diskriminatif. Koperasi itu badan hukum yang diakui oleh negara seperti Perseroan, Yayasan maupun Perkumpulan.

Praktek membuktikan bahwa koperasi ternyata sukses menjadi badan hukum bagi penyelenggaraan layanan publik. Sebut saja misalnya di Amerika Serikat yang banyak dituduh sebagai negara kapitalis.

Di sana, satu koperasi listrik yang bernama National Rural Electricity Co-operative Asociation (NRECA) yang menjadikan pelanggan sebagai pemilik perusahaan listrik mereka sendiri beroperasi di 46 negara bagian Amerika Serikat dan masif ada di desa-desa.

Jaringan rumah sakit terbesar di kota Washington yaitu Group Health Co-operative (GHC) ternyata adalah juga koperasi milik warga kota mereka.

Saya melihat paradigma penyusun RUU ini sudah keblinger. Seperti misalnya memposisikan koperasi hanya sebagai penerima akses kredit dari perbankkan (Pasal 123). Ini pelecehan namanya.

Masalahnya selama ini kelembagaan keuangan koperasi itu kalah jauh dengan perbankkan swasta dan milik negara karena mereka tidak dijamin melalui lembaga penjaminan, dieliminasi dari Undang-Undang Bank Indonesia dan Undang-Undang Perbankkan.

Tidak pernah diberikan privelege kebijakan yang sama seperti kebijakan talangan (bail out) ketika menghadapi krisis , tidak diberikan dana penempatan pemerintah, subsidi bunga bagi bank, dan lain sebagainya.  

Kalau diposisikan dan diperankan sama, Koperasi Desjardins Group di Canada misalnya, bisa jadi bank terbaik di sana. Bahkan asetnya bisa empat kali lipat BRI dan dimiliki jutaan anggotanya.

RUU ini sengaja mengkerdilkan koperasi, melempar koperasi keluar dari lintas bisnis modern. RUU ini harus dikoreksi secara mendasar.

*Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES)