Dosen PJKR STKIP Citra Bakti Ngada Adakan Pengabdian Masyarakat

Mataloko, Ekorantt.com – Dalam rangka memupuk dan mempererat tali keakraban kaum muda di wilayah Paroki Roh Kudus Matoloko, OMK Holly Spirit Paroki Roh Kudus Mataloko, melalui panitia penyelenggara OMK Todabelu, melaksanakan temu OMK di wilayah paroki itu, sejak tanggal 27 Juni sampai dengan 1 Juli 2019.

Dalam aktivitas itu, diselenggarakan pula kegiatan-kegiatan olahraga. Salah satunya, pertandingan bola voli putra dan putri.

Untuk menjamin terlaksananya serta menjaga kualitas kegiatan tersebut, panitia pun menggandeng para dosen Program Studi Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi (PJKR) dari STKIP Citra Bakti Ngada, untuk membantu administrasi serta perwasitan.

Keempat dosen tersebut adalah Yanuanus Rikardus Natal S.Pd.,M.Or; Bernabas Wani, M.Pd.; Yohanes B. Ola Tapo, S.Pd.,M.Or; dan Nikodemus Bate, M.Pd. 

Selain sebagai dosen aktif pada lembaga STKIP Citra Bakti, keempat orang tersebut juga merupakan anggota Korps Wasit Persatuan Bola Voli Seluruh Indonesia (PBVSI) di Provinsi NTT yang berlisensi C Nasional dan saat ini berdomisili di Kabupaten Ngada.

Yanuarius Rikardus Natal, S.Pd., M.Or, kepada Ekora NTT Minggu (7/7/2019), mengatakan, pendampingan itu merupakan salah satu bentuk dari kegiatan pengabdian masyarakat di mana kampus STKIP Citra Bakti Ngada berada di dalam wilayah Paroki Roh Kudus Mataloko.

Menurut Natal, lomba bola voli putra dan putri antar-OMK dimaksud telah berjalan sesuai dengan harapan panitia. Serta aturan-aturan pun diterapkan sesuai dengan aturan juga administrasi permaianan yang resmi sesuai pedoman PBVSI.

“Kegiatan tersebut dapat berlangsung aman dan dipenuhi sportivitas yang tinggi, baik dari ofisial maupun dari para pemain,” tandasnya.

Pada lomba bola voli antar OMK tersebut, untuk juara kategori putri dan putra, dua-duanya berhasil disabet oleh OMK Radamasa. (Adeputra Moses)

Seorang Pelajar SD Tenggelam di Muara Pota, Manggarai Timur

Borong, Ekorantt.com – Nasib nahas menimpa Anita Kumala Sari (9), pelajar Sekolah Dasar (SD) asal Pota, Kelurahan Pota, Kecamatan Sambi Rampas, Kabupaten Manggarai Timur yang meninggal dunia akibat tenggelam di Muara Pota, Minggu (7/7/2019).

Berdasarkan informasi Kepala Kepolisian Sektor (Kapolsek) Sambi Rampas, Iptu M. Ali Mansur, korban bersama teman sebayanya bernama Mey Suci dan Bajang awalnya pergi mencari siput/kerang di Muara Pota pada pukul 08.30 Wita.

Namun, pada pukul 09.30 Wita, korban terpeleset jatuh ke tempat yang airnya agak dalam, kurang lebih 2 meter. Korban pun terseret arus air sehingga tenggelam di muara.

Sebagaimana dikatakan Kapolsek Sambi Rampas, teman korban yang bernama Suci langsung pergi meminta pertolongan kepada warga sekitar.

Dia lantas bertemu Kamarudin Ahmad Tahir dan meminta bantuan sembari memberi tahu bahwa temannya tenggelam. Sehingga Kamarudin berusaha mencari dengan menyelam.

Tak lama kemudian, Junaidin, ayah korban, datang dan mencari dengan cara menyelam. Junaidin kemudian menemukan anaknya.

Saat itu korban sudah dalam keadaan meninggal dunia. Air yang masuk ke dalam tubuh korban membuat perutnya membesar hingga keluar cairan putih dari mulut dan hidung korban.

Setelah itu, korban dibawa ke Puskesmas Pota untuk mendapatkan pemeriksaan medis. Korban lalu dibawa pulang dan disemayamkan di rumahnya. (Adeputra Moses)

Pantai Cepi Watu, Ruang Publik yang Patut Dijaga

Borong, Ekorantt.com – Jika berpelesir ke Manggarai Timur, jangan lupa singgah di Pantai Cepi Watu.

Pantai yang terletak di Desa Nanga Labang, Kecamatan Borong ini sungguh asri dan pesonanya memanjakan mata.

Kebersihan di sekitar pantai yang bewarna kecoklatan ini juga masih terjaga dengan baik. Ditambah pula udaranya yang segar akan membuat pengunjung merasa betah dan nyaman.

Tak mengherankan, setiap akhir pekan, pantai ini selalu ramai pengunjung.

Selain para wisatawan, para nelayan di sekitar situ juga ikut menikmati indahnya pantai di tengah-tengah aktivitas memancing mereka.

Namun, pantai ini menjadi unik sebab di tepinya  terdapat banyak batu yang berbentuk bulat, lonjong dan lancip.

Jika air laut sedang surut, pengunjung bisa bermain dan berswafoto di antara batu-batu tersebut.

Siapa pun yang ingin mengunjungi tempat ini tak perlulah cemas dan ragu karena jalur transportasi menuju lokasi ini sangat mudah dan cepat. 

Kalau menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat,  kalian bisa menempuh jarak selama kurang lebih 15 menit dari pusat kota Borong.

Pantai Cepi Watu sebenarnya adalah juga jadi semacam tempat persinggahan untuk menikmati keindahan alam lainnya.

Musababnya ada juga beberapa titik destinasi yang perlu kalian nikmati di sekitar Cepi Watu, yakni Pulau Aset dan Liang Mbala.

Erwyn Masyhur, salah seorang pengunjung, ketika ditemui Ekora NTT, Kamis ( 4/7/2019), menuturkan bahwa tempat ini sangat indah harus senantiasa dijaga.

“Yang paling utama adalah tetap menjaga kebersihan. Kalau kita  menjaga kebersihan pantai ini, maka dengan sendirinya wisatawan akan datang mengunjungi tempat ini, baik wisatawan lokal maupun mancanegara,” ungkap dia sembari tambahkan bahwa konsep penataan kawasan pesisir mesti jadi ruang publik bagi semua orang.

Adapun tarif tiket masuk ke pantai ini hanya sebesar Rp 5000 per kepala. (Mulia Donan)

GMNI Ende Demo Tuntut Reformasi Pelayanan Dukcapil

0

Ende, Ekorantt.com – Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Ende melakukan aksi demonstrasi di Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Ende, di Jalan El Tari Ende, Jumat (5/72019). 

Dalam orasi yang disampaikan, aktivis GMNI Cabang Ende memberikan penilaian soal buruknya pelayanan dalam lingkup dinas termaksud.

Penilaian ini disampaikan berdasarkan keluhan masyarakat terkait lambatnya pengurusan berbagai administrasi kependudukan. 

Ketua GMNI cabang Ende, Matheus Hubert Bheri, mengatakan, pelayanan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Ende semestinya efisien dan efektif serta tidak berlarut-larut karena data kependudukan sangat berkaitan erat dengan urusan masyarakat.

Ia juga tekankan ihwal reformasi total di tubuh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Ende. Yang berkaitan dengan buruknya tata krama pelayanan, jangka waktu pengurusan administrasi yang berlarut-larut, serta sosialisasi yang tak maksimal kepada masyarakat.

Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Ende harus rutin membangun koordinasi yang terintegrasi dengan pemerintahan desa terkait validasi data sehingga pengurusan di kantor tersebut tidak berlarut-larut serta tidak memakan biaya yang tinggi, tambah Marianus.

Sementara itu, Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Ende, Muhamad Saleh Thamrin, saat menerima aktivis GMNI dalam audiens, mengakui beberapa kendala yang dihadapi pihaknya.

“Kami akui ada beberapa hal yang mesti dibenahi dalam pelayanan kepengurusan administrasi kependudukan.”

Beberapa kendala yang dihadapi saat ini antara lain tersebabkan oleh meninggalnya 4 orang pegawai dan 4 lainnya pensiun.

Selain itu, faktor lainnya tampak dalam kondisi infrastruktur yang tidak memadai, baik gedung maupun infrastrukrur penunjang lainnya, serta keterbatasan sarana sosialisasi, seperti mobil pelayanan. 

Kadis Thamrin mengungkapkan, untuk persoalan pelayanan administrasi KTP, dari total 201 ribu warga wajib KTP, masih tersisa 13 ribu orang yang belum melakukan perekaman.

Mereka adalah generasi milenial yang rata-rata berusia 17 tahun. 

Pada kesempatan itu, dirinya mengimbau agar warga masyarakat yang mengurus administrasi kependudukan segera melengkapi data di desa, sehingga pengurusan di kabupaten tidak memakan waktu yang lama.

Adapun Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Ende, Yulius Cesar Nonga, yang  dimintai komentarnya terkait tutuntan GMNI Ende, kepada Ekora NTT, mengatakan, sudah semestinya pemerintah merencanakan pembangunan gedung baru untuk Dukcapil Ende.

Kantor yang ada sudah tidak representatif untuk pelayanan on time kepada masyarakat.

“Melayani masyarakat di tenda darurat, berkas yang tidak diarsip secara baik termasuk sumber daya yang tidak memadai itu masalah dan masyarakat sering mengeluh, DPRD tidak masalah dan kita akan setujui jika itu diusulkan pemerintah,” ungkapnya.

Menurut Nonga, masalah kekurangan tenaga mesti direspons cepat oleh pemerintah.

Dia pun minta agar kekosongan sebagaimana “curhat” dari kepala Dukcapil Ende tadi segera diisi tenaga ASN agar terkendala pelayanan bagi masyarakat tidak terkendala.

Namun, pada saat yang sama, Anggota Badan Anggaran DPRD Kabupaten Ende, Oktavianus Moa Mesi, juga mengeritik pihak Ducapil.

Menurutnya, gedung bukan menjadi faktor utama penyebab lambatnya pelayanan administrasi.

Dia berpandangan, yang penting itu integrasi pelayanan antara pemerintah desa dan pihak Dukcapil.

Verifikasi itu harus di desa sehingga ketika masyarakat ke ducapil. itu tidak bertele-tele. “Kalau soal pembangunan gedung baru,  kita sudah pikirkan dan minta pemerintah merencanakan,” ungkapnya.

Beri Donasi Bagi SMPN 3 Waigete, Wartawan tak Sekadar Menulis Berita

Maumere, Ekorantt.com – Kondisi gedung sekolah SMPN 3 Waigete di Desa Watudiran, Kecamatan Waigete, Kabupaten Sikka mengundang keprihatinan awak media yang meliput 23 Maret 2019 lalu.

Sepulang dari sana, liputan tentang SMPN 3 Waigete tayang bahkan nangkring di sejumlah media massa. Hal ini tentu saja mengundang rasa prihatin publik.

Efek pemberitaannya pun meluas hingga sejumlah instansi dan pihak donatur  turun tangan untuk memberikan bantuan.

Setelah menulis berita, jurnalis florespedia.com, Mario WP Sina punya perasaan lain yang mengganjal di hati.

Dalam refleksinya ia menemukan bahwa “wartawan tak sekadar menulis berita”.

Untuk konteks SMPN 3 Waigete, Mario, begitu ia disapa, merasa terpanggil untuk berbuat sesuatu lebih dari menulis berita. Ada hal lain yang harus dilakukan. Demikian keyakinannya.

Jalan yang ditempuhnya yakni melakukan penggalangan dana. Dan kebetulan Kitabisa.com, salah satu platform penggalangan dana dan donasi online (crowdfunding) terpopuler di Indonesia, dirasa cocok untuk mewujudkan niat baiknya itu.

Jadilah sejak 1 April 2019, Founder florespedia.com partner kumparan ini mulai mengumpulkan donasi hingga ditutup 27 Juni lalu.

Selama kurang lebih dua bulan, dana yang terkumpul sebesar Rp54.803.890 dari 851 orang.

“Uang ini dikirim melalui rekening sekolah. Kami beterima kasih kepada pihak sekolah yang sudah bisa bekerja sama,” kata Mario saat menyerahkan secara simbolis donasi kepada pihak sekolah, Jumat (5/7/2019).

Dana yang ada digunakan untuk pembangunan ruangan perpustakaan SMP Negeri 3 Waigete berukuran 6 X 7 meter.

Tak lupa ia beterima kasih kepada para donatur karena sudah ikut memberi donasi dengan sukarela.

Mewakili sekolah, kepala sekolah SMPN 3 Waigete, Aleksius Susar menyampaikan terima kasih kepada teman-teman wartawan yang sudah menyebarluaskan informasi tentang kondisi sekolah yang dipimpinnya.

“Ini adalah titik terang bagi masa depan sekolah kita. Terima kasih untuk teman-teman wartawan,” tandasnya.

Pemuda di Manggarai Tewas Gantung Diri, Berikut Penjelasan Kapolres Manggarai

Ruteng, Ekora NTT- Kasus bunuh diri kembali terjadi di Kabupaten Manggarai.

Arsenius Agung Ogi Ambar, pemuda berumur 19 tahun asal Konggang, Kelurahan Bangka Rowang, Kecamatan Langke Rembong, Kabupaten Manggarai, meregang nyawa setelah menjadi pelaku bunuh diri dengan menggantungkan diri di halaman rumahnya, Minggu (07/07/2019).

Kapolres Manggarai, AKBP Cliffry Steiny Lapian kepada Ekora NTT mengatakan, kejadian ini diketahui saat seorang saksi, Siprianus Sion melewati  jalan raya di Tempat Kejadian Perkara (TKP) dengan mengendarai sepeda motor.

Saat berpaling ke arah rumah pelaku bunuh diri, dia sangat terkejut melihat pelaku sudah dalam posisi tak berdaya di pohon angsono depan rumah pelaku.

Kemudian, Siprianus memberitahukan hal tersebut  kepada warga sekitar dan selanjutnya diteruskan kepada orang tua pelaku dan pihak keluarga.

Ayah pelaku, Florianus Minggut bersama warga langsung berusaha menyelamatkan anaknya yang masih dalam posisi  tergantung dengan membuka tali yang  melilit dileher korban.

Selanjutnya pelaku dievakuasi ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Ben Mboi Ruteng untuk mendapatkan penanganan medis.

Namun, nyawa pelaku tidak terselamatkan dan diduga pelaku telah meninggal dunia di TKP.

“Keterangan dari ayah pelaku, bahwa sekitar pukul 17.00 Wita pelaku sempat meminta uang kepada ayahnya  untuk menambal ban sepeda motor yang gembos. Permintaan tersebut tidak dituruti dengan alasan hari sudah mulai malam dan perbaikan kendaraan tersebut bisa dilakukan keesokan harinya,” jelas AKBP Cliffry Steiny.

Karena permintaannya tidak dituruti, maka terjadilah pertengkaran antara pelaku dan sang ayah dan pelaku sempat melempar rumah sebanyak tiga kali menggunakan batu.

Sebelum melakukan aksi bunuh diri, pelaku sempat menulis surat wasiat pada secarik kertas yang berisi permintaan maaf kepada orang tuanya dan meminta kepada kedua orang tuanya untuk menjaga kedua orang adiknya.

Patut diketahui, faktor bunuh diri tidak pernah tunggal dan tidak dapat dibenarkan atas nama kepentingan apa pun.

Adeputra Moses

Ke Mana 5% Dana Non Kapitasi Mengalir?

Maumere, Ekorantt.comSemakin ke sini, kasus dugaan korupsi dana non kapitasi di Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Sikka semakin menarik.

Pasalnya, hasil investigasi Ekora NTT menemukan beberapa fakta baru.

Fakta baru tersebut memberi narasi tandingan terhadap beberapa poin klarifikasi yang disampaikan oleh Kepala Dinas (Kadis) Kesehatan Kabupaten Sikka Dr. Maria Bernadina Sada Nenu, M.P.H. dan Kepala Bagian Humas dan Protokol Setda Sikka Ferdinand Evensius Edomeko, S.Fil melalui media Ekora NTT beberapa waktu lalu.

Fakta baru tersebut diungkapkan oleh “orang dalam” di Dinkes Sikka.

Di antara narasi-narasi yang saling bertanding itu, manakah yang benar?

Benarkah atas nama Surat Keputusan (SK) Bupati, Dinkes Sikka memotong atau membagi-bagi dana non kapitasi dengan nominal persentase tertentu?

Mengapa ada perbedaan data di internal Dinkes Sikka? Ke mana sebenarnya 5% dana non kapitasi tenaga kesehatan di 25 Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di Kabupaten Sikka mengalir? 

Pemotongan Dana 5% Tidak Diatur dalam Perbup

Pada Jumat, 29 Juni 2019, Ekora NTT berkesempatan berbincang-bincang dengan Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka Petrus Herlemus, S.Si. Apt.

Pada kesempatan inilah, Herlemus, demikian ia biasa disapa, menyampaikan sudut pandangnya terkait persoalan dugaan korupsi dana non kapitasi yang sedang heboh diperbincangkan masyarakat ini.

Menurut Herlemus, terkait penggunaan dana non-kapitasi, memang benar ada Peraturan Bupati (Perbup).

Menurut Perbup tersebut, porsi pembagiannya adalah 60% untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan 40% untuk jasa para petugas kesehatan di Puskesmas.

Sepengetahuan dia, dari porsi 40% itu, sebanyak 5% diambil untuk membiayai kegiatan di Dinkes Sikka. Artinya, secara faktual, para tenaga kesehatan di Puskesmas memperolah 35% dari total dana non kapitasi.

Namun demikian, Herlemus menegaskan, Perbup tersebut di atas sama sekali tidak mengatur pembagian dana non kapitasi dengan alokasi sebesar 35% dan 5%. Sebaliknya, Perbup hanya mengatur pembagian dana non kapitasi sebesar 60% untuk PAD dan 40% untuk jasa tenaga kesehatan di Puskesmas.

Lalu, apa dasar hukum pembagian dana 5% itu? Menurut dia, pembagian tersebut hanya berdasarkan kesepakatan antara Kadis Kesehatan Kabupaten Sikka dan para Kepala Puskesmas.

Artinya, dana 5% yang dipotong dari dana non kapitasi itu sebenarnya tidak diatur dalam Perbup, melainkan hanya diatur dalam kesepakatan antara Kadis Kesehatan Kabupaten Sikka dan para Kepala Puskesmas di atas.

Herlemus memberi informasi, dua minggu setelah dirinya dilantik dan mulai bertugas di Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka, ia sudah mulai mendengar keluhan keterlambatan pembayaran jasa para perawat dan bidan sejak tahun 2017 silam.

Keluhan tersebut ia dengar dalam sebuah pertemuan dengan para bidan dan Kepala Puskesmas beberapa waktu lalu.

Saat itu, ia mengatakan kepada para perawat, bidan, dan Kepala Puskesmas, “hak Kaisar kembalikan ke Kaisar.”

Maksud perkataan dia adalah agar dana 40% itu diserahkan utuh kepada para petugas kesehatan di Puskemas.

Dengan kata lain, dana tersebut mestinya tidak pernah boleh dipotong dengan alasan apa pun.

“Jangan membuat polemik hal kecil yang menganggu hal besar. Kembalikan seutuhnya kepada orang Puskesmas. Mereka sudah cape,” tutur Herlemus .

Menanggapi keluhan para bidan dan perawat, Herlemus ambil langkah cepat memanggil Kepala Sub Bagian Keuangan dan Bendahara Dinkes Sikka untuk mengurai benang kusut ketelambatan pembayaran dana non kapitasi para petugas kesehatan di atas.

Berdasarkan keterangan Kasubag Keuangan dan Bendahara Dinkes itu, Herlemus menemukan tiga penyebab tersendatnya aliran dana dari Dinkes Sikka ke masing-masing Puskesmas.

Tiga penyebab itu meliputi, pertama, adanya temuan selisih bayar oleh Inspektorat Kabupaten Sikka yang dilakukan oleh bagian keuangan, kedua, keterlambatan pelaporan dari pihak Puskesmas, dan ketiga, keterlambatan pengajuan hak keuangan dari Dinkes Sikka ke Dinas Keuangan Kabupaten Sikka akibat keterlambatan pengiriman pertanggungjawaban dari Puskesmas ke Dinkes Sikka.

Walaupun demikian, Herlemus mendesak Kasubag Keuangan dan Bendahara Dinkes Sikka untuk sesegera mungkin menyelesaikan semua administrasi yang diperlukan agar dana non kapitasi para petugas kesehatan di 25 Puskesmas itu dapat dicairkan.

Dia mengakui, dana non kapitasi tahun anggaran 2017 dan tahun anggaran 2018 akan segera dicairkan pada bulan Juli 2019 ini.

Dana non kapitasi yang menjadi hak para petugas kesehatan itu akan dibayar utuh. Dananya sudah ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan Tahun Anggaran 2019.

Terima Kasih, Ekora NTT

Pernyataan Herlemus memberi angin segar bagi para petugas kesehatan di Kecamatan Alok Barat dan Kecamatan Talibura yang mengadukan penderitaannya kepada Ekora NTT beberapa waktu lalu.

Mereka kini bisa punya harapan untuk menerima apa yang menjadi haknya.

Mereka pun menyampaikan terima kasih kepada Ekora NTT yang telah mempublikasi persoalan mereka.

Berkat pemberitaan tersebut, persoalan mereka bisa diketahui oleh dan mendapat perhatian dari publik.

“Terima kasih Ekora telah publikasikan derita kami. Karena setelah di-publish keluar, semua orang tahu, kemudian mulai bisa menemukan jalan keluarnya,” tutur perawat itu melalui sebuah layanan pesan singkat WhatsApp.

Menurut dia, kalau persoalan ini didiamkan, maka ceritanya akan menjadi lain.

Sebab, di kalangan para petugas kesehatan sendiri terdapat perbedaan sikap.

Di satu sisi, ada yang pro atau mendukung pengungkapan kasus ini. Akan tetapi, di sisi lain, ada juga yang kecut mentalnya karena takut diintimidasi.

Dugaan Korupsi Dana Non Kapitasi di Dinkes Sikka

Diberitakan sebelumnya, sejumlah tenaga perawat kesehatan  di 25 Puskesmas di wilayah Kecamatan Alok Barat dan Kecamatan Talibura mengeluh.

Pasalnya, hak mereka berupa dana non-kapitasi yang hingga saat ini belum juga dibayar oleh bendahara di Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka sejak tahun 2017.

Para petugas kesehatan, yang terdiri atas bidan dan perawat ini, menduga, dana tersebut telah disalahgunakan oleh pihak terkait karena dua tahun anggaran telah berlalu.

Para petugas kesehatan di atas juga mempertanyakan dasar hukum dan keabsahan Peraturan Bupati (Perbup) atau Surat Keputusan (SK) Bupati tentang pemotongan dana non kapitasi tersebut.

Mereka menduga, Perbup atau SK Bupati tersebut hanyalah sarana untuk mengelabui mereka. Mereka menuntut kepada bendahara di Dinkes Sikka untuk segera membayar apa yang menjadi hak mereka.

Mereka juga memberi informasi, pemotongan dana non kapitasi atau jasa pelayanan persalinan tersebut sudah berlangsung lama.

Pemotongan dilakukan sejak masa kepemimpinan Bupati Sosimus Mitang (2009-2014) dan Bupati Ansar Rera (2014-2019).

Atas Nama SK Bupati

Kepala Dinas (Kadis) Kesehatan Kabupaten Sikka Dr. Maria Bernadina Sada Nenu, M.P.H. mengakui adanya pemotongan dana non-kapitasi yang merupakan hak dari para tenaga kesehatan di 25 Puskemas di wilayah Kabupaten Sikka.

Namun, dirinya membantah bila dikatakan bahwa pemotongan itu dilakukan tanpa dasar hukum yang jelas sebagaimana dikatakan para perawat dan bidan.

Menurutnya, pemotongan dilakukan berdasarkan Surat Keputusan Bupati Sikka tentang Proporsi Pembagian Dana Non Kapitasi.

Dia menjelaskan, berdasarkan Surat Keputusan Bupati itu, ada porsi pembagian yang sangat jelas.

Pembagiannya adalah 60% untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD), 35% untuk tenaga kesehatan di Puskesmas, dan 5% untuk Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka. 5% dana itu digunakan untuk membiayai manajemen program dinas.

Dana 5% tersebut dipakai untuk membiayai kegiatan akreditasi Puskesmas dan Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (P3K) dalam kegiatan-kegiatan olahraga.

Dana tersebut perlu dialokasikan karena dana untuk membiayai kepentingan dinas memang tidak dianggarkan dalam Daftar Penggunaan Anggaran (DPA).

Namun, Kadis Sada Nenu tidak mau memperlihatkan salinan SK Bupati dimaksud kepada Ekora NTT.

Dia hanya mengatakan, SK tersebut sudah dikirim kepada pimpinan masing-masing Puskesmas.

Perihal keterlambatan pembayaran dana non-kapitasi bagi petugas kesehatan di Puskesmas, Kadis Sada Nenu mengatakan, faktor penyebabnya adalah keterlambatan pengajuan klaim dari masing-masing Puskesmas ke Kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kabupaten Sikka.

Dia menjelaskan, sebagai bentuk tanggung jawabnya terhadap pengajuan klaim dana non-kapitasi di BPJS, dirinya dan staf sudah berulang kali memberikan penegasan pada forum-forum evaluasi, baik di dinas maupun di Puskesmas agar pengajuan klaim itu tidak boleh terlambat.

Ia berpesan, pengajuan itu diajukan paling lambat sebulan setelah melakukan pelayanan kepada pasien.

Sebab, BPJS akan melakukan verifikasi terlebih dahulu. Bila memenuhi persyaratan, maka dana akan dicairkan ke rekening kas daerah.

Saat ditanyai Ekora NTT tentang berapa besar dana non-kapitasi yang belum dicairkan, Kadis Sada Nenu menjelaskan, berdasarkan pengalaman tahun 2016 silam, dana non-kapitasi bisa mencapai Rp14 Miliar per/tahun anggaran.

Khusus bagi para petugas kesehatan di Puskemas mencapai Rp1,5 Miliar.

Jawaban Humas Setda Sikka

Dalam rilis hak jawab yang diterima Redaksi Ekora NTT, pada Jumat, 28 Juni 2019 Kepala Bagian Humas dan Protokol Setda Sikka Ferdinand Evensius Edomeko, S.Fil mennjelaskan beberapa poin sebagai berikut.

Pertama, dana non-kapitasi TIDAK DIPOTONG melainkan DIBAGI, dengan dasar hukum: SK Bupati Sikka Nomor 287/HK/2014 tentang Alokasi Dana Non Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional pada Puskesmas Dalam Wilayah Kabupaten Sikka, yang merupakan turunan dari Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 59/2014.

Kedua, menurut ketentuan tersebut, besaran pembagian dana non-kapitasi adalah 60% untuk PAD (Pendapatan Asli Daerah), 35% untuk Jasa Pelayanan Puskesmas, dan 5% untuk Manajemen Dinkes bagi operasional pengelolaan program kesehatan masyarakat yang tidak dibiayai dalam APBD. 

Ketiga, 60% diperuntukkan bagi PAD karena semua prasarana dan sarana yang digunakan di setiap Puskesmas adalah milik pemerintah. Petugas kesehatan selaku ASN sudah memperoleh gaji ASN, sehingga alokasi 35% dari dana non-kapitasi program JKN & KIS adalah penghargaan atas jasa pelayanan pada program tersebut.

Keempat, sosialisasi atas SK Bupati Sikka Nomor 287/HK/2014 sudah dilakukan sejak ditetapkan pada tahun 2014.

Tabel 01. Aliran Dana Non Kapitasi Tenaga Kesehatan di Kabupaten Sikka menurut Keterangan Kadis Kesehatan dan Kabag Humas Setda Sikka

Alokasi Persentase Dasar Hukum
  1.
Pendapatan
Asli Daerah
(PAD)
Kabupaten
Sikka
60% 1. Peraturan Menteri Kesehatan RI No 59/2014
tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan
dalam Penyelenggaraan Program Jaminan
Kesehatan

2. SK Bupati Sikka Nomor 287/HK/2014
tentang Alokasi Dana Non Kapitasi Jaminan
Kesehatan Nasional pada Puskesmas Dalam
Wilayah Kabupaten Sikka
  2.
Jasa
Persalinan
Tenaga
Kesehatan di
25
Puskesmas
35% 1. Peraturan Menteri Kesehatan RI No 59/2014
tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan
dalam Penyelenggaraan Program Jaminan
Kesehatan
2. SK Bupati Sikka Nomor 287/HK/2014 tentang Alokasi Dana Non Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional pada Puskesmas Dalam Wilayah Kabupaten Sikka
  3. Akreditasi
Puskemas
P3K dalam
kegiatan olahraga
5% ???

Tabel 02. Aliran Dana Non Kapitasi Tenaga Kesehatan di Kabupaten Sikka menurut Keterangan Sekretaris Dinas Kabupaten Sikka

Alokasi Persentase Dasar Hukum
  1. Pendapatan Asli Daerah
(PAD)
Kabupaten Sikka
60% Peraturan Bupati (Perbup)
  2. Jasa Tenaga Kesehatan di 25
Puskesmas
40 % Peraturan Bupati (Perbup)
  3. Biaya Kegiatan di
Dinkes Sikka
5% Kesepakatan antara
Kadis Kesehatan
Kabupaten Sikka dan
Para Kepala Puskemas

Sumber: Litbang EKORA NTT. Diolah dari berbagai sumber.

Koro-Dagalais

0

Natar Tilang, Ekorantt.com – “Ru-reo uma Koro-Dagalias epang to’i le’u kabar kureng. Ami mate moret poi mora uma Koro-Dagalais, ami te’a toma hoang juta wot.”

Ganutia Du’a Maria Nona Mia (37) babong nora Surat Dewa Naruk Ekora NTT, ei uma rimung Natar Tilang, Desa Tilang, Kecamatan Nita, Kwuarta kawu, tadang kelang pulu ha wot hiwa, wulang ena, li’wang riwu rua pulu ha wot hiwa.

 Kawu tia Nona Mia nora la’it Mo’at Nong, met bi’a rua, rimu mai hokot wa’ang, tati nahing uma Koro-Dagalais, opi ploi hering kolor.

“Ami hogor kawu inga ei uma. Mai lako lalong uma amak aming ei,” Nona Mia bedot nora Surat Dewa Naruk Ekora NTT.

 Nimu tutur, nulung rimu moret susar loning la’it  Mo’at Nong kuli lema kabor hoang seng ene dugar. Lerong ha, Nona Mia kula babong nora la’it, hokot uma pa’at Koro-Dagalais poi.

Rimu pu’ang nora li’wang telu lose. Ihing nimung rimu toma epang, wulang ha toma jutang wot.

“Raik ami utung rekeng, koro wulang ha te’a wa’i pulu wot. Ami te’a pake mok ha, riwu lima da’a riwu pulu rua ra’ik koro susar. Bupu hung wa’a newang kilo ngasung wot,” ganutia Nona Mia babong.

Sawe Nona Mia herong Dagalias pa’at wa’i ha newang pupu da’a wa’i hutu-lima. Rimu over lau Alok pake ember ata pemborong huma wi’ing.

Ko Nona Mia kesa, ra’ik Dagalais ei wina mai tama,ganu Makassar, Bima Dompu ko Lombok jong tama, te Koro Dagalais rimung weling lo’hor. 

“Oras sebu sak ngawung ei wina mai tama, te ami susar. Ngawung aming  weling eong. Ata pemborong plari ra woter ei rimu loning ene weling. Ia ganu wulang darang. Ko ra’ik wulang urang, te Koro-Dagalais aming laku golo.”

 Ganu Surat Dewa Naruk Ekora NTT gita, uma medang  tia Nona Mia nora La’it Nong ene huwu pa’at poi Koro Dagalasi. Norang Buncis di bedeng gawang .

Rimu ru-roe ene betang, wulang telu pupu te’a sawe. Rimu huwu walong bibit werung.

Ei uma hering, norang kandang manu, dadi manu ta’ing rimu tena pupuk.

”Ami siram pake motor plemet wair. Siram kawu-wa’ung. Bebeng nimung pake nora plastik dadi tana ene sira-wirang,” Mo’at Nong kesa naruk.     

Ganu pae norang hoang-seng ihing tia? Nona Mia beta, hoang ihing ei uma Koro-Dagalais tia, rimu pake riwa hoang sekolah, woter a, rimu riwa hutang.

”Ami oring ha temang tama anggota koperasi Pintu Air. Nane ba’a. Ami ga’i pinjam gu’a bak wair iana ami siram ene susar wulang darang. Loning ami ga’i kesa dena gete uma Koro-Dagalais te’i. Ba’at wewe blong, toro, dimung, mole besi mitang,” Nona Mia uneng na’ing.

Senja Menyapa Oesapa

Bocah perempuan itu sedang sibuk bermain bersama kawan-kawannya. Di tepi pantai Oesapa yang lagi ramai-ramainya dikerumuni ratusan manusia.

Dia berlari-lari, menceburkan diri ke laut dan melakukan peristiwa apa saja seturut kehendaknya. Seperti tak peduli pada segenap pengunjung yang datang bertandang.

Saya memerhatikan dia. Raut wajahnya ceria. Sepintas kilas, dia, juga rekan-rekan bermainnya, seolah-olah menciptakan dunia mereka sendiri dan memekurkan diri di dalamnya.

Dengan lautan, dengan angin sepoi-sepoi dan tentu dengan rona kekuning-kuningan menghiasi langit. Toh itu adalah sore hari, hari pertama dalam bulan ketiga tahun 2019 dalam penanggalan kalenderium Masehi.

Anak-anak itu, saya kira,  merupakan warga Oesapa sehingga mereka memang tahu baik dan kuasai betul situasi di situ.

Gerak-gerik mereka mirip para juru silat yang sudah hafal medan pertarungan ataupun penabuh gendang berpengalaman dari salah satu daerah pedalaman di Timor.

Barangkali karena itulah, para orang tua membiarkan mereka bermain dengan bebas. Ataupun hanya mengawasi dari jauh yang mana saya sendiri tak berniat mencari informasinya.  

Kita tahu, anak-anak dan kehidupannya sudah barang tentu berbeda dengan lalu-lintas pergerakan orang dewasa.

Menurut filsuf John Locke, sosok yang pernah saya pelajari sedikit saja ketika duduk di bangku perkuliahan, anak-anak adalah makhluk polos seperti lembaran kertas putih yang belum dinodai.

Mereka akan membiarkan dirinya menerima apa saja yang masuk ke dalam pikiran ataupun ingatan.

Di situlah konsep tabula rasa tertangkupkan. Sebuah pandangan yang merujuk pada diri manusia yang lahir tanpa mental bawaan, atau kosong, dan seluruh sumber pengetahuan diperoleh sedikit demi sedikit melalui pengalaman dan persepsi alat indranya terhadap dunia luar.

Tapi, untuk apa membicarakan anak-anak, sebab saya sendiri telah melewati fase itu dan sekarang saya adalah seorang pemuda dua puluh tahunan yang hidup dengan berbagai gejolak.

Salah seorang kawan baik pernah bilang kepada saya bahwa ketika seseorang memasuki usia dua puluhan tahun menuju tiga puluh, ia akan terjerembab pada drama “quarter life crisis”. Yakni masa di mana kita akan mempertanyakan kembali nilai-nilai yang teranuti selama ini.

Bila Anda baru lulus kuliah, bersiaplah dengan pertanyaan, nanti kerja apa dan di mana?

Bila Anda belum menikah, bersiaplah dengan pertanyaan, kapan menikah?

Bila Anda belum punya pacar, itu mungkin urusan Anda sendiri, tapi Anda mesti siap dihakimi sebagai makhluk tak laku di planet ini serentak dianjurkan berpelesir ke planet lain guna mencari pasangan hidup.

Pertanyaan-pertanyaan itu adalah perkara wajar dan kita tak patut menyalahkan mereka yang bertanya, kawan saya tadi melanjutkan.

Dia kemudian menganjurkan agar orang-orang yang lagi kena “quarter life crisis” itu sebaiknya tak gegabah mengambil keputusan, tapi mengusahakan pikiran jernih sedemikian rupa.

Di hadapan pantai Oesapa ini, saya berpikir ulang soal fase “mengerikan” yang baru saya ketahui itu.

Namun, pada hal lain, saya kira orang yang terlalu kaku pada teori seperti kawan saya tadi bisa saja hidup terlampau cemas sampai lupa pada hal-hal kecil di depan mata.

Kawan saya yang lainnya,  yang sekarang telah menjadi pengajar agama, bilang bahwa hidup harus dinikmati dan dijalankan sesuai isi tempurung kepala kita.

Tak boleh terlalu larut pada banyolan-banyolan orang lain karena itu bisa jadi malapetaka bagi pengembangan diri manusia.

Dua kawan saya itu tentu punya kondisi kehidupan yang berbeda-beda. Mereka juga boleh jadi mendapatkan pengaruh nilai-nilai yang beragam pula.

Kehidupan, pada takaran tertentu, akan selalu punya tuntutan. Sekecil apa pun itu. Dan kita manusia, makhluk kecil di kolong langit ini, tak bisa lari darinya.

Ratusan pengunjung di pantai ini pun pastinya datang dengan memangku kegelisahan mereka masing-masing.

Motif berwisata mereka juga berbeda-beda. Sama seperti saya atau Anda sekalian atau dua kawan saya tadi atau siapa pun itu.

Sekali lagi, saya memerhatikan bocah perempuan tadi. Dia masih larut dengan keriangan-kegirangan yang sama.

Saya terkaget. Tujuan awal saya untuk mengambil potret mentari tenggelam sepertinya terbengkalai oleh perkara-perkara yang menyelinap di kepala saya sedari tadi. 

Dan saya pun menyesal telah membubuhi judul tulisan ini dengan “Senja Menyapa Oesapa” sebab tak memberikan deskripsi apa-apa tentang senja itu sendiri.

Mungkin judul yang tepat adalah “Seorang Anak Kecil Menghantui Kepala Anda”, atau “Datang ke Pantai Tak Selamanya Harus Memburu Matahari Tenggelam”.

Tolak Penutupan Pasar Pagi, Puluhan Pedagang Lakukan Demo “Berjualan”

0

Maumere, Ekorantt.com – Puluhan pedagang ikan di Pasar Pagi Terbatas di area Tempat Pendaratan Ikan (TPI) Maumere menyerbu Kantor Bupati Sikka di Jalan Ahmad Yani, Kelurahan Kota Baru, Kecamatan Alok Timur, Selasa (2/7/2019) pagi.

Para pedagang ikan yang didominasi oleh kaum ibu itu tiba di Kantor Bupati Sikka sekitar pukul 08.00 Wita pagi.

Mereka datang menumpang tiga mobil pick up guna melakukan aksi demontstrasi.

Demonstrasi itu sebagai bentuk protes atas keputusan Bupati Sikka Robby Idong yang telah menutup Pasar Pagi Terbatas mulai Senin, 1 Juli 2019.

Tampak puluhan pedagang ikan dan pedagang sayur itu datang membawa serta varian ikan basah, cumi-cumi, ember, dan tempat untuk berjualan ikan di halaman Kantor Bupati Sikka sambil menunggu kedatangan pemimpin daerahnya itu.

10 menit berselang, Bupati Robby pun datang menemui mereka dan langsung melakukan dialog. Satuan Polisi Pamong Praja (SAT POL PP) Kabupaten Sikka menjaga lokasi.

Di hadapan para pedagang ikan dan pedagang sayur termaktub, Robi Idong mengatakan, pemerintahan di daerah Sikka ini bukan hanya dijalankan oleh Bupati sendiri, tetapi ada juga DPRD.

Oleh karena itu, Robby Idong meminta para pedagang membantunya menemui DPRD Sikka untuk menyampaikan aspirasi ini.

“Tolong bantu Bupati menemui rekan-rekan DPRD untuk menyampaikan ini. Apabila disetujui, besok kita buka dengan ketentuan yang kita atur lebih fair. Artinya, tidak merugikan masing-masing pihak. Mungkin waktunya kita turunkan sampai jam 8 pagi,” ungkapnya.

“Terima kasih Pak Bupati atas sarannya. Kami akan ke DPRD sekarang,” respons beberapa pedagang.

Lantas, para pedagang langsung mengikuti saran Bupati untuk bertemu pihak DPRD Sikka

Pantauan Ekora NTT, mereka tiba di Kantor DPRD Sikka pukul 09.30 Wita. Namun, tak terlihat satu pun batang hidung anggota DPRD yang berada di Gedung Kula Babong itu.

Para pedagang tetap menunggu kedatangan pimpinan dan anggota DPRD sambil menggelar tikar plastik untuk berjualan ikan basah, cumi-cumi dan juga aneka sayur mayur di halaman Kantor DPRD Sikka.

Sementara para pedagang lainnya yang masih berada di atas mobil pick up terus berteriak dengan suara lantang. Meminta anggota DPRD Sikka segera menemui mereka.

“Tadi kami ke Kantor Bupati. Bupati Robby Idong minta kami sampaikan aspirasi ini ke DPRD saja. Kami jadi bingung. Tolong kami, agar Pasar Pagi Terbatas di area TPI itu kembali dibuka lagi. Kalau tidak, kami mau makan apa. Kami mau berjualan di Pasar Alok dan di Pasar Tingkat tapi diusir oleh kepala pasar. Terus kami nanti berjualan di mana,” salah satu pedagang ikan di TPI, Om Pitok, menyampaikan.

Apabila ada Pasar Pagi Terbatas dirinya bisa mendapatkan pemasukan sebesar Rp 200 hingga 300 ribu, demikian tambahnya.

Para pedagang ikan lainnya mengatakan bahwa mereka merasa heran atas sikap Bupati Sikka yang sudah meresmikan Pasar Pagi Terbatas pada tanggal 28 September 2018 lalu, namun kini malah ditutup.

Dalam peraturan itu, Pasar Pagi Terbatas diselenggarakan setiap hari, mulai dari pukul 06.00 hingga 08.30 Wita.