Siswi SMPN 1 Ende Sabet Medali Emas di POPDA NTT

0

Ende, Ekora NTT – Maria Khatarina S. Jati (15), siswi SMPN 1 Ende, berhasil mengharumkan nama Kabupaten Ende pada Pekan Olahraga Pelajar Daerah (POPDA) tingkat Provinsi NTT yang diselenggarakan di Gedung Olahraga Oepoi Kupang.  

Marini, demikian dia disapa,  merupakan atlet kempo yang berhasil menyabet satu medali emas dari nomor Solo Embu Putri dan satu medali Perunggu dari nomor Randori per orangan putri 50 kg. 

“Saya bangga dan sekaligus terharu karena ini satu-satunya medali Emas yang diraih kontingen Kabupaten Ende. Prestasi ini adalah berkat bimbingan pelatih dan terutama dukungan sekolah dan orangtua,” ungkap putri dari Bapak Yoseph Frans R dan Ibu Renya Rosari ini.

Marini yang ditemui Ekora NTT sesaat setelah turun dari kapal feri di Pelabuhan Ende, Sabtu ( 29/6/2019) mengungkapkan kelegahan setelah mengikuti turnamen POPDA yang digelar selama sepekan, dari 22 juni hingga 28 juni 2019 di Kupang. 

Dirinya juga berharap, perhatian terhadap olahraga kempo di Kabupaten Ende terus ditingkatkan. 

Sementara itu, Ketua Kontingen Ende Khatarina L. Mari yang juga Pelatih Kempo Kabupaten Ende kepada Ekora NTT mengatakan, prestasi yang diraih atlet Marini adalah buah dari kerja keras semua pihak.

Dirinya berharap perhatian pemerintah terhadap pengembangan olahraga anak usia dini mesti ditingkatkan apalagi Ende memiliki bibit bibit atlet yang punya potensi berprestasi.

“Mesti sesering mungkin ada pertandingan di daerah sehingga mengasa teknik dan kemampuan tanding anak-anak,” ungkap Khatarina.

Anne Heintz dan Beberapa Kejadian Tak Terduga

Pada Selasa, 25 Juni 2019, sebelum matahari siang betul-betul menyengat Kota Maumere, Anne Heintz berkunjung ke SMAS John Paul II.

Mahasiswi asal negeri “Kincir Angin” Belanda ini diajak oleh kawannya untuk menyaksikan latihan pementasan kelompok Teater Refrain di sekolah tersebut.

Dan dia terperangah. Dia kira, ajakan itu hanya sebuah jalan-jalan biasa atau  semacam aktivitas formal laiknya orang asing bertamu ke muka tuan rumah.

Toh yang dia dapatkan adalah sebuah tontonan latihan serius dan sekelumit informasi bahwa Teater Refrain akan pentas di Bandung pada bulan Juli mendatang.

Namun, itu hanyalah pengantar saja. Dan kita sekalian boleh jadi menanti bagaimana kelanjutan pertemuan itu. Mungkin reaksi panjang lebar dari Nona Heintz tadi, ataukah penjelasan kenapa Teater Refrain bisa pentas di luar daerahnya.  

Dua opsi tersebut bakal diteruskan, apabila dan hanya apabila, sebuah pemahaman berikut telah terbersit dalam kepala kita.

Bahwasanya  di tengah ingar-bingar persoalan politik di Indonesia, juga menyeruaknya beragam kasus dugaan korupsi di Kabupaten Sikka, rupanya terdapat sekelompok anak sekolahan di Kota Maumere yang sedang menggelutkan diri di bidang kesenian dan akan mengharumkan nama daerah ini pada level nasional.

Ini memberikan pertanda bahwa Sikka atau Nusa Tenggara Timur sejatinya punya masa depan dan harapan yang baik di tangan generasi muda.

Meskipun percakapan-percakapan generasi muda itu tak selamanya berkutat seputar politik dan hanyalah laku kreativitas biasa secara kasat mata.

Hanya saja, jangan pernah menganggap remeh pada anak muda. Apalagi mereka yang coba menggeluti jalan hidup yang dianggap aneh oleh masyarakat kebanyakan, seperti kesenian tadi.

Kita tahu bahwa zaman selalu bergerak tanpa tebakan dan anak-anak muda tentu punya kecakapan untuk memberi tafsir atasnya. Dengan imajinasi dan kreativitas yang dimiliki.   

Sekarang, kita kembali ke cerita soal Anne Heintz tadi.

Setelah memerhatikan latihan sejenak, dia yang memang belajar khusus soal teater dan penyutradaraan itu pun mencoba membaurkan diri. Dia menyesuaikan diri dengan apa yang telah menjadi modal dasar latihan Teater Refrain selama ini.

Beberapa jurus dasar berteater dia praktikkan, seperti mengatur langkah, tempo dan bentukan pola-pola gerakan tertentu. Raut wajahnya semringah dan dia tampak bersemangat.

“Saya senang sekali karena di kota kecil seperti ini ada anak-anak muda yang bergerak di bidang kesenian. Saya terkejut dan tak pernah berpikir sebelumnya,” bicaranya.

Tentu dalam bahasa Inggris dan komunikasi yang terjalin sedari tadi juga menggunakan bahasa internasional tersebut. Dia tak bisa berbahasa Indonesia. Sama sekali tak bisa.

Dia kemudian bercerita sedikit mengenai kehidupan anak muda di Belanda yang memang mendapat banyak ruang untuk menunjukkan kebebasan berekspresi mereka. Dia bilang, di sana anak-anak muda bisa memilih komunitas mana saja.

“Yang terpenting adalah pengembangan diri sebagai manusia.”

Menurutnya, kesenian, semisal teater, punya dampak untuk membentuk karakter manusia. Di situ refleksi dapat tertangkupkan. Sebagaimana manusia mengolah emosi, membentuk sikap peka dan menjadi makhuk yang mawas diri.

“Saya sangat mendukung aktivitas seperti ini dan harus tetap konsisten,” tambahnya.

Hanya saja, penggalan kalimat tersebut, yakni “…harus tetap konsisten…” dapat dibaca dalam banyak hal. Yang bisa jadi munculkan pemikiran lanjutan ataupun membikin orang tercenung-cenung menatap diri mereka sendiri.  

Itu bakalan jadi sangat panjang dan syukur saja sebelum dilanjutkan, datanglah seorang perempuan muda ke kompleks sekolah.

Dia bilang namanya Berlin dan segera melibatkan diri ke kelompok itu.

Barangkali karena melihat Anne, dia lantas katakan bahwa dia bisa bahasa Inggris dan sempat menjadi dosen di Universitas Mulawarman, Kalimantan Timur dan mengajar hampir seluruh mata kuliah.

“Saya ini bisa apa saja. Semua hal sudah saya buat,” kata dia.

Setelah itu, Berlin omong panjang lebar soal kisah-kisah dia selama ini. Mulai dari masa SMA-nya yang dihabiskan di 2 sekolah, pengalaman sebagai suster selama beberapa tahun, temuannya soal obat HIV dan AIDS, dan kedekatannya dengan para biarawan/wati  di Maumere.

“Semua orang ini kenal saya. Hanya kalian saja yang tidak tahu,” cerocosnya.

Kali ini Anne kembali terkejut. Tapi, dia berusaha untuk menyamankan diri. Mencoba mengajak pemudi itu bicara dan suasana terjalin cukup akrab. Meskipun Berlin bicara dalam bahasa Indonesia dan Anne, seperti yang sudah kita ketahui, meresponsnya memakai bahasa Inggris.

Hari itu menjadi hari yang menarik bagi Anne. Kepada saya yang juga berusaha memahami tutur kata bahasa asingnya, Anne bilang bahwa kejadian-kejadian tak terduga itu merupakan konsekuensi yang dia pilih  karena putuskan untuk datang ke Maumere seorang diri.

Bahkan, kawan yang membawa dia tadi juga baru dikenalnya ketika tiba di sini.

“Anne, kamu belum punya rencana untuk pergi dari kota ini?” tanya saya.

“Saya kurang tahu. Tapi orang-orang di sini sangat menyenangkan,” jawab dia sambil merangkul Berlin.

AMOR Telah Diluncurkan, Inilah Beberapa Kegunaannya

Maumere, Ekorantt.com – KSP Kopdit Obor Mas telah meluncurkan penggunaan  sistem  Eletronik  Data Capture (EDC) atau yang dikenal dengan nama Aplikasi Mobile KSP Kopdit Obor Mas (AMOR) 16 Mei 2019 lalu.

Hal ini merupakan langkah KSP Kopdit Obor Mas untuk menyesuaikan diri dengan kemajuan teknologi

Setelah diluncurkan, AMOR mulai digunakan oleh staf lapangan KSP Kopdit Obor Mas saat berkunjung ke rumah anggota.

Lalu, apa saja kegunaan dari benda atau perangkat bernama AMOR ini?

General Manajer KSP Kopdit Obor Mas, Leonardus Fredyanto Moat Lering menjelaskan, untuk tahap pertama AMOR memiliki beberapa manfaat atau kegunaan.

Pertama, melayani setoran angsuran pinjaman maupun simpanan, baik dari anggota maupun calon anggota seperti para pelajar yang menabung di tabungan pelajar.

“Anggota bisa setor angsuran pinjamannya dan juga simpanan baik simpanan saham dan simpanan non saham. Kecuali, simpanan pokok karena dia belum punya nomor anggota,” kata Fredyanto.

“Karena itu, ia harus ke kantor. Daftarkan diri jadi anggota dan dapat nomor anggota, baru bisa mendapatkan pelayanan dengan aplikasi AMOR,” tambah Fredyanto.

Fredyanto pun mengimbau anggota agar tidak perlu ragu. Uang pasti akan masuk ke kantor karena data langsung terekam di server Obor Mas.

“Hal ini memudahkan anggota. Anggota tidak perlu datang ke kantor. Tinggal tunggu di rumah, staf Loan Officier kita akan datang dan melayani,” tandasnya.

Kedua, mengecek saldo simpanan (simpanan saham maupun non saham) dan pinjaman anggota.

“Misalnya para guru, mereka bisa cek angsuran pinjaman lewat AMOR” jelas Fredyanto.

Fredyanto menambahkan, kedepan perangkat AMOR dikembangkan untuk pelayanan keuangan lainnya seperti penarikan uang anggota.

Anggota bisa melakukan penarikan uang melalui AMOR tanpa harus ke kantor Obor Mas.

“Misalnya anggota yang memiliki ATM bisa gesek di benda ini untuk mengambil uang. Petugas lapangan bisa melayaninya. Rencananya tahun ini bisa dilaunching  juga,” kata Fredyanto.

Selain itu, perangkat AMOR  juga akan dikembangkan untuk menjadi sarana transaksi jual beli pada saat anggota membeli barang di pusat perbelanjaan seperti toko dan swalayan.

“AMOR akan ditaruh di toko-toko. Untuk anggota yang mau berbelanja, cukup bawa ATM saja, gesek dan uang untuk bayar barang diambil. Ini beberapa tambahan pelayanannya dan itu kita targetkan juga tahun ini bisa dilaunching. Tim kita di Inkopdit sementara mengerjakannya,” jelas Fredyanto.

Hal menarik yang sedang direncanakan juga oleh manajemen Obor Mas, kata Fredyanto adalah ATM bersama. Menurutnya, ini adalah pekerjaan rumah yang sementara digodok sehingga ATM Obor Mas bisa masuk dalam ATM bersama bank-bank.

Sejauh ini, perjuangan terus dilakukan dengan melakukan pembicaraan dengan berbagai pihak.

Berproses Menuju Pertunjukan Seni Kelas Dunia di Larantuka

Larantuka, Ekorantt.com – Pada hari Sabtu, 6 Juli 2019 mendatang, sebuah pertunjukan kesenian kelas dunia bakal disuguhkan di Kota Larantuka, Kabupaten Flores Timur, NTT.

Para pementasnya merupakan gabungan antara seniman Flores Timur, seniman Indonesia dan para seniman dari Asia. Sebuah kolaborasi internasional yang menjadi jembatan keterhubungan varian kekayaan kesenian lintas pulau dan negara dalam satu panggung.

Aktivitas yang diinisiasi oleh Teater Garasi/ Garasi Performance Institute Yogyakarta-Indonesia tersebut sebetulnya adalah ruang tukar pikiran, berbagi cerita dan saling belajar bagi para seniman satu sama lain.

Yang mana seniman-seniman Asia datang untuk mencerap aspek-aspek sosial dan kultural sembari memaknai situasi/konteks yang ada di Flores Timur, dan para seniman Flores Timur mempelajari keanekaan ekspresi berkesenian dari seniman dari luar daerahnya.

Termasuk menemukan kesamaan latar kondisi sosial-budaya ataupun ekonomi-politik di daerah masing-masing.

Menurut Silvester Hurit, budayawan muda Flores Timur yang juga terlibat dalam penggarapan kolaborasi ini, proses pertemuan antarseniman yang telah berlangsung sejak tanggal 23 Juni 2019 lalu itu mengandung suatu jalinan dialog yang memungkinkan para seniman mengelaborasi dasar-dasar kesenian mereka.

“Di dalamnya ada unsur egaliter. Karena, teman-teman dari Asia datang tanpa punya pengetahuan apa-apa tentang situasi di Flores Timur, sementara teman-teman di sini juga mendengarkan pengalaman teman-teman dari luar yang jam terbangnya sudah tinggi,” paparnya.

Bagi dia, pertunjukan tanggal 6 Juli nanti hanyalah satu puncak dari rangkaian transfer pengetahun dan relasi pertemuan yang sudah dilakukan sejauh ini.

Poin terpentingnya justru terletak pada proses-proses sebelum pertunjukan itu.

“Kita di sini banyak belajar dari profesionalitas mereka. Dan juga mereka belajar soal kebudayaan dan situasi sosial kita.”

Salah seorang seniman Asia, Takao Kawaguchi, dalam perbincangan dengan Ekora NTT, Minggu (30/6/2019), mengatakan, selama berproses bersama-sama di Flores Timur, dia menemukan beberapa keserupaan fenomena sosial seperti yang dia alami di negaranya, Jepang.

Salah satunya, ihwal pergeseran atau pergerakan kehidupan masyarakat yang tak terlepaspisahkan dari kebijakan-kebijakan negara, agama juga adat.

“Saya menemukan hal-hal yang tak jauh berbeda dengan apa yang saya alami di negara saya. Saya dengar cerita-cerita dari kawan-kawan di sini dan itu menghubungkan saya beserta teman-teman Asia lainnya, karena kami punya latar belakan isu yang hampir sama,” pungkas sosok yang santer dengan ragam olah tubuh ini.

Lantas, berkenaan dengan konteks pertunjukan tadi, Takao tentu telah menyiapkan diri dengan baik dan akan memberikan peragaan yang menghibur para penonton.

Namun, menurut dia, kolaborasi skala internasional itu bukan hanya sekadar hiburan semata tapi bagaimana merangsang daya pikir masyarakat.

“Harus memberikan pemikiran baru bagi masyarakat, menggugah kesadaran dan tunjukkan temuan-temuan, tentu lewat kesenian, atas apa yang telah kami lewati sejak pertama kali datang ke sini,” tambahnya.

Sementara itu, Yudi Ahmad Tajudin, Sutradara sekaligus Direktur Teater Garasi/ Garasi Performance Institute Yogyakarta-Indonesia, juga menyampaikan bahwa pertunjukan yang akan disajikan merupakan bentuk respons atas peristiwa perjumpaan para seniman itu sendiri.

“Jadi, ada proses yang sudah dan sedang berlangsung, dan apa yang dipertunjukkan nanti adalah bagian dari proses itu. Panggung adalah hasil dari pertemuan-pertemuan itu. Bukan sesuatu yang lain. Kami sempat pergi juga ke Adonara dan Solor untuk melihat dan menemukan situasi yang terjadi pada masyarakat adat di sana. Merasakan langsung kehidupan mereka dan tentu itu menjadi pengetahuan bagi kami,” kata Yudi yang pada tahun 2013 lalu mewakili Teater Garasi menerima anugerah Prince Claus Awards.

Sebagaimana tersebutkan di atas, momen pertunjukan seni kelas dunia ini akan berlangsung pada Sabtu, 6 Juli 2019 dan terjadi di kompleks Taman Kota Larantuka yang berhadapan langsung dengan Kapela St. Antonius Padua.

Menariknya, pementasan tersebut memadukan naskah lakon klasik karya seniman Norwegia, Henrik Ibsen, berjudul “Peer Gynts”, sehingga nama pertunjukannya, yakni “Peer Gynts di Larantuka (Kisah Para Pengelana dari Asia)”.

Roots Cafe Tampil Beda di Bukit Habibuang

Maumere, Ekorantt.com – Kafe di Maumere identik dengan wilayah pantai. Kafe-kafe itu bertebaran di sepanjang pantai kota nyiur melambai ini.

Tanpa berpikir keras tentang konsep yang mau diusung, banyak orang lantas tertarik merintis usaha kafe di kawasan tersebut. Hal itu bisa jadi berangkat dari kencenderungan 80 % wisatawan atau masyarakat yang lebih memilih bersenang-senang di pantai.

Tentu saja angin pantai yang sejuk dengan suasana laut yang tenang punya daya tarik tersendiri. Kemudian, orang kafe akan menyediakan menu makan-minum yang menggugah selera demi membuat pengunjung betah dengan sendirinya. 

Namun, tidak demikian dengan Roots Cafe. Kafe yang berada di sebuah bukit di Dusun Habibuang, Desa Langir, Kecamatan Kangae, Kabupaten Sikka ini, memilih untuk keluar dari pakem umum sebagaimana tersebutkan di atas.

Letaknya jauh dari suasana pantai. Jarak tempuhnya dari Kota Maumere sekitar 15 menit.

Kendati demikian, Roots Cafe punya daya magis tersendiri yang mampu menarik minat pengunjung yang datang. Pertama kali masuk di kawasan kafe, para pengunjung akan disambut aura khas kampung. Suasananya sangat natural. Keheningan membubung saat malam merayap. Sungguh mengasyikkan.

Sebuah lorong kecil dengan tiga lampion berbentuk silinder menjemput kita dengan ramah. Lampu remang-remang mengelus malam menjadi lebih eksotik. Setelahnya ada turunan yang mengarahkan kita pada empat pondok mungil.

Pada bagian atas masing-masing pondok tertulis nama yang diambil dari empat dusun di Desa Langir. Bagi pemilik Roots Cafe, Gabriel Firmanti (45), nama ini menandakan bahwa Roots Cafe adalah bagian yang tak terpisahkan dari lingkungan setempat.

Di sisi lain, Firman juga berusaha mengajak masyarakat Desa Langir untuk membangun pariwisata yang ada di kampung, baik kearifan lokal maupun potensi-potensinya.

Adapun konstruksi pondok didominasi bambu yang didesain unik dengan atap ijuk dan ilalang. Meja berbentuk persegi panjang dengan empat bangku terpatri di masing-masing pondok.

Antara dua pondok dengan dua pondok lainnya dipisahkan oleh menara kayu. Menara setinggi 3 meter ini sering digunakan pengunjung untuk berfoto ria. Dari menara kayu tersebut, pengunjung bisa melihat lanskap Kota Maumere dan teduhnya laut Teluk Maumere.

Anda tahu, momen terbaik menyambangi kafe ini adalah pada sore dan malam hari. Saat sore hari, pengunjung dimanjakan langit jingga kemerah-merahan pertanda matahari akan terbenam, dan ditemani segelas kopi, pengunjung juga bisa menikmati momen malam hari sambil menatap Kota Maumere yang menyala oleh lampu-lampu.

Segaris lurus dengan menara kayu, sebuah panggung seadanya disiapkan untuk live music. Sejumlah lagu bisa dijadikan latar suasana yang bikin ngobrol jadi lebih rileks.

Bagi pengunjung yang datang bersama pasangannya, beberapa meja couple tersedia di ruang terbuka yang langsung menghadap ke utara. Suasana romantis kian bergeliat manakala lampu-lampu remang menemani malam yang hening.

Kembali ke Akar

Setahun lalu, Firman melakukan riset kecil-kecilan sebelum membangun kafe. Ia menemukan lahan di sebuah bukit di Desa Langir. Lahan ini ditumbuhi gamal dan beberapa pohon aren.

Lahan itu lantas dinilai sangat layak untuk dikelola jadi tempat pariwisata. Selain karena letaknya di kampung dengan view yang indah, ia juga akan melibatkan masyarakat setempat dalam mengembangkan pariwisata.

“Supaya masyarakat tahu, pariwisata itu apa? Sehingga pariwisata tidak sekadar retorika. Berbuatlah sesuatu dan libatkan masyarakat. Saya libatkan masyarakat misalnya petani moke. Masyarakat terlibat di pariwisata dan merasakan untungnya,” kata Firman.

Suasana kampung yang natural sangat menyentuh hati Firman. Apalagi ia suka berpenampilan apa adanya. Tidak mau berlebihan. Bicaranya juga apa adanya. Mengalir begitu saja. Citra diri ini juga yang ia kembangkan dalam usaha kafenya ini. Roots cafe tak lebih dari pantulan dirinya yang mengalir apa adanya.

 “Saya suka hal-hal yang natural. Saya belajar dari musik reggae. Reggae itu, baik musik, lirik dan tampilannya apa adanya. Saya tertarik sekali dengan yang asli. Semua akan mengalir kalau kita biarkan yang asli muncul,” kata pria yang tiga tahun terakhir menggeluti dunia pariwisata ini.

 Mengapa Firman memilih nama Roots Cafe untuk usahanya itu? Baginya, antara akar (Roots) dan kampung punya kesamaan yakni keheningan. Kampung itu digambarkan dengan sesuatu yang kolot tetapi sekaligus sunyi dan hening.

Demikian juga akar. Tanpa memunculkan diri di atas permukaan tanah, akar giat bekerja untuk menopang pohon dan ranting-rantingnya. Akar bekerja dalam keheningan.

“Saya suka akar. Dia bekerja diam dalam tanah tanpa orang tahu. Tapi dia bekerja keras untuk membuat batang itu menjadi bagus. Ranting, bunga, daun bahkan semua yang nampak tumbuh dengan baik,” tutur Firman.

Nama Roots Cafe ini juga sebenarnya semangat Firman untuk kembali ke akar. Derasnya arus perkembangan zaman tidak boleh membuat kita melupakan akar budaya, darimana kita berasal.

“Kita kemas kampung kita dengan baik. Walaupun sederhana, kita tata sedemiikian rupa sehingga menjadi sesuatu yang berbeda dari dunia luar. Dan saya bersyukur tamu pertama saya itu orang luar negeri, orang Bulgaria,” kata Firman dengan bangga.

Jangan Ada “Orang Dalam” di Antara Kita

Oleh Yohanes Sudarmo Dua

Tahun ini, Pemerintah Daerah Kabupaten Sikka akan memberikan beasiswa kepada 380 mahasiswa baru yang berkuliah di Universitas Nusa Nipa Maumere (200 orang), IKIP Muhammadiyah Maumere (100 orang), dan STT Christo Re (80 orang).

Sebagaimana dirilis Bagian Humas dan Protokol Setda Kabupaten Sikka, berita menggembirakan ini disampaikan langsung oleh Bupati Sikka Fransiskus Roberto Diogo (Roby Idong).

Lebih dari sekedar sebuah berita gembira, program beasiswa untuk studi lanjut ke jenjang perguruan tinggi ini bisa jadi merupakan light of hope, terutama bagi mereka yang benar-benar mengalami kesulitan biaya pendidikan.

Kita tahu, biaya untuk menyekolahkan anak hingga menuntaskan pendidikan di bangku kuliah memang tidak sedikit. Roby Idong bahkan menggambarkan situasi titik nadir yang dialami masyarakat saat berusaha menyekolahkan anak-anak mereka hingga ke jenjang perguruan tinggi.

“Orang tua bahkan menghadapi pilihan yang paling sulit yaitu menjual harta benda mereka untuk menyekolahkan anak-anaknya. Akibatnya, mereka semakin miskin.”

Sebagai salah satu alumni penerima beasiswa pendidikan, saya sungguh merasakan betul manfaat dari kehadiran berbagai program beasiswa pendidikan.

Sekitar 12 tahun yang lalu, meski lulus Ujian Nasional dengan nilai rata-rata 92,40 dan nilai UN Bahasa Inggris 100, saya hampir saja tidak bisa melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi akibat ketiadaan biaya pendidikan.

Saya beruntung. Seorang guru akhirnya membantu mendaftarkan saya ke salah satu Perguruan Tinggi di Surabaya yang saat itu mendapat hibah I-MHERE dari Bank Dunia. Setelah melewati beberapa tahapan seleksi, saya akhirnya mendapatkan fully funded scholarship hingga selesai kuliah S1.

Demikian juga saat menyelesaikan studi S2. Tanpa Australia Awards Scholarship, mustahil bagi saya untuk dapat menyelesaikan studi Fisika di Australia.

My story is actually part of many people’s stories. Pun mungkin bagian dari cerita yang sedang dialami oleh banyak anak di Nian Tana Sikka. Karena itu, terobosan pemda Sikka dalam menghadirkan beasiswa pendidikan ini harus kita dukung, kawal, dan rawat agar benar-benar tepat sasaran, dan yang terpenting bisa terjaga keberlanjutannya.  

Butuh Dukungan Berbagai Pihak

Agar program pemberian bantuan beasiswa pendidikan ini dapat terealisasi dengan baik, Bupati Roby tentu membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, terutama pihak legislatif.

Dalam hal ini, dibutuhkan kerja sama yang optimal antara pihak eksekutif dan DPRD Kabupaten Sikka untuk dapat menghasilkan keputusan terbaik terkait program beasiswa Pemda Sikka ini, baik itu menyangkut konstruksi regulasinya maupun sumber pembiayaannya.

Semua pihak terkait diharapkan berupaya seoptimal dan setulus mungkin agar bisa mendahulukan kepentingan dan kemaslahatan rakyat Sikka di atas berbagai tarik ulur kepentingan pribadi dan/atau kelompok tertentu.

Beasiswa Itu Berbeda dengan Bantuan Sosial

Harus digarisbawahi, meski beasiswa Pemda Sikka saat ini adalah realisasi dari janji politik Bupati Roby dan wakilnya untuk seluruh rakyat Sikka, harus bisa dipilah secara jernih bahwa program bantuan biaya pendidikan ini diskemakan dalam bentuk beasiswa, bukan bantuan sosial.

Beasiswa (scholarship) itu berbeda dengan bantuan sosial. Aksentuasi bantuan sosial biasanya hanya pada aspek ekonomi dari si penerima bantuan sosial tersebut. Dengan demikian, maka siapa saja yang masuk kategori tidak mampu secara ekonomi bisa langsung diberikan bantuan sosial.

Program beasiswa tidak demikian. Meski berasal dari keluarga tidak mampu, tidak serta merta bahwa yang bersangkutan akan mendapatkan beasiswa.

Program beasiswa menitikberatkan tidak hanya pada aspek ekonomi si penerima, tetapi juga pada beberapa kriteria penting lain, seperti prestasi akademik, motivasi belajar, kesehatan jasmani-rohani, kemampuan leadership, dan lain sebagainya.

Mengapa begitu?  Kuotanya terbatas. Karena itu, program beasiswa biasanya dicirikan dengan tahapan seleksinya yang sistematis dan bahkan cenderung membutuhkan waktu yang lama. Maka, dalam skema beasiswa tidak pernah dikenal istilah “siapa cepat dia dapat.” Segala proses penentuan penerima beasiswa dilakukan melalui tahapan yang terukur, transparan dan objektif.

Sebagai penyedia dana pendidikan, pihak Pemda Sikka harus mulai dari sekarang bekerja sama dengan berbagai pihak yang kompeten guna memastikan agar proses seleksi yang dilakukan bisa berjalan secara berkualitas, transparan, dan objektif.

Mengapa? Tanpa proses seleksi yang berkualitas, program bantuan biaya pendidikan ini akan kehilangan ‘roh’-nya sebagai program beasiswa. Dan itu berarti, program ini bisa berpotensi menjadi lahan empuk bagi tumbuhnya berbagai praktik negatif karena kuotanya yang terbatas sementara peminatnya bisa dipastikan membludak.

Jangan Ada Orang Dalam di Antara Kita

Don’t get me wrong! Dengan mengatakan, “jangan ada ‘orang dalam’ diantara kita”, saya tidak sedang suudzon dengan “orang-orang Pemda” atau siapa pun yang saat ini terlibat dalam proses seleksi beasiswa Pemda Sikka.

Ini hanyalah sebuah peringatan dini untuk Pemda Sikka dan siapa saja yang terlibat dalam proses seleksi beasiswa ini. Diakui atau tidak, bila tidak didesain secara baik, proses seleksi dan perekrutan calon penerima beasiswa ini akan sangat rentan terkontaminasi wabah nepotisme dan ‘orang-orang titipan’.

Apalagi, proses seleksi kali ini adalah yang pertama dilakukan Pemda Sikka.

Bila kita belajar dari beberapa beasiswa kelas dunia seperti Fulbright, Australia Awards, dan Chevening, pihak penyelenggara beasiswa-beasiswa tersebut selalu sangat berhati-hati dalam menangani potensi kolusi dan nepotisme saat proses seleksi berlangsung.

AMINEF (penyelenggara seleksi beasiswa Fulbright) bahkan memasukan syarat yang cukup ekstrim, yaitu bahwa pelamar yang memiliki hubungan keluarga dengan pihak/staff AMINEF tidak diperkenankan untuk melamar.

Selain itu, untuk menjamin objektivitas, proses seleksi biasanya dilakukan oleh orang-orang di luar staf AMINEF/AAS/Chevening; biasanya oleh joint selection team, yang beranggotakan para profesor senior dan profesional dari berbagai perguruan tinggi dan lembaga-lembaga kredibel.

Pemda Sikka tentu tidak harus serigid AMINEF dan Chevening dalam menerapkan proses seleksi, tetapi harus tetap dipastikan bahwa proses seleksi yang dilakukan adalah benar-benar proses yang objektif dan transparan.

Solusinya, proses seleksi sebaiknya dilakukan dengan melibatkan tim seleksi yang terdiri dari para akademisi, tokoh masyarakat dan tokoh agama, psikolog serta para profesional yang integritas dan kredibilitasnya bisa diandalkan. 

Dampaknya terhadap Dunia Pendidikan di Sikka

Saya membayangkan, bila program beasiswa ini bisa dirawat dengan baik oleh semua pihak terkait, dampaknya tidak sekedar akan dirasakan oleh para penerima beasiswa, tetapi juga bisa menjadi triggering factor yang memicu peningkatan kualitas pendidikan di Kabupaten Sikka.

Saya pernah melakukan thought experiment berikut. Misalkan Pemda Sikka memberlakukan persyaratan seperti ini: untuk dapat menjadi prioritas diterimakan beasiswa Pemda Sikka, seorang lulusan SMA/SMK yang berasal dari keluarga kurang mampu (dibuktikan dengan dokumen-dokumen terkait) harus mendapatkan nilai rata-rata rapor dan Ujian Nasional minimal 80.

Selain itu, peserta didik yang aktif di bidang organisasi, olahraga dan seni, apalagi yang telah berhasil mengharumkan nama Nian Sikka, oleh Pemda, akan dijadikan prioritas penerima beasiswa Pemda Sikka.

Bisa dibayangkan bagaimana anak-anak Sikka saling bersaing untuk berprestasi dalam segala bidang guna mendapatkan slot beasiswa Pemda Sikka. Hal ini, pada gilirannya, akan berkontribusi positif bagi peningkatan kualitas pendidikan di Sikka.

Di atas semuanya, program beasiswa Pemda Sikka ini, menurut saya, tidak sekedar tentang pemberian bantuan biaya pendidikan dari pemerintah kepada rakyatnya.

Program ini adalah simbol kehadiran Negara yang memelihara pelita mimpi putera/i Sikka, terutama yang berasal dari keluarga kurang mampu, agar tetap bercahaya. Ia adalah kecambah harapan yang harus kita rawat dan kawal bersama. 

Di Kampung Kelahiran Gubernur, Warga Keluhkan Jalan dan Air

0

Semau, Ekorantt.com – Di kampung kelahiran Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat (VBL), Pulau Semau, warga mengeluhkan kesulitan mengakses jalan dan air minum.

“Kami di sini yang paling sulit adalah jalan dan air minum. Jalan poros kecamatan yang menghubungkan antara Kecamatan Semau Utara dan Semau  Selatan serta akses ke desa-desa sangat sulit karena hanya jalan tanah berbatu,” demikian tutur Yusuph, pemuda Kecamatan Semau Selatan kepada Ekora NTT di sela-sela menghadiri acara peresmian dan pemberkatan kantor cabang pembantu Semau KSP Kopdit Pintu Air, Sabtu (22/6 2019) siang.

Hal senada diakui Kepala Desa Uitiuh Tuan, Samuel Lasi, bahwa ruas  jalan poros kecamatan sepanjang 45 km yang menghubungkan pintu masuk pelabuhan di Kecamatan Semau utara menuju Kecamatan Semau selatan saat ini memang sedang dikerjakan tapi baru 3 km saja.

“Air minum pun masih sulit diakses warga. Meski ada  air tapi pasokan air minum bersih belum maksimal. Warga terpaksa pakai air sumur,” aku Lasi.

Namun, menurut sang Kades, meski dililiti kondisi demikian, warga di Pulau Semau pada umumnya dapat bertahan hidup karena selama bertahun-tahun kondisi itu sudah menjadi bagian yang lazim dirasakan.

“Warga di sini kerasan dengan kondisi ini, kita berharap ke depan pembangunan di sini bisa  maju seperti di tempat lain,” imbuh Lasi.

Seperti disaksikan Ekora NTT, kondisi geografis Pulau Semau rata-rata berbatu karang wadas meskipun sebagiannya tampak agak kehijauan karena masih tumbuh subur pepohonan, antara lain pohon lontar dan beberapa pohon lainnya yang menjadi habitan kawasan wadas karang.

Meski demikian, warga membuka kebun di sela karang untuk tanam pisang, bawang merah dan kacang-kacangan.

“Umumnya warga di sini hidup dari bertani, nelayan dan wirausaha, berdagang sembako serta angkutan jasa transportasi darat dan laut,” pungkas beberapa warga yang berbincang dengan Ekora NTT.

Sementara itu, hal yang paling menarik di Pulau Semau adalah sektor pariwisata alam dan budaya. Sungguh menarik alam Pulau Semau. Ada pantai dengan hamparan pasir putih dan  kekayaan budayanya.

“Kami punya alam dan budaya yang menarik tapi belum ada warga lokal maupun warga Semau diaspora yang kelola,” ucap  tokoh masyarakat  Desa Uitiuh Tuan, Martinus Toes Bele, kepada Ekora NTT.

Berdasarkan pantauan, sepanjang ruas jalan yang dilalui Ekora NTT, mulai dari pintu masuk pelabuhan hingga ke Desa Uihtiun tuan, ada jaringan pipa, tetapi hanya ada 2 bak air hidram umum.

Warga lantas membentuk antrean panjang agar berjaga-jaga untuk bisa tadah air minum. Sementara di rumah warga umumnya terdapat sumur-sumur.

Sedangkan ruas jalan utama yang menjadi poros penghubung antarkecamatan, tampak alat berat sedang membongkar cadas batu karang dengan lebar sekitar 8-10 meter sepanjang 3 km dari arah utara menuju selatan.

Pasutri Putus Sekolah Berangkat Haji

Larantuka, Ekorantt.com – Bulan Juli tahun 2019 ini menjadi momen pasti bagi keberangkatan ke-30 calon haji dan hajjah asal Kabupaten Flores Timur dan Lembata.

Adapun Mustamin Yasin, seorang calon haji asal Kabupaten Flores Timur, bersama istrinya Tasia Haji Abdolah menyatakan diri siap secara fisik dan batin untuk mengikuti momen penuh rahmat itu.

Setelah kegiatan penyebaran informasi tentang pelayanan penerbitan paspor oleh petugas Kantor Imigrasi Maumere, yang bertempat di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Flores Timur, beberapa waktu lalu, Ekora NTT menghampiri dia dan istrinya. Pria berusia 75 tahun itu tampak lelah pascakegiatan.

Kepada Ekora NTT, Mustamin mengatakan, pekerjaannya sehari-hari adalah bertani Bersama Tasia Haji Abdolah, sang istri, dirinya memiliki satu 1 hektar sawah dan 1 hektar tanah untuk ditanami jagung.

Padi dan jagung tersebut dijual di Kota Larantuka, bahkan sampai ke Bima. Hasil penjualan padi itulah yang kemudian dipakai sebagai uang pendaftararan haji sebesar Rp. 50 juta untuk keduanya.

Mustamin Yasin dan Tasia Haji Abdolah adalah pasutri putus sekolah. Keduanya berasal dari Pulau Solor. Menurut Mustamin Yasin, niat dirinya bersama Tasia untuk menunaikan ibadah haji sebetulnya sudah dipacakkan sejak lama.

Mereka pun menanti dengan sabar akan datangnya momen tersebut.

Selama puluhan tahun, Mustamin selalu berjuang agar bisa mengumpulkan uang sebesar Rp. 50 juta. Tujuannya hanya untuk bisa mendaftar sebagai calon haji.

Lantas pada tujuh tahun yang lalu, tepatnya September 2012, dirinya bersama Tasia pun terdaftar sebagai pasutri yang akan berangkat menuju tanah suci.

Sebelum bulan pendaftaran pada tahun 2012 itu, dirinya senantiasa berjuang agar bisa memanen jagung dan padi hingga satu hektar. Alhasil, hasil panenan dalam setahun bisa mencapai tiga kali lipat.

Tentu saja, dukungan dan dorongan dari kedelapan anak mereka menjadi salah satu faktor kunci. “Saya mengumpulkan mereka semua pada tujuh tahun lalu. Saya memintai pendapat mereka. Mereka semua setuju,” ungkap Mustamin kepada Ekora NTT.

Proses pendaftaran pun dilakukan dua kali. Namun, menurut Mustamin, tidak sepeser pun uang pendaftaran diperolehnya dari pinjaman di koperasi atau bank. Keduanya tidak juga meminta dan meinjam di tetangga dan keluarga. Urusan pendaftaran dan pembiayaan pendaftaran calon haji murni dari hasil menjual jagung dan padi. (Rian N.)

KPK Sambangi Kantor Bupati Flores Timur

Flores Timur, Ekorantt.com – Dua orang anggota KPK menyambangi Kantor Bupati Flores Timur, Senin (17/6).

Kunjungan ini dalam rangka koordinasi, supervisi dan monitoring program pemberantasan korupsi terintegrasi di  Kabupaten Flores Timur.

Keduanya diterima Wakil Bupati Flores Timur, Agus Boli dan Sekretaris Daerah, Paulus Igo Geroda di ruang kerja Wakil Bupati.

Keduanya pun langsung menuju ke Aula Sekda untuk melaksanakan rapat  dengan pimpinan OPD terkait pelayanan publik di Kabupaten Flores Timur.

Wabup Agus dalam sambutannya mengatakan, kehadiran KPK tidak dalam rangka melakukan penindakan tetapi membantu agar penyelenggaraan Pemerintahan Flores Timur jauh dari hal-hal yang tidak diinginkan. 

“Tadi dalam diskusi di ruangan, saya sudah minta agar ke depan kebijakan-kebijakan yang strategis kita juga perlu berkonsulatasi by phone maupun surat pada mereka terlebih dahulu. Sehingga kita memperoleh arah-arah terlebih dahulu yang sifatnya warning supaya jauh dari masalah,” ujarnya.

Wabup Agus pun berpesan agar Sekda dan OPD terkait memperbaiki item-item yang disarankan KPK.

Masih menurut Wabup Agus, pihaknya akan mengundang kembali pihak KPK guna melakukan sosialisasi langsung dengan seluruh Kepala Desa dan Kepala Sekolah di Flores Timur. 

Sementara PIC MCP Kabupaten Flores Timur, Florentina B. Beoang, menjelaskan, kedatangan KPK ke Flores Timur merupakan agenda rutin setiap 3 bulanan.

Pertemuan sebenarnya dilaksanakan pada tanggal 22 April 2019 lalu namun pada saat itu masih dalam suasana perayaan Paskah. (Humas Kabupaten Flores Timur)

Warga Menanga Tanam Mangrove, Kapolsek dan Danramil Beri Apresiasi

0

Larantuka, Ekorantt.com – Sebanyak 60-an warga Dusun Tala, Desa Menanga, Kecamatan Solor Barat, Kabupaten Flores Timur bekerja sama dengan Pegiat Teras Baca Ile Napo dan Yayasan Missol Baseftin melakukan upaya penyelamatan dan pelestarian lingkungan pantai dengan aksi menanam mangrove di wilayah pantai Desa Menanga, Senin (17/6).

Sebelum penanaman, warga terlebih dahulu mendapat penjelasan singkat dari Tim Misool Baseftin terkait cara pembenihan, penanaman, dan perawatan mangrove.

Komandan Rayon Militer (Danramil) Solor, Mayor Ikhsan dan Kepala Kepolisian Sektor (Kapolsek) Solor, Ipda Kristoforus Ritan pun memberikan apresiasi kepada warga desa Menanga yang memiliki kepekaan dan kepedulian yang tinggi terhadap pelestarian alam dan pantai.    

Mayor Ikhsan dalam sambutannya mengharapkan, gerakan tersebut dapat pula dilanjutkan ke desa-desa yang lain di Solor Timur yang memiliki wilayah pantai.

“Kami berterimakasih kepada Teras Baca Ile Napo dan Yayasan Misool Baseftin yang telah menghadirkan kegiatan ini, di sini. Dengan penanaman mangrove ini, kita menjaga dan memelihara ekosistim pantai dan laut kita,” tegasnya.

“Nanti Ikan-ikan dan biota laut lainnya dapat hidup dipantai ini dengan aman, demikianpun mencegah terjadinya pengikisan laut atau abrasi. Kami sangat senang dengan keterlibatan kaum muda di kegiatan ini. Mari kita bersama-sama menjaga dan melestarikan ekosistem pantai di wilayah kita ini,” ajak Mayor Ikhsan.

Sementara itu, Kristoforus Ritan yang turut hadir dalam kegiatan tersebut menyampaikan rasa takjubnya kepada warga Desa Menanga yang sangat peduli dengan pelestarian laut dan pantai.

Suasana penanaman mangrove di pinggir pantai

Kristo Ritan demikian sapaan akrab Kapolsek Solor ini, mengatakan, sejak bertugas di wilayah kerja Polsek Solor, dirinya sudah dua kali menyaksikan aktivitas pelestarian lingkungan pantai dalam aksi pembersihan pantai dan penanaman mangrove  yang diprakarsai oleh Teras Baca Ile Napo dan Yayasan Misool Baseftin.

“Saya begitu takjub melihat semangat warga disini dalam upaya pelestarian laut dan pantai. Luar biasa, melalui kegiatan ini kita kita ditularkan kesadaran serta semangat untuk mencintai lingkungan pantai. Kegiatan yang sangat bagus,” jelasnya.

“Kebiasaannya, aktivitas pelestarian  lingkungan dominan terjadi pada lingkungan darat, jarang terjadi di pantai. Namun berkat inisiasi Teras Baca Ile Napo dan Yayasan Miosol Baseftin, kita akhirnya disadarkan akan pentingnnya pelestarian lingkungan pantai. Terimakasih atas gandengan kerja sama ini,” ungkap Kristo Ritan.

Ia berharap kegiatan penanaman mangrove ini terus dilanjutkan hingga tahap pemeliharaan hingga mangrove yang ditanam tumbuh besar demi menjaga keberlangsungan ekosistem pantai.    

“Kita hari ini telah menanam mangrove ketika  surut. Sebentar pula akan terjadi pasang yang bisa saja menyebabkan tercabutnya anakan ini. Oleh karena itu kepada kita semua, saya ajak untuk selalu mengawasi. Ketika ke pantai untuk mencari ikan dan lain sebagainya, sempatkan diri untuk memantau tanaman yang telah kita tanam ini. Bila ada yang tumbang, tercabut, kita benamkan lagi. Bila ada lilitan sampah, kita bersihakan. Menjadi tugas semua kita untuk menjaga, dan merawatnya hingga anakan ini menyatu dan bertumbuh dengan alam disini,” pinta Ipda Kristo Ritan.