Bangga, Cerpen Putra Flotim Ini Masuk Nominasi Kompas

Larantuka, Ekorantt.com – Panggung sastra di Kabupaten Flores Timur tengah menggeliat maju. Setelah puisi [Surat untuk Tuhan],  karya Pater Dr. Leo Kleden, SVD masuk masuk nominasi pilihan Kompas beberapa tahun lalu, kini sebuah cerpen karya putra asli Flores Timur, Silvester Petara Hurit,  masuk dalam nominasi cerpen pilihan Kompas 2020.

Seniman dan cerpenis asal Flotim tersebut memang punya sepak terjang yang tidak diragukan lagi dalam dunia pementasan teater dan kepiawaiannya dalam menulis esai dan karya-karya sastra. Ia bahkan tak menyangka cerpen pertama yang ditulisnya itu bisa masuk nominasi pilihan media sekelas Kompas.

“Saya tidak menyangka bahwa cerpen saya yang berjudul Mengantar Benih Padi Terakhir ke Ladang yang  dimuat di Kompas Minggu 19 April 2020 masuk dalam cerpen pilihan Kompas tahun 2020. Ini cerpen pertama yang saya kirim, langsung dimuat dan masuk dalam cerpen pilihan Kompas bersama karya sejumlah cerpenis senior seperti Budi Darma, Yanusa Nugroho, Martin Aleida, Seno Gumira Ajidarma, Damhuri Muhammad, Benny Arnas  dan Gustf Sakai. Tentu saya senang bisa bergabung  bersama cerpenis-cerpenis hebat yang saya kagumi,” kata Silvester Hurit kepada Media di Larantuka, Jumat, (25/06/2021).

Silvester mengaku, ia mulai menulis cerpen tahun 2020 ketika  batal menggelar teater karena larangan mengumpulkan massa.

“Saya kecewa dan mulai menulis cerpen. Mengantar Benih Padi Terakhir ke Ladang adalah cerpen pertama. Saya tak menyangka bahwa cerpen yang saya kirim itu bisa dimuat Kompas yang proses kurasinya terbilang begitu ketat. Apalagi langsung masuk nominasi cerpen terbaik Kompas tahun 2020,” terangnya.

Ia berkisah, masa pandemi membuat dirinya memilih menulis di waktu-waktu sisa selepas lelah di kantor.

“Apalagi saya tinggal di kampung, pergi-pulang tiap hari cukup melelahkan. Juga kondisi keuangan yang tak selalu baik. Kadang, saya bikin kopra, semua saya nikmati. Di tahun 2020 ada sejumlah cerpen saya yang terbit, selain Kompas, Jawa Pos dan Tempo,” kenang Sil Hurit, panggilan akrab bagi seniman asal Flores Timur tersebut.

Bagi Sil Hurit, menulis cerpen itu asyik. Dia bisa menyampaikan kegelisahannya dengan cerita yang ringkas tak berpanjang-panjang. “Yang utama adalah pesan. Apa yang mau saya sampaikan melalui cerita pendek tersebut. Publik pembaca bisa menikmati apa yang saya sajikan dengan sekali-dua tarikan napas,” ungkapnya.

Sil menegaskan bahwa setiap karya sastra itu mengajar. Punya nilai edukasi. Kadang disajikan dengan gamblang, kadang dibungkus dengan metafora. Ketika fakta tak bisa mengajar, fiksi mengambil peran itu.

Cerpen, kata dia, dapat mengambil peran itu. Pendek tak berarti mudah. Untuk menghasilkan satu cerpen yang baik tentunya butuh proses yang tidak pendek. Selain bobot kandungan isi, butuh teknik dan gaya bercerita yang bisa menyentuh dan merawat atensi atau minat pembaca.

Ia berharap terus menulis dan kepada generasi mua ia berpesan, jangan berhenti menulis.

“Kita punya potensi kultur yang luar biasa yang dapat kita olah jadi karya sastra atau karya seni. Intinya adalah bertekun dan konsisten. Sambil terus belajar menghasilkan karya-karya yang lebih baik. Saya percaya proses. Karya yang baik tak pernah dilahirkan secara instan. Ia butuh permenungan, pengendapan sebelum dilahirkan sebagai karya.  Perlu bersabar memang. Supaya hasilnya matang,” katanya.

Yurgo Purab

spot_img
TERKINI
BACA JUGA