Larantuka, Ekorantt.com – Padre Martinho Gusmano da Silva Gusmao adalah seorang imam Katolik di negara Timor Leste yang akan bertarung pada momentum Pemilihan Presiden [Pilpres] 2022 mendatang di negara itu. Ia rela keluar dari imam dan ingin melayani [umat] rakyat lewat jalur politik.
Sebelumnya, imam lulusan Seminari San Dominggo Hokeng, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur ini telah mengajukan permohonan izin kepada Paus Fransiksus untuk maju sebagai bakal calon Presiden Timor Leste. Sinyal Roma terbuka lebar baginya.
Lalu, apa yang melatarbelakangi Padre Martinho yang harus rela meninggalkan tugas sebagai imam dan memilih untuk bertarung dalam ajang politik? Ini petikan wawancara Wartawan Ekora NTT, Yurgo Purab terhadap Padre Martinho pada Rabu, 24 November 2021;
Apa yang melatari Padre Martinho memilih untuk maju pada Pilpres Timor Leste?
Keputusan awal terjadi 24 Mei 2020, saat berdoa di Gua Maria Penolong orang Kristen di Comoro, dekat para Salesian. Saya bersama seorang teman pergi berziarah. Saat tertekan batin dan tercekam nurani melihat “kudeta ante-konstitusi”. Presiden lebih mendukung partai fretilin yang merampas proses demokratis dalam pembentukan pemerintahan baru. Benar-benar memalukan dan memilukan.
Ya, kalau negara ini dibiarkan begitu saja, di mana harga diri bangsa yang dipimpin para perampok demokrasi? Sementara itu muncul pandemi. Presiden memilih lockdown dan memberlakukan “Estado de Emergência”…Negara Darurat. Saya langsung bereaksi dgn menulis tentang “Estado de Emergência – Emergência de Estado”. Kira-kira saya mengatakan negara darurat ini akan menjerumuskan bangsa ini ke Darurat Negara. Semacam “failed state”.
Dari pada kerja saya hanya bicara, menulis, ceramah di forum nasional dan international, saya butuh praksis. Cukup sudah teori. Saya ingin satu tempat di mana saya bisa ambil keputusan bagi tindakan strategis. Jadi, saya langsung pikir ikut mencari kursi RDTL-1
Apa Tanggapan Keuskupan atas keputusan yang diambil oleh Padre?
Saya menulis surat pengunduran diri tanggal 25 Januari 2020, tak ada sangkut pautnya dengan pencalonan menjadi Presiden. Surat yang bertepatan dengan pesta Pertobatan St. Paulus itu lebih bersifat pribadi dan eksistensial. Keputusan ikut meramaikan bursa RDTL-1 itu muncul lebih jelas pada 24 Mei 2020.
Jadi, Uskup Baucau dan saya lebih mengurus pengunduran diri yang wajar. Baru bulan Agustus 2021 Uskup meminta ketegasan tentang “rumors of the angels” (istilah Peter L. Berger) bahwa Saya berniat ikut pilpres 2022 nanti. Saya “confirm”. Jadi, “rumors” atau bisik-bisiknya mulai bising. Ya, uskup meminta ketegasan. Dan saya konfirmasi.
Apakah Padre tidak takut jika tidak terpilih?
Takut tidak terpilih??? Ya tidak takut. Karena saya tak pernah merasa bahwa menjadi Presiden itu suatu yang “harus memiliki” (having) melainkan “mengada” (being). Politik tak harus “menang – kalah” tetapi lebih pada kemanusiaan yang adil dan beradab. Kini orang Timor-Leste merindukan kemanusiaan dan keadilan. Saya menawarkan jalan keluarnya.
Apakah ada surat yang ditujukan kepausan kepada Padre? Soal laisasi?
Ya. Surat Reskrip sudah ditetapkan Paus Fransiskus 13 Oktober 2021 ini. Lalu notifikasinya 15 Oktober dari Congregatione per Evangelizatione Popoli ditandatangai Kardinal Luis Antonio Tagle, perfeknya.
Ya. Isinya tentang Laisasi. Bukan pemecatan atau “dismissed”
Jika terpilih apa yang akan Padre buat ke depan untuk warga sipil di Timor Leste
Jika terpilih, saya akan merancang konsensus nasional dan komitmen politik. Pada ranah konsensus nasional presiden akan meletakkan pendidikan sebagai sebuah revolusi baru. Saya akan menjadi pencetus sekaligus penggerak utama; kemudian masalah keadilan dan perdamaian.
Pada ranah komitmen politik, Presiden akan mencurahkan segala pikiran dan hati untuk membantu Pemerintah sekuat tenaga. Selama 3 tahun pertama, Presiden harus menjadi garda depan untuk memuluskan integrasi ke ASEAN, lebih berperan di geopolitical Asia dan dunia. Untuk itu, Presiden harus fasih berbicara bahasa politik di Asia, bukan keliling dunia hanya jual tikar atau kopi sruput.
Nah, dalam komitmen politik ini, Presiden harus mampu membangun “rational communicative” dan “rational strategic” dengan Pemerintahan baru. Padre Martinho Bakal Capres Timor Leste : Saya Akan Merancang Konsensus Nasional dan Komitmen Politik.