Oleh: Barbara M. V. Volly Key*
Cara terbaik untuk memengaruhi kelompok rentan agar berpartisipasi dalam pemilihan umum (Pemilu) tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ya, tidak mudah!
Stigma dan diskriminasi berlapis yang dialami selama berpuluh-puluh tahun telah memangkas hak dan kebebasan kelompok rentan untuk berekspresi di tengah ruang publik, termasuk saat pemilihan umum. Peran dan partisipasi kelompok rentan sering diabaikan dan dilupakan.
Seiring perkembangan zaman dan masifnya perjuangan tentang Hak Asasi Manusia, perlahan-lahan membuka wawasan, kesadaran, dan pemahaman masyarakat tentang kesetaraan dan persamaan hak di antara sesama manusia tanpa memandang latar belakang, suku, ras, agama, budaya, status sosial, gender, warna kulit, rambut dan keterbatasan fisik.
Perjuangan Hak Asasi Manusia sesungguhnya melunturkan semangat primordialisme yang sering dijadikan landasan dalam memproduksi benih-benih diskriminasi terhadap kelompok rentan.
Berangkat dari peliknya persoalan yang mendera kehidupan kelompok rentan dari waktu ke waktu, maka sekarang sudah saatnya, kelompok rentan diberi ruang seluas-luasnya untuk berekspresi di ranah publik.
Konsep kesamaan hak, kesetaraan dan kebebasan berekspresi telah menjelma menjadi kata-kata sakti yang mampu menggugah rasa empati dan simpati terhadap kelompok-kelompok yang diabaikan, dilupakan dan disingkirkan dalam kehidupan bermasyarakat.
Penerimaan terhadap kelompok rentan dalam kehidupan bermasyarakat merupakan langkah maju perjuangan Hak Asasi Manusia dan kehadiran kelompok rentan di ranah publik menunjukkan adanya kesetaraan hak dan martabat sebagai manusia.
Gerakan Menuju Bilik Suara
Partisipasi semua elemen masyarakat dalam pemilu sangat diharapkan, karena tingginya partisipasi pemilih dalam pemilu menjadi salah satu indikator yang menentukan berhasil tidaknya pesta demokrasi lima tahunan.
Untuk mengail minat para pemilih, terutama kelompok rentan dibutuhkan trik-trik khusus yang sesuai dan menyentuh kebutuhan kelompok rentan.
Untuk itu, gerakan menuju bilik suara hendaknya mulai didengungkan dari sekarang atau dicicil sedikit demi sedikit.
Kegiatan sosialisasi, pendidikan politik, pendidikan pemilu bagi pemilih, hendaknya masif dilakukan. Sasarannya tidak saja ditujukan kepada kelompok rentan, tetapi semua lapisan masyarakat termasuk penyelenggara pemilu hingga level terendah.
Khusus untuk kelompok rentan perlu diberi intensi lebih, butuh waktu, tenaga, biaya dan persiapan ekstra. Persiapan untuk kelompok rentan tidak dapat disamakan dengan masyarakat umum lainnya, tetapi harus disesuaikan dengan kebutuhan atau jenis kedisabilitasan yang dialami. Perlakuannya harus sedikit lebih “istimewa” agar kelompok rentan merasa aman dan nyaman.
Pada saat pendaftaran pemilih hendaknya kelompok disabilitas sudah bisa diidentifikasi termasuk jenis kedisabilitasan, dengan harapan dapat membantu KPU atau penyelenggara pemilu dalam mempersiapkan logistik pemilu, menentukan lokasi pembuatan TPS (Tempat Pemungutan Suara) yang aksesibel dan bisa dijangkau oleh semua orang.
Bagi kelompok rentan wajib pilih hendaknya menyiapkan dokumen kependudukan seperti KTP (Kartu Tanda Penduduk) atau Kartu Keluarga atau keterangan penduduk elektronik yang di keluarga oleh lembaga berwenang.
Dokumen kependudukan merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki oleh setiap warga negara, agar hak-haknya sebagai warga negara tidak diabaikan. Pada porsi yang lain, kelompok rentan juga harus proaktif dan memastikan bahwa dirinya siap menyalurkan hak politik dalam pemilu dan sudah terdaftar sebagai pemilih dalam pemilu.
Inilah trik-trik sederhana yang dapat diperhatikan dan ditindaklanjuti baik oleh penyelenggara pemilu, masyarakat umum, keluarga kelompok rentan dan kelompok rentan itu sendiri.
Jika trik-trik sederhana yang menjadi persyaratan administrasi tidak dipenuhi, maka dapat dipastikan bahwa kelompok rentan tidak dapat menyalurkan hak politik dalam Pemilu Serentak 2024.
Kepada segenap kelompok rentan, mari bersama-sama sukseskan Pemilu Serentak 2024 dengan mempersiapkan diri sebaik mungkin, jika tidak, maka sia-sialah perjuangan kita sebagai bagian dari warga negara yang berhak atas akses pesta demokrasi di Indonesia.
*Komunitas FORSADIKA dan Anggota JW Pena Inklusi