Program Makan Bergizi Gratis di NTT Harus Prioritaskan Wilayah dengan Stunting dan Kemiskinan Tinggi

Badan Gizi Nasional sendiri telah menyiapkan anggaran sebesar Rp8 triliun untuk mendukung program ini.

Ruteng, Ekorantt.com – Anggota DPD RI asal Nusa Tenggara Timur (NTT), Maria Stevi Harman, meminta pemerintah untuk memprioritaskan daerah dengan angka stunting dan kemiskinan tertinggi dalam penentuan titik layanan program Makan Bergizi Gratis (MBG) di NTT.

Menukil data Badan Pusat Statistik (BPS), persentase kemiskinan di NTT sebesar 19,48 persen pada Maret 2024, menjadikannya salah satu provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Indonesia. Provinsi NTT juga memiliki prevalensi stunting tertinggi kedua di Indonesia, mencapai angka 37 persen.

“Fokuskan program makan bergizi gratis ini pada daerah-daerah yang angka stunting dan kemiskinannya tinggi. Kita perlu melihat kesiapan kabupaten untuk menyediakan fasilitas yang mendukung program ini,” ujar Stevi dalam rapat kerja dengan Badan Gizi Nasional pada 21 Januari 2025.

Badan Gizi Nasional sendiri telah menyiapkan anggaran sebesar Rp8 triliun untuk mendukung program ini.

Namun, untuk memastikan manfaat maksimal, pelaksanaannya memerlukan kerja sama antara pemerintah daerah, petani, dan seluruh pihak terkait, dengan fokus utama pada anak-anak yang rentan terhadap stunting.

Belum Dilaksanakan

Meskipun program Makan Bergizi Gratis sudah direncanakan oleh Presiden Prabowo Subianto, pelaksanaannya di beberapa kabupaten di NTT belum berjalan. Di Kabupaten Manggarai, misalnya, pemerintah daerah sedang mendata pelajar yang akan menerima manfaat.

“Kami masih menyiapkan data jumlah siswa sesuai permintaan Kodim 1612 Manggarai,” kata Sekda Manggarai, Fansi Aldus Jahang, pada 20 Januari 2025.

Fansi menyampaikan bahwa meskipun sudah ada instruksi untuk mencadangkan anggaran dari APBD 2025, pembahasan internal di kabupaten masih berlangsung mengingat anggaran daerah sudah ditetapkan.

Di Kabupaten Sikka, penerapan program juga belum berjalan. “Kami belum mulai karena masih menunggu petunjuk teknis,” jelas Penjabat Sekda Sikka, Margaretha M. Da Maga Bapa, yang berharap adanya arahan lebih lanjut dari pemerintah pusat.

Petani Hortikultura di Manggarai Dukung Program Makan Bergizi Gratis, Buka Peluang Pasar Baru
Salah seorang petani di Satarmese sedang memanen tomat (Foto: Dokumentasi Lian Labut)

Petani NTT Siap Dukung Program

Sementara itu, petani-petani di NTT sudah menunjukkan kesiapan untuk mendukung program Makan Bergizi Gratis.

Penjabat Gubernur NTT, Andriko Noto Susanto menyatakan, bahan baku untuk program ini harus berasal dari produk lokal, seperti beras, sayur, daging, telur, dan ikan yang dihasilkan oleh petani, peternak, dan nelayan NTT.

“Program ini tidak hanya bertujuan untuk mengatasi masalah stunting dengan gizi seimbang, tetapi juga untuk meningkatkan perekonomian masyarakat NTT,” ujar Andriko saat kunjungan kerja ke Kabupaten Nagekeo pada 16 Januari 2025.

Lian Labut, seorang petani hortikultura asal Kabupaten Manggarai, menyambut positif program ini.

“Program ini membuka peluang bagi kami, karena sayur yang kami produksi bisa disuplai ke dapur Makan Bergizi Gratis selain dijual ke pasar,” katanya.

Hal yang sama juga disampaikan oleh petani di Kabupaten Sikka. Rofinus IM Luer, Ketua Asosiasi Petani Hortikultura (APH) Kabupaten Sikka menyatakan, para petani siap memasok sayur dan buah-buahan untuk kebutuhan program Makan Bergizi Gratis.

“Persediaan sayur dan buah-buahan sangat memadai, dan program ini membuka peluang pasar baru bagi kami,” ujarnya.

Peluang Ekonomi bagi Petani

Pemerintah Provinsi NTT mendorong pemanfaatan potensi lokal dalam pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis.

Andriko Noto Susanto berharap program yang digagas oleh Badan Gizi Nasional ini dapat memperkuat perputaran ekonomi dengan memanfaatkan sumber daya lokal.

“Kita ingin bahan makanan yang dimanfaatkan itu berasal dari masyarakat kita sendiri,” ujar Andriko saat meninjau pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis di SD Katolik St. Yoseph Noelbaki, Kabupaten Kupang, pada 8 Januari 2025.

Selain memberikan manfaat gizi bagi masyarakat, program ini juga diharapkan dapat meningkatkan semangat petani untuk lebih giat menanam, terutama karena harga komoditas hortikultura saat ini cukup menguntungkan.

Petani pada beberapa kecamatan, seperti Nita, Waigete, dan Magepanda di Kabupaten Sikka, mulai memperluas usaha mereka dengan menanam berbagai jenis tanaman hortikultura seperti tomat, cabai, semangka, dan ketimun. Tanaman-tanaman ini dapat dipanen dalam waktu singkat, memberikan hasil yang cukup menguntungkan.

Rofinus, seorang petani setempat, menjelaskan bahwa tanaman seperti tomat dapat dipanen dalam waktu 60 hari, cabai dalam 75 hingga 90 hari, dan sayuran lain seperti ketimun serta buncis siap dipanen dalam waktu 40 hingga 50 hari.

Program ini tidak hanya bertujuan untuk memperbaiki status gizi masyarakat, tetapi juga untuk menciptakan peluang ekonomi bagi petani lokal.

Pelaksanaan Harus Tepat Sasaran

Maria Stevi Harman menegaskan pentingnya agar pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis di NTT tepat sasaran.

Ia mengingatkan agar program ini harus menjangkau tidak hanya daerah-daerah yang mudah dijangkau atau kota-kota besar, tetapi juga wilayah dengan tingkat stunting dan kemiskinan yang tinggi.

Stevi berharap program ini dapat menyelesaikan masalah gizi buruk dan stunting di NTT secara menyeluruh, sekaligus memberdayakan ekonomi lokal.

Harapan serupa juga disampaikan oleh Kepala Badan Gizi Nasional, Dadan Hindayana, yang menjelaskan bahwa program Makan Bergizi Gratis dirancang untuk tidak hanya meningkatkan gizi masyarakat, tetapi juga memberikan dampak positif bagi ekonomi lokal.

Menurut Dadan, program ini hadir sebagai sebagai tulang punggung utama dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia.

“Program ini dirancang untuk melibatkan UMKM, koperasi, dan BUMDes sebagai penyedia bahan baku guna menciptakan dampak ekonomi lokal,” jelasnya, seperti yang dikutip dari Portal DPD RI.

Terpisah, Juru Bicara Fraksi PKB DPRD NTT, Marselinus Anggur Ngganggus, berharap pemerintah lebih memperhatikan keberlanjutan pasokan bahan baku lokal.

Hal ini penting agar keuntungan program ini tidak beralih ke pihak-pihak di luar NTT, dan justru memberikan manfaat langsung bagi peningkatan ekonomi masyarakat miskin di provinsi tersebut.

spot_img
TERKINI
BACA JUGA