Ende, Ekorantt.com – Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Melkiades Laka Lena, menegaskan bahwa pembangunan proyek geotermal di Pulau Flores sebaiknya dihentikan jika keberadaannya menyebabkan ketidaknyamanan atau ketidakamanan bagi masyarakat sekitar.
Pernyataan tersebut disampaikan Melki kepada media saat berkunjung ke Istana Keuskupan Agung Ende di Ndona, Jumat, 4 April 2025.
“Semua yang akan dibangun harus dibicarakan terlebih dahulu dan jika dirasa tidak aman, sebaiknya ditunda. Pembangunan geotermal harus memastikan bahwa masyarakat di wilayah sekitar merasa aman. Jika tidak aman, maka sebaiknya tidak ada geotermal di wilayah ini,” ujar Melki dengan tegas, seperti yang dilansir dari Florespos.net.
Melki melakukan pertemuan tertutup dengan Uskup Keuskupan Agung Ende, Mgr. Paulus Budi Kleden, berlangsung sekitar satu jam.
Dia bilang pertemuan itu membahas tentang pembangunan di NTT, khususnya di wilayah Keuskupan Agung Ende.
Saat ini, kata Melki, ada program pembangunan energi baru dan terbarukan yang masuk di Provinsi NTT. Salah satunya adalah pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi.
Terkait dengan hal itu, ia bilang sudah mendengarkan aspirasi dari umat yang disuarakan melalui Gereja Katolik.
“Kami senang Bapak Uskup sudah terima kami dan diskusi banyak hal terkait pembangunan di NTT. Terkait pembangunan geotermal yang didiskusikan hari ini, kami menyadari banyak kekurangan karena sejak awal dimulai dengan desain yang kurang baik,” tuturnya.
Terkait sikap Gereja Katolik, pihaknya akan memanggil seluruh pihak terkait pembangunan geotermal guna berdiskusi dan segera menyesuaikan aspirasi dari tokoh umat.
Melki berpendapat proyek geotermal yang sudah berjalan agar segera dibenahi dan diperbaiki. Sementara yang akan dibangun dihentikan dulu.
Dalam waktu dekat, pimpinan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) akan datang menemui Uskup Keuskupan Agung Ende guna melihat potensi energi baru dan terbarukan lainnya di Pulau Flores.
Sikap Tegas Keuskupan Ende
Sementara Uskup Keuskupan Agung Ende, Mgr. Paulus Budi Kleden memiliki sikap tegas terkait pembangunan geotermal.
“Saya sudah sampaikan aspirasi dan sikap tegas dari gereja Keuskupan Agung Ende dalam kesempatan diskusi tadi bahwa gereja tegas dengan sikapnya terhadap pembangunan geotermal di wilayah ini,” tegasnya.
Mgr. Budi mengatakan sikap tegas menolak pembangunan geotermal di Pulau Flores dan Lembata sudah disampaikan para uskup di wilayah Gerejawi Ende pada pertemuan beberapa waktu lalu.
“Para uskup di wilayah Gerejawi Ende yaitu Uskup Larantuka, Maumere, Ende, Ruteng, Labuan Bajo dan Denpasar sudah menyatakan sikap tegasnya terkait pembangunan geotermal di wilayah ini,” sebutnya.
Baru-baru ini juga, utusan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dan PT PLN, serta perusahaan proyek geotermal berkunjung ke Istana Keuskupan agung Ende, Kabupaten Ende, pada Sabtu, 15 Maret 2025.
Kehadiran mereka di Istana Keuskupan Ende dalam rangka beraudiensi dengan Mgr. Budi terkait proyek geotermal di wilayah Flores.
Vikaris Jenderal Keuskupan Agung Ende, RD. Frederikus Dhedhu dalam rilisnya menegaskan, penolakan terhadap proyek pembangunan geotermal lahir dari keprihatinan akan konteks Keuskupan Ende.
Wilayah Keuskupan Agung Ende, katanya, terdiri dari gunung dan bukit, serta menyisakan lahan yang terbatas untuk pemukiman dan pertanian warga.
Dari aspek mata pencaharian, menurut Pastor Frederikus, hampir 80 persen umat Keuskupan Agung Ende adalah petani.
“Usaha pertanian di wilayah Keuskupan Agung Ende, sangat tergantung pada curah hujan sebab sumber air (permukaan) tanah tidaklah banyak,” katanya.
Karena itu, Frederikus menegaskan, pemanfaatan sumber daya air yang tidak tepat dapat berujung pada kerusakan dan kelangkaan air serta berpotensi besar menimbulkan masalah sosial di tengah umat.
Lalu dari aspek budaya, pertanian membentuk kebudayaan dan tradisi umat di wilayah Keuskupan Agung Ende yang terungkap antara lain melalui struktur sosial dan ritus-ritus tradisional.
Dikatakan, keuskupan Agung Ende memiliki mekanisme tersendiri dalam mengambil keputusan di Keuskupan Ende.
“Oleh karena itu, Bapa Uskup bersama Kuria Keuskupan Agung Ende dan komisi-komisi terkait akan membicarakan hal-hal yang disampaikan dalam audiensi tersebut melalui rapat tersendiri,” kata Frederikus.
Para Uskup Gerejawi Ende Tolak Proyek Geotermal
Tak hanya itu, para Uskup Provinsi Gerejawi Ende mengeluarkan surat gembala Pra-Paskah 2025. Salah satu seruannya adalah menolak eksploitasi sumber daya yang merusak ekosistem, termasuk energi geotermal di Flores dan Lembata.
Hal itu diputuskan melalui sidang tahunan yang berlangsung di Seminari Tinggi Santu Petrus Ritapiret, Maumere, pada 10-13 Maret 2025.
Para uskup mengingatkan, pembangunan yang berkelanjutan sangat penting, namun eksploitasi sumber daya alam, khususnya energi geotermal di Flores dan Lembata, menimbulkan banyak pertanyaan.
“Apakah kita sedang membangun masa depan yang lebih baik atau justru merusaknya?” demikian bunyi surat itu.
Pulau-pulau kecil dengan ekosistem yang rapuh ini, menurut para uskup, berisiko besar jika eksploitasi energi tidak dilakukan dengan bijak.
Dampak dari eksploitasi yang tidak terkontrol dapat merusak lingkungan, mengancam ketahanan pangan, mengguncang keseimbangan sosial, serta mengancam keberlanjutan kebudayaan lokal.
Surat itu juga menyatakan, “Kami telah menyaksikan sejumlah persoalan yang muncul dari rencana eksplorasi dan eksploitasi energi geotermal.”
Para uskup menilai energi geotermal bukan pilihan yang tepat untuk konteks wilayah Flores dan Lembata, mengingat topografi daerah yang dipenuhi gunung dan bukit serta terbatasnya sumber mata air permukaan.
Selain itu, pilihan untuk mengeksploitasi energi geotermal dianggap bertentangan dengan tujuan pembangunan wilayah yang seharusnya mengutamakan sektor pariwisata, pertanian, perkebunan, peternakan unggulan, serta kelautan.
Mengikuti ajaran Paus Fransiskus dalam ensiklik Laudato Si’, para uskup mengingatkan bahwa Gereja memiliki panggilan untuk menjaga ciptaan.
Paus Fransiskus menegaskan krisis sosial dan lingkungan saling terkait, dan oleh karena itu, pemeliharaan lingkungan harus menjadi perhatian utama umat manusia.
Para uskup juga mendorong penggunaan energi ramah lingkungan, seperti energi surya, yang lebih bertanggung jawab dan berfokus pada keberlanjutan.
Gagasan ini sejalan dengan Surat Pastoral Konferensi Federasi Para Uskup Se-Asia kepada Gereja-Gereja Lokal di Asia tentang “Pemeliharaan Ciptaan: Panggilan untuk Pertobatan Ekologis” yang dikeluarkan pada 15 Maret 2025.
Masa Pra-Paskah, menurut para uskup, merupakan kesempatan yang tepat untuk membangun komitmen baru dalam merawat kehidupan, menjaga keadilan sosial, dan memelihara ciptaan.
“Harapan Kristiani memanggil kita untuk terlibat aktif dalam pemulihan ciptaan dan penyembuhan luka-luka dunia kita,” ujar para uskup, dalam surat gembala tersebut.