Ende, Ekorantt.com – Akses jalan kabupaten yang menghubungkan beberapa desa di wilayah pantai selatan Kabupaten Ende terancam putus. Kondisi ini terjadi di area Pantai Mbu’u menuju Desa Wolotopo, Kecamatan Ndona, Kabupaten Ende.
Amatan Ekora NTT pada Sabtu (12/10/2019), sebagian badan jalan sepanjang 50 meter tergerus air laut. Tembok penahan ambruk disapu ombak.
Di titik yang lain, tembok penahan sudah retak dan sangat rentan roboh kalau musim hujan tiba.
Beberapa batu berukuran kecil disusun di pinggir jalan sebagai rambu-rambu agar kendaraan yang melintas di area ini lebih hati-hati.
Kondisi ini akan menyebabkan akses jalan menuju beberapa desa di wilayah pantai selatan Kabupaten Ende akan putus jika tidak segera diperbaiki. Demikian pengakuan beberapa warga Wolotopo yang ditemui Ekora NTT.
“Ini sudah lama terjadi pak. Kita pernah lihat ada yang datang pantau namun hingga kini belum diperbaiki,” ungkap salah satu warga Desa Wolotopo yang namanya tidak mau dikorankan.
“Lebih baik cepat diperbaik pak. Kalau tidak kami tidak bisa ke Ende karena jalan sudah putus,” tambahnya.
Anggota DPRD Ende, Martinus Tata (Foto Poskupang.com)
Anggota DPRD Kabupaten Ende, Martinus Tata yang dikonfirmasi di kediamannya membenarkan kondisi ancaman abrasi jalan tersebut.
Martinus mengatakan, pihaknya sudah menyampaikan kepada Dinas PU Kabupaten Ende untuk segera menangani masalah abarasi yang melanda ruas jalan pantai selatan Ende-Wolotopo.
“Saya sudah lihat dan memang mesti segera diperbaiki. Jika tidak maka jalan itu akan putus di musim penghujan ini,” ujar politisi Partai Golkar ini.
Kadis PU Kabupaten Ende, Frans Lewang
Saat dikonfirmasi, Kadis PU Kabupaten Ende, Frans Lewang menegaskan, pemerintah telah mengalokasi dana untuk penanganan tembok penahan abrasi dan Rencananya akan segera dikerjakan pada tahun 2019.
“Kita sudah siapkan anggaran 200 juta rupiah khusus untuk pengerjaan tembok penahan badan jalan di Pantai Mbu’u,” kata Kadis Lewang.
Sejauh ini, lanjut Kadis Lewang, paket kegiatan ini sedang dalam proses pelelangan.
Langit tampak masih pekat saat saya dibangunkan oleh kokokan ‘alarm’ telepon genggam.
Hampir tak pernah
terdengar suara ayam yang ‘meraung-raung’ membangunkan warga seperti lazimnya di
desa-desa.
Di kota seanggun
dan semegah Jakarta, tak terdengar suara ayam berkokok membangunkan warga kota.
Kamu hanya akan
menjumpai ayam terpajang telanjang tanpa balutan bulu di warung-warung makan, bahkan
restoran-restoran.
Atau bahkan
ayam-ayam yang parkir di kampus.
Yang terdengar
hanyalah desingan kendaraan hilir mudik mengisap dan memuntahkan penumpang tak
kenal lelah.
Tak kenal waktu istirahat.
Waktu benar-benar
menjadi ‘barang mewah’ yang begitu sayang untuk dibuang.
Menjadi
beralasanlah jika ada pepatah yang mengatakan, “waktu adalah uang.”
Membuang waktu
berarti membuang uang.
Telunjuk jam memeluk
angka 05.30 WIB dengan begitu mesra di dinding kamar.
Saya harus segera
bangun.
Menyiapkan diri
sesegera mungkin sehingga tak terjebak dalam kepadatan penumpang commuterline rute Jurangmangu Tanah
Abang.
Hari itu, 26
September 2019,
saya akan melakukan interview di Media Bisnis Indonesia yang terletak di
Jl. KH. Mansyur, Karet Tengsin, Jakarta Pusat.
Di pucuk percakapan yang sengit itu, sang narasumber merekomendasikan kepada saya untuk mengunjungi makam Pramoedya, yang letaknya tak jauh dari Wisma Bisnis Indonesia.
Makam Pramoedya Ananta Toer di Blok AA1 No. 63 TPU Karet Bivak Jakarta. Foto: Jetho Lawet.
Sebagai salah satu
pecandu tulisan Pram, saya tentu sangat senang.
Saya tak membuang
kesempatan emas tersebut.
Sebab, sudah sangat lama saya
merindu sosok Pram yang menggelitik hati dengan tulisan-tulisannya meski yang
dilihat hanya makamnya dan
meski ia mungkin sudah kembali menjadi tanah.
Sekitar 2013
silam, Kak Hengky Ola Sura memberikan hadiah sebuah novel yang berjudul “Bumi
Manusia” dengan nama penulisnya Pramoedya Ananta Toer.
Ia lantas
menganjurkan kepada saya untuk melahap roman tersebut.
Ia berpesan,“roman ini sangat memukau.”
Pesan tak segera
kutanggapi.
Saya kemudian membiarkannya
terbaring beberapa bulan di rak buku kamar.
Lambat laun, pesan itu kembali
terngiang dan saya dirasuki oleh rasa ingin tahu yang menggebu-gebu.
Apa gerangan yang
diceritakan Penulis?
Rasa penasaran itu
mendorong saya untuk membuka dan melahap lembar demi lembar roman yang penuh
dengan kejutan.
Melalui roman Bumi Manusia, Pram berhasil membuat saya,
dan mungkin pembaca lain, ‘jatuh cinta’ padanya.
Tak ayal, saya
kemudian semakin rajin untuk berburu Anak
Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah
Kaca serta karya-karyanya yang lainnya.
Pramoedya
dilahirkan di Blora pada 6 Februari
1925 sebagai anak sulung dalam keluarganya.
Ayahnya adalah
seorang guru dan ibunya seorang penjual nasi.
Nama aslinya
Pramoedya Ananta Mastoer sebagaimana tertera dalam cerita pendek
semi-otobiografinya yang berjudul Cerita
Dari Blora.
Terkesan terlalu
aristokratik pada nama keluarga ayahnya Mastoer, ia kemudian memutuskan untuk
memenggal awalan Jawa ‘Mas’ sehingga menjadi ‘Toer’.
Pram mengenyam
pendidikan pada Sekolah Kejuruan Radio di Surabaya dan kemudian bekerja sebagai
juru ketik untuk salah satu surat kabar Jepang di Jakarta.
Selain pernah ditahan selama 3 tahun pada masa kolonial dan 1 tahun pada
masa Orde Lama, selama masa Orde Baru, Pramoedya merasakan 14 tahun ditahan sebagai tahanan politik
tanpa proses pengadilan di Pulau Nusakambangan (Agustus 1969 – 12 November 1979),
dan Pulau Buru (November – 21 Desember 1979 di Magelang).
Ia dilarang menulis selama masa penahanannya di Pulau Buru, namun masih
dapat menyusun serial karya terkenalnya yang berjudul Bumi Manusia, 4 seri
novel semi-fiksi sejarah Indonesia yang menceritakan perkembangan nasionalisme
Indonesia dan sebagian berasal dari pengalamannya sendiri saat tumbuh dewasa.
Ia kemudian dibebaskan dari tahanan pada 21 Desember 1979 dan mendapatkan
surat pembebasan tidak bersalah secara hukum dan tidak terlibat Gerakan 30
September.
Namun demikian, ia masih berstatus sebagai tahanan rumah. Ia menghembuskan
nafas terakhir pada 30 April 2006 silam.
Berbagai
penghargaan diraup Pram dalam dunia kesusastraan.
Ia memperoleh Ramon Magsaysay Award untuk Jurnalisme, Sastra, dan
Seni Komunikasi Kreatif 1995.
Ia juga telah dipertimbangkan untuk Hadiah Nobel Sastra.
Ia juga memenangkan Hadiah Budaya Asia Fukuoka XI 2000 dan pada 2004 Norwegian
Authors’ Union Award untuk sumbangannya pada sastra dunia.
Ia menyelesaikan perjalanan ke Amerika Utara pada 1999 dan memperoleh penghargaan dari Universitas Michigan.
Pramoedya Ananta Toer
Meski mendapatkan
sederet penghargaan, tak banyak yang mengenal siapa itu Pram.
Bahkan satpam yang
bertugas di pintu gerbang pemakaman pun tak mengenal Pram.
Bisa jadi, ia bukan salah seorang
pembaca yang baik.
Hal ini benar saya
alami ketika menginjakkan kaki di halaman depan TPU Karet Bivak tempat Pram dimakamkan.
Pemakaman yang
terletak di jantung kota Jakarta tersebut memiliki luas mencapai 16,2 hektare.
“Permisi, Mbak?”
sapaku kepada salah seorang satpam.
“Ia Mas. Ada yang
bisa dibantu?” sahut satpam.
“Di sini ada
makamnya Pramoedya Ananta Toer yah?”
Tampaknya, ia kebingungan dengan
pertanyaan yang kutodongkan kepadanya.
Dahinya berkerut, seperti sedang berusaha
keras mencari tahu siapa itu orang yang kucari.
Tak tega
membiarkannya terus kebingungan, saya mencoba untuk menjelaskan secara singkat,
padat, dan jelas sosok Pram.
Penjelasan yang
tidak menghapus kebingungannya.
Ia akhirnya
menyerah dan menganjurkan kepada saya untuk menanyakan kepada pihak informasi.
Berdasarkan keterangan pihak informasi, akhirnya, saya memperoleh gambaran lokasi makam Pram yang terletak di Blok AA1 No. 63.
Letaknya persis di
samping pagar yang bersebelahan dengan jalan raya.
Jika dilihat
secara sepintas, makam Pram tak semegah dan seindah kata-kata yang
dituangkannya dalam sederet novel.
Bukan karena
ketidakmampuan membangun tempat perisitirahatan abadi bagi Pram, tetapi
kebijakan pihak pengelola kuburan yang menggariskan agar semua bentuk kuburan
diseragamkan.
Bentuk makamnya
persegi panjang dengan bagian tengah ditimbuni segunduk tanah.
Ditanami rumput
pancasila.
Di atasnya, terdapat sebuah vas
bunga kumal dengan tiga tangkai bunga mawar yang telah kering.
Entah sudah berapa
lama parkir di pusara Pram.
Tidak sedikit pula
rumput liar yang lolos disiangi oleh para penjaga kuburan karena keluarganya
tak rutin membayar biaya pembersihan.
Bersih tidaknya
kuburan tergantung pada kelancaran pembayaran.
“Setiap hari kami
bertugas untuk membersihkan makam,” demikian kata Margono, salah satu petugas
kebersihan TPU Karet Bivak.
Batu nisan yang
tertanam di atas makam tak begitu mewah.
Bagian teratas
nisan ada tulisan dalam bahasa Arab.
Di bawahnya, tertera dua nama
penghuni makam tersebut: Pramoedya
Ananta Toer dan Hj. Maemunah Thamrin binti H. Abdillah Thamrin.
Nama yang kedua
merupakan sang istri.
Bagian depan
makam, terdapat ‘teras kecil’ yang disediakan bagi setiap pengunjung yang ingin
nyekar atau sekadar sowan.
Bagian belakang
makam terdapat pula batu nisan lain berwarna hitam dengan tulisan tinta
keemasan “Sastrawan Indonesia”.
Ini semacam ‘tanda
pengenal’ bagi setiap pengunjung.
Sama halnya seperti
tiang besi berbendera merah putih pada setiap makam para pahlawan.
Ujung bawah bagian kiri terpampang kata-kata terakhir Pram: “Pemuda Harus Melahirkan Pemimpin.”
TPU Karet Bivak di Jakarta. Foto: Jetho Lawet.
Pram memang telah
tiada.
Namun, tulisan-tulisannya tetap
hidup.
Karya-karyanya
terus memberikan nafas bagi perjuangan kaum muda untuk menjadi pemimpin bangsa
di masa depan.
Dalam perspektif
Pram, pemuda adalah penggerak revolusi Indonesia.
Tanpa peran dan kerja
pemuda, revolusi Indonesia hanyalah menjadi slogan kosong tanpa makna.
Hal
itu dialaminya sendiri ketika menjadi seorang pemuda yang mati-matian berjuang
demi revolusi Indonesia.
Kita dapat mencium
aroma itu dengan membaca beberapa karyanya yang berjudul Arus Balik, Mangir, Tertalogi Pulau Buru, dan Sekali Peristiwa Di Banten Selatan.
Pembacaan terhadap
karya-karya tersebut memberikan gambaran yang cukup gamblang tentang eksistensi
pemuda yang berjuang dari suatu masa ke masa yang lain.
Pemuda tidak serta
merta didefinisikan sebagai orang dengan batas usia tertentu.
Pemuda adalah
suatu kekuatan yang terlahir di tengah kondisi sosio-politis yang melukai keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pemuda menjadi
kekuatan yang berdiri di depan demi memperjuangkan kehidupan bersama yang adil
dan demokratis.
Jangan heran jika wacana
R-KUHP dan UU KPK yang digagas
oleh DPR RI dengan maksud untuk disahkan harus berhadapan dengan kaum muda.
Sejumlah mahasiswa
bahkan anak-anak SMA tak segan-segan turun ke jalan, berdiri di garda terdepan
untuk memperjuangkan keadilan atas nama rakyat.
]Bahwa
aksi yang pecah pada September 2019 lalu ditunggangi oleh kepentingan politik segelintir
orang yang tak bertanggungjawab itu persoalan lain.
Meski banyak orang
memvonis aksi tersebut sebagai sebuah aksi tanpa nalar, tetapi
suatu hal yang patut dicatat adalah bahwa kekuatan yang terlahir dari pemuda
itu setidaknya menjadi ‘alarm’ bagi para pengambil kebijakan untuk memperhitungkan
kepentingan rakyat.
Tentu kita juga
masih ingat betapa perjuangan para mahasiswa yang adalah kaum muda menumbangkan
rezim Orde Baru pada 1998 silam.
Peristiwa itu
menjadi sebuah sejarah bangsa Indonesia yang tak terlupakan.
Melalui catatan
sejarah itu,
kita disadarkan,
ada satu kekuatan yang bisa mematahkan kebijakan yang hendak menodai hak rakyat.
Bajawa,Ekorantt.com – Ruas jalan dari desa Nginamanu sampai desa Wolokuku, kecamatan Wolomeze, Kabupaten Ngada berada dalam kondisi rusak parah
Selain berlubang, jalan tersebut bergelombang-gelombong. Kondisi tersebut dapat menyebabkan kecelakaan bagi siapa saja yang melewatinya, jika tidak berhati-hati.
Sejumlah kendaraan roda empat harus mengurangi kecepatan jika melewati ruas jalan tersebut, sedangkan kendaraan roda dua harus lebih waspada untuk menjaga keseimbangan.
Salah satu pengendara sepeda motor, Sever Bhula yang kerap melewati ruas jalan tersebut mengaku, ruas jalan dari desa Nginamanu ke Wolokuku sudah sampai dalam kondisi yang sangat memprihatinkan dan harus segera diperbaiki.
“Jalan ini sudah seharusnya diperbaiki kembali. Apalagi ini salah satu akses menuju taman 17 Pulau Riung,” jelas Sever.
Dikatakannya, Pemerintah Kabupaten Ngada telah menetapkan pariwisata sebagai prime icon pembangunan, sehingga faktor pendukung seperti akses jalan sangat dibutuhkan.
“Kita punya banyak potensi wisata alam yang indah, sehingga akses jalan menuju destinasi wisata sangat dibutuhkan,” ungkapnya.
Sementara itu, Emanuel salah satu sopir mengaku prihatin melihat ruas jalan tersebut.
Menurutnya, jalur tersebut sudah lama dibiarkan dalam kondisi rusak parah.
Eman, berharap agar pemerintah Kabupaten Ngada bisa memperhatikan ruas jalan tersebut, sehingga mobilitas masyarakat menuju 17 Pulau Riung dan sebaliknya tidak terganggu.
Diwawancarai terpisah, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Ngada, Silvester Tewe di ruang kerjanya, Kamis, (10/10/2019) mengatakan, ruas jalan Nginamanu-Wolokuku merupakan jalan provinsi.
Pihaknya hanya menangani ruas jalan yang merupakan kewenangan daerah.
“Benar, ruas jalan itu dalam kondisi rusak. Status ruas jalan tersebut adalah jalan provinsi yang dimulai dari kecamatan Wolomeze-Nginamanu sampai Riung. Sementara kita hanya menangani jalan yang merupakan kewenangan kabupaten. Tetapi sejauh ini kita sedang melakukan komunikasi dengan dinas pekerjaan umum provinsi untuk segera diperbaiki”, tutup Silvester.
Ende, Ekorantt.com – Nasib miris dialami oleh 21 Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) di Kabupaten Ende. Mereka hanya mendapatkan dana operasional sebesar Rp41.600 setiap bulannya.
Total dana
operasional yang mereka dapatkan setahun sebesar Rp500.000. Dana sebesar ini
dirasa tidak sebanding dengan beban kerja dan tanggung jawab yang mereka emban.
Dengan cakupan wilayah
yang begitu luas, satu orang di satu kecamatan, mereka bertugas untuk membantu penyelenggaraan kesejahteraan sosial sesuai lingkup
wilayah penugasan. Diantaranya; mengelola Potensi Sumber Daya dan Kesejahteraan
Sosial (PSKS) seperti Pekerja Sosial Masyarakat (PSM), Karang Taruna, satuan bakti
pekerja sosial, organisasi sosial dan Wahana Kesejahteraan
Sosial Berbasis Masyarakat (WKSBM).
Hal ini diatur dengan
Peraturan Menteri Sosial tentang Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan Nomor 28
tahun 2018.
Sebagai
perpanjangan tangan Kementerian Sosial melalui dinas sosial kabupaten, TKSK memberikan
pendampingan sosial, bimbingan
sosial, kemitraan dan rujukan di level kecamatan.
Menurut Koordinator TKSK Kabupaten Ende,
Arsad Ismail DJ, beban kerja seperti ini sangat besar tapi sialnya harus dibayar
dengan upaya yang kecil.
Mereka sedikit terbantu dengan dukungan dana dari Kementerian Sosial sebesar Rp500.000 setiap bulannya.
“500 ribu rupiah itu yang dari pusat namanya tali asih sedangkan di daerah dianggarkan pertahun 500 ribu rupiah setiap tahun,” kata Ismail kepada wartawan di Ende, Jum’at, ( 11/10/2019).
“Sangat kecil. Jadi kami sangat kesulitan. Kami dikasih biaya jika ada pendampingan program, tapi itu tidak semua TKSK,” tambahnya.
Ismail menuturkan, pihaknya berulang kali berkeluh kepada Dinas Sosial Kabupaten Ende. Bahkan, mereka juga sempat beraudiens dengan Bupati Djafar Achmad yang kala itu menjabat sebagai Wakil Bupati Ende.
Dalam audiens itu, mereka keluhkan honor TKSK yang sangat rendah. Tapi hingga sekarang tak ada tanda-tanda apapun. Tak ada kenaikan upah sama sekali.
Ia bilang, sejak 2009 hingga 2019 pemerintah Kabupaten Ende belum memberikan dukungan maksimal terhadap kerja kerja TKSK di lapangan.
Karena itu, Ismail meminta Pemerintah Kabupaten Ende untuk menaikkan biaya operasional para TKSK demi meningkatkan peran TKSK dalam penyelenggaraan program kesejahteraan sosial.
Dimintai tanggapan, Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Ende, Yulius Cesar Nonga mengaku prihatin dan kaget jika para TKSK digaji 41 ribu rupiah.
“Kasian itu. Tidak sebanding dengan kerja mereka,” tutur politisi PKB ini di Gedung DPRD Ende , Jum’at ( 11/10/2019).
Cesar Nonga pun meminta pemerintah untuk tanggap terhadap keluhan yang disampaikan TKSK di Kabupaten Ende.
Menurutnya, pada prinsipnya DPRD Ende akan mendiskusikannya dan berharap komitmen Pemkab Ende untuk bernisiatif mengajukan anggaran upah TKSK. “Kita tunggu sikap pemerintah. Jika diajukan kita akan bahas,” ungkap Cesar Nonga.
Cesar Nonga berharap, TKSK bisa diberi
insentif sesuai dengan beban kerja dan standar upah minimum regional.
Kefamenanu, Ekorantt.com – Rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Timor Tengah Utara (DPRD TTU) dalam rangka pengucapan sumpah dan janji pimpinan DPRD masa jabatan tahun 2019-2024 berlangsung di Kantor DPRD TTU, Kamis (10/10/2019).
Hadir pada kesempatan tersebut Bupati TTU, Ketua Pengadilan Negeri Kelas II Kefamenanu, Kejari TTU, Kapolres TTU, Mantan Bupati TTU, Kepala Kementerian Agama TTU, Pimpinan OPD, masyarakat dan Anggota DPRD TTU.
Pada rapat paripurna tersebut dilantik pimpinan definitif DPRD, yang terdiri dari Ketua dan dua orang Wakil Ketua DPRD TTU.
Dilantik sebagai Ketua DPRD TTU, Hendrikus Fredirikus Bana, dan Wakil Ketua DPRD masing-masing Drs. Amandus Nahas dan Yasintus Lape Naif.
Dalam sambutannya, ketua definitif DPRD TTU Hendrikus Bana berjanji akan berupaya menyerap aspirasi rakyat dengan proporsional dan transparan.
Ia menjelaskan, DPRD merupakan unsur pemerintahan daerah yang berfungsi menampung aspirasi rakyat, tidak sekedar membuat kebijakan dan pengawasan terhadap pemerintah.
“Sebagai pimpinan yang baru dilantik, tidak gampang bagi saya menjalankan roda organisasi. Saya butuh beradaptasi. Untuk itu, saya mengajak kita semua untuk sama-sama membangun daerah sebagai mitra kerja,” ujarnya.
Ketua DPRD yang baru juga menjelaskan bahwa lembaga DPRD dan Pemerintah Daerah adalah mitra kerja yang kedudukannya sejajar dan sama-sama bekerja untuk kepentingan rakyat.
Menurutnya, hubungan antara DPRD dan Pemerintah adalah hubungan mitra yang tidak saling mendominasi antara satu dengan yang lain.
“Tentunya harus dibangun keharmonisan dan sinergi antara DPRD dan Pemerintah dalam rangka membangun daerah ini. Jika ada hal yang tidak diinginkan terjadi, kita akan terus membangun komunikasi karena tujuan kita sama-sama membangun daerah TTU menjadi baik dari hari ke hari.”
Keharmonisan yang dimaksudkannya yaitu DPRD TTU akan mendukung penuh program pemerintah sesuai aturan yang berlaku dan tidak akan mengabaikan program tersebut selama tidak menyalahi aturan.
“Yang penting program pemerintah pro terhadap rakyat dan sah secara mekanisme dan prosedur,” paparnya.
Bupati TTU Raymundus Sau Fernandez, S.Pt saat ditemui usai sidang paripurna mengatakan, pemda siap bekerja sama dengan hati bersama DPRD TTU guna mengejar ketertinggalan pembangunan.
LDia juga akan bertemu pimpinan DPRD TTU dan anggota DPRD TTU untuk membahas program RPJMD yang sempat tertunda.
“Nanti saya juga akan bertemu pimpinan dan anggota DPRD TTU untuk bicarakan strategi ke depan untuk sisa RPJMD yang belum terealisasi perubahan tahun ini, tahun depan dan tahun 2021,” tuturnya.
Bupati Ray menjelaskan, hal terpenting yang harus diperhatikan dalam menjalankan program pemerintahan adalah kedua lembaga tersebut tetap berpegang pada aturan, proses, dan mekanisme yang berlaku.
Ketua DPW NasDem NTT itu menepis tudingan jika selama ini DPRD TTU dan Pemerintah TTU tidak harmonis dalam menjalankan amanat rakyat.
Menurut dia, selama ini tidak ada kendala hubungan kemitraan antara pemda dan DPRD TTU.
Dirinya lebih fokus pada program pemerintah yang belum tuntas, khususnya RPJMD karena menurutnya, dia tidak punya kepentingan apapun, terlebih yang berkaitan dengan isu politik politik tahun 2020 mendatang.
Sebelumnya pimpinan sementara DPRD TTU dijabat oleh Polce Naibesi dan wakil ketua sementara dijabat oleh Drs. Amandus Nahas hingga pelantikan pimpinan definitif DPRD TTU digelar.
Ende, Ekorantt.com – Kepala Bulog Sub Divre Ende, Stefanus Kurniawan menjelaskan, suplay beras Mautenda dan Ekoleta belum mampu menyokong suplay beras untuk kebutuhan masyarakat Kabupaten Ende. Masih kecil angka produksi beras, kata Stefanus, menyebabkan pihaknya masih mendatangkan beras dari luar daerah.
“Kita
bisa terima 10 hingga 20 Ton, untuk membantu pemasaran, kami akan beli tunai
hanya persoalan produksinya masih sedikit sehingga belum mampu diserap Bulog,” ujar
Stefanus kepada Ekora NTT di ruang kerjanya,
Jum’at, (11/10/2019).
Padahal
, lanjutnya, sebelumnya Bulog telah
membangun kerja sama dengan petani setempat. Hal ini dipandang baik karena
memberikan kontribusi positif bagi peningkatan kualitas hidup petani lokal.
Bulog Ende
sebagai penyuplai beras untuk warga Kabupaten Ende siap menerima beras lokal
hasil produksi para petani di Kabupaten Ende baik dari Mautenda, Kecamatan
Wewaria maupun dari Ekoleta, Kecamatan Detusoko.
Kabulog Ende, Stefanus Kurniawan
Dijelaskan Stefanus, pihaknya meminta pengelola kelompok tani yang memproduksi beras Mautenda dan Ekoleta untuk menjaga kualitas dan juga peningkatan produksi.
“Kita minta mereka jaga kualitas.
Sejauh ini beras premium harganya bisa dikendalikan, setidaknya bisa mereka
siapkan 2 ton supaya kita bisa beli,” kata Stefanus.
“Sebetulnya mereka tidak
kesulitan menjual, hanya belum ada kelebihan produksi. Kalau kelebihan produksi
kita akan ambil semuanya. Mau 10 ton atau 20 ton Bulog siap,” tambah Stefanus.
Wakil Ketua DPRD Ende Erikos
Emanuel Rede saat dihubungi Ekora NTT mengakui, produksi beras Mautenda dan Ekoleta
masih minim.
Hal ini, menurut Erik, disebabkan
irigasi Mautenda masih dalam pembenahan oleh pemerintah pusat dan pemerintah
provinsi.
Menurutnya, sejauh ini produksi
beras Mautenda dan Ekoleta masih untuk memenuhi kebutuhan beras warga sekitar.
“Memang produksinya masih rendah.
Kita berharap pemerintah segera menuntaskan pembangunan irigasi Mautenda termasuk
penyediaan alat-alat pertanian yang mendukung peningkatan produksi,” kata Erik
Rede.
Untuk
diketahui, Bupati Ende Almarhum Marsel Petu telah meluncurkan produk beras asal
Mautenda dan Ekoleta di Desa Anaranda, Kecamatan Wewaria, Kabupaten Ende, Senin
(20/5/2019).
Produk
beras Mautenda dan Ekoleta ini dikemas dengan ukuran masing-masing 5 kilogram, 10
kilogram dan 25 kilogram.
Tujuan
peluncuran jenama beras lokal ini tidak terlepas dari komitmen pemerintah untuk
mengangkat produk petani lokal sehingga bisa bersaing di pasaran.
Selain itu, peluncuran
jenama beras Mautenda dan beras Ekoleta ini bertujuan untuk menjaga kualitas
dan mendorong peningkatan produksi bagi para petani lokal di kabupaten Ende.
Hingga
kini berbagai upaya terus didorong untuk peningkatan produksi. Namun
kehadirannya belum mampu menembus pasar karena produksinya masih rendah.
Kefamenanu, Ekorantt.com – Wakil Bupati Timor Tengah Utara (TTU) Aloysius Kobes memilih tidak ikut dalam bursa calon bupati maupun wakil bupati di Pilkada Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) pada tahun 2020 mendatang.
Sebelumnya, sebanyak empat orang telah mendaftarkan diri sebagai Bakal Calon Bupati TTU dan satu orang bakal calon Wakil Bupati TTU Periode 2021-2026.
Tiga orang mendaftarkan diri lewat Partai NasDem yaitu, Prof. Dr. Yohanes Usfunan, Dolvianus Kolo, dan Joao Meco, sedangkan Frengky Saunoah mendaftarkan diri di Partai PDI Perjuangan dan Partai Gerindra serta Kristoforus Haki mendaftarkan diri sebagai bakal calon Wakil Bupati lewat Partai Gerindra.
Saat ditemui Wartawan Ekorantt.com di ruang kerjanya, Kamis (10/10/2019), Wakil Bupati TTU Alo Kobes menuturkan, dirinya tidak ikut dalam bursa pencalonan kepala daerah di Pilkada TTU pada tahun 2020 mendatang karena banyak pertimbangan.
Menurutnya, semua tahap penyelenggaraan Pilkada tersebut membutuhkan biaya yang besar.
“Masalah anggaran saya tidak punya karena membutuhkan dana yang besar. Bukan hanya puluhan juta tetapi hitungan ratusan juta bahkan miliar dalam kontes politik tahun 2020 mendatang,” ujarnya.
Dia juga mengatakan, tidak ada partai politik yang ia punya dan mengingat di umur yang sudah semakin tua, dirinya lebih ingin fokus menata keluarga dan memperhatikan anak-cucu.
Dia juga ingin fokus pada kegiatan sosial dan membuka yayasan untuk melayani masyarakat khususnya setelah masa jabatan Wakil Bupati yang ia emban pada tahun 2020 mendatang.
“Kita mesti ukur diri di usia tua. Sisa-sisa hidup ini dipakai untuk membangun keluarga dan perhatikan anak cucu,” tuturnya.
Pria berusia 61 tahun itu meminta masyarakat TTU memilih calon bupati maupun wakil bupati yang demokratis, mengutamakan aspirasi rakyat dan pembangunan ke depan untuk TTU yang lebih baik dalam semua bidang.
Selain itu figur yang harus masyarakat pilih adalah figur yang jujur dan mudah berkomunikasi dengan kebijakan-kebijakan pemerintah dan disinkronkan dengan aspirasi rakyat.
“Aspirasi berjalan tapi harus tunduk pada aturan-aturan sehingga masyarakat mengetahui hak dan kewajiban dia, agar tidak terkesan masyarakat hanya menuntut haknya saja karena sebenarnya salah satu tugas pemimpin itu adalah membangun keseimbangan antara hak dan kewajiban rakyat. Namun, dalam konteks politik yang benar bisa salah dan yang salah bisa benar. Itu yang tidak saya suka,” ungkapnya.
Masyarakat diminta untuk memilih figur pemimpin tidak hanya karena uang. Walaupun memilih adalah hak masing-masing orang, dia ingin mengimbau agar rakyat jangan mudah ditipu dengan program yang menjadi hak rakyat, yang oleh figur tertentu diklaim sebagai upaya dana jasa darinya semata.
“Saya bukan malaikat tapi saya tidak suka tipu daya. Tidak suka. Karena itu kita harus belajar untuk jujur. Karena rakyat, kita jadi pemimpin. Dalam memimpin, kita ditantang jadi pemimpin yang demokratis”, jelasnya.
Ruteng, Ekorantt.com – Kasus HIV/AIDS di Kabupaten Manggarai dari tahun 2018 sampai dengan Mei 2019 berjumlah 64 kasus. Rinciannya, tahun 2018 berjumlah 40 kasus dan tahun 2019 hingga Mei berjumlah 24 orang.
Demikian disampaikan Staf Bidang P2P Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai, Yovita Venita Lulut, S. Kep, saat diwawancara Ekorantt.com di ruang kerjanya, Jumat (11/10/2019).
Dikatakan Staf Bidang P2P itu, untuk tahun 2018 dan 2019, ibu hamil yang terkena kasus HIV/AIDS di Kabupaten Manggarai berjumlah 5 orang. Dengan rincian tahun 2018 berjumlah 2 orang, sedangkan tahun 2019 berjumlah 3 orang.
“Total yang telah meninggal dari tahun 2018 sampai 2019 berjumlah 4 orang,” ungkap Yovita.
Lanjutnya, dari tahun ke tahun, kasus HIV/AIDS mengalami peningkatan. Faktor risiko yang paling banyak yaitu akibat dari seks bebas.
Peningkatan kasus paling tinggi di Kabupaten Manggarai justru terjadi dalam rumah tangga. Pasalnya, dalam banyak kasus, HIV/AIDS ditularkan dari suami atau istri sendiri yang biasa melakukan seks bebas bukan dengan pasangannya.
“Dari tahun 2017 sampai sekarang, kami berusaha melakukan upaya promotif dan preventif, melakukan penyuluhan ke masyarakat agar menjauhkan diri dari faktor-faktor risiko penularan virus HIV/AIDS,” ujar Yovita.
Ia pun menjelaskan, Dinkes Kabupaten Manggarai telah rutin melakukan penyuluhan. Bahkan 32 desa yang ada di kabupaten ini dikunjungi setiap bulan.
“Rata-rata kasus ini dialami orang yang pulang merantau, sehingga tidak heran kalau ada penularan ke keluarga mereka sendiri,” tutupnya.
Maumere, Ekorantt.com – Sekretaris Daerah Kabupaten Sikka Valens Sili Tupen segera diganti bersamaan dengan pergantian 8 jabatan eselon II, antara lain kepala Dinas PKO, Dinas Kesehatan, Pariwisata, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Pol PP dan Damkar, BKD dan Dinas Kelauatan dan Perikanan Kabupaten Sikka yang masih kosong hingga saat ini.
Bupati Sikka Roby Idong mengatakan, awal bulan November akan segera dibentuk Panitia Seleksi pergantian Sekretaris Daerah, sedangkan delapan calon pejabat eselon II saat ini telah diproses dan akan dikonsultasikan dengan Komisi ASN .
Bupati Roby mengatakan hal itu saat dikonfirmasi Ekorantt.com usai memberikan arahan pada acara penyerahan Bantuan Pangan Non Tunai kepada keluarga penerima manfaat di Sikka Conventon Center, Selasa, 8/10 2019.
Diakuinya, meskipun penggantian dan pengisian jabatan yang lowong masih dalam proses dan tahapan sesuai regulasi, pelaksanaan tata pemerintahan, pembinaan kemasyarakatan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat tetap berjalan alias tidak vakum.
Menjawab pertanyaan Ekorantt.com terkait figur yang akan menggantikan posisi Sekretaris Daerah Kabupaten Sikka, apakah dari kalangan ASN Kabupaten Sikka atau dari luar, Bupati Roby dengan tersenyum mengatakan pihaknya menunggu hasil kerja panitia seleksi dan hasil konsultasi dengan komisi ASN.
Beberapa kalangan masyarakat Kabupaten Sikka yang dimintai usulan konkret menyebut dua nama yang dianggap layak menggantikan posisi Sekda yakni Alfin Parera dan Robertus Rai.
Sedangkan berkaitan dengan delapan pejabat eselon II, mayoritas responden mengusulkan kepala Dinas PKO sebaiknya diisi Marianus Anti atau Kepala SMPN 1 Vitalis P Sukalumba, BKD ditempati oleh Evis Darato. Sedangkan 6 jabatan lain sebaiknya tetap dari PLT saat ini.
“Kalau bupati Roby masih mau dengar masukan dari kami masyarakat, maka itu yang kami usulkan. Pak Wartawan tolong tulis, tapi nama kami jangan di ekspos. Kami orang kecil hanya bisa bersuara di balik perlindungan wartawan,” ujar beberapa orang yang berhasil dimintai pendapat. (ano)
Dalam
catatan sejarah, tiga puluh tahun lalu, tepatnya pada 10-11 Oktober 1989,
Paus Yohanes Paulus II, yang sekarang sudah menjadi orang kudus atau santo, menginjakkan kaki
di Maumere.
Kedatangan
Paus Yohanes Paulus II menjadi sebuah berkat yang mendatangkan kegembiraan bagi
seluruh masyarakat lokal Maumere dan terlebih lagi bagi seluruh anggota
komunitas Seminari Tinggi Santo Petrus Ritapiret kala itu karena Paus Yohanes Paulus II
berkenan menginap semalam di Ritapiret.
Peristiwa
langka tersebut menjadi alasan utama Ritapiret mendapat julukan “Vatikan
Semalam”.
Banyak
pengunjung dari dalam maupun luar negeri mengunjungi Ritapiret untuk mengalami suasana
dan berdoa di Kamar Paus Yohanes Paulus II, yang oleh pimpinan daerah di Kabupaten Sikka dijadikan
sebagai salah satu aset wisata rohani.
Kedatangan
dan semangat hidup Paus Yohanes Paulus II juga menjadi inspirasi pembentukan
kelompok Centro John Paul II, sebuah komunitas minat para calon
pastor Katolik di Ritapiret.
Kehadiran
kelompok minat ini menjadikan Yohanes Paulus II sebagai sosok teladan dalam
banyak aspek kehidupan untuk bekal menjadi imam Tuhan.
Paus
Yohanes Paulus II tentu sudah berbahagia bersama Allah di Kerajaan Surga.
Kepergian
Beliau beberapa tahun silam melahirkan duka di dalam diri umat Katolik dan umat
dari berbagai agama serta aliran kepercayaan lainnya.
Sosok
John Paul II tidak hanya familiar di kalangan umat Katolik, tetapi juga menjadi
sosok yang disegani oleh umat beragama lain karena pendekatan humanis dan
dialog antaragama yang digunakannya dalam membangun kehidupan bersama atas
dasar pluralitas agama.
Beliau
sudah pergi.
Namun, nama dan teladan hidupnya
tetap abadi.
Ada
satu kejadian menarik yang pernah dialami oleh Paus Yohanes Paulus II semasa
hidupnya.
Selama
menjalankan tugas sebagai pengganti Rasul Santo Petrus, Paus Yohanes Paulus II
mengalami tiga kali rencana pembunuhan.
Tiga-tiganya gogal total.
Paus John Paul II menyalami Mehmet Ali Agca di penjara. Foto: satuharapan.com
Pada 12 Mei 1982, Pastor Ultra konservatif garis keras Spanyol, Juan Maria Fernandes Krohn, hendak membayonet Paus, tetapi gagal.
Pada
15 Januari 1995, Ramzi Yousef dan Khalid Sheik Mohammed hendak melakukan
serangan bom bunuh diri dengan menyamar menjadi seorang pastor.
Satu
rencana pembunuhan yang paling dikenang kisahnya terjadi pada 13 Mei 1981
ketika pembunuh asal Turki, Mehmet Ali Agca mencoba membunuh Paus Yohanes
Paulus II.
Mehmet
dibesarkan di dalam lingkungan yang keras.
Mehmet
pernah pergi ke Suriah dan mendapat latihan persenjataan dan taktik teror
selama dua bulan.
Ketika
berusia 21 tahun, Mehmet berhasil membunuh seorang editor surat kabar sayap
kiri, Abdi Ipekci, di Istanbul pada tahun 1979.
Mehmet
ingin membunuh Paus Yohanes Paulus II karena ia berpikir bahwa Paus Yohanes
Paulus II adalah lambang kapitalisme.
Singkat
cerita, rencana pembunuhan yang dilakukan oleh Mehmet dengan menembakkan peluru
ke arah Paus Yohanes Paulus II dibalas oleh kasih dan pengampunan dari Paus
Yohanes Paulus II.
Mehmet adalah representasi dari homo homini lupus (manusia adalah serigala bagi yang lain) bagi Paus Yohanes Paulus II, sedangkan Paus Yohanes Paulus II adalah gambaran jelas dari homo homini Deus (manusia adalah Tuhan bagi yang lain) bagi Mehmet.
Aksi
percobaan
pembunuhan
yang dilakukan oleh Mehmet membenarkan antropologi Hobbes.
Menurut Hobbes, hakikat diri manusia adalah pribadi yang egois, ganas, kejam, dan
barbar yang ingin menghabisi nyawa sesamanya dengan menempuh beraneka cara.
Menurut dia, pribadi yang egois dan barbar jika bertemu dengan sesama pribadi yang
memiliki watak yang sama, maka perang semua melawan semua (bellum omnium contra omnes) pasti terjadi.
Di
sana, dikotomi kuat-lemah dan kalah-menang menjadi sangat relevan.
Prinsip
“perang semua melawan semua” tidak terwujud dalam
relasi personal antara Mehmet dan Paus Yohanes Paulus II.
Alasannya
jelas.
Mehmet,
pribadi yang egois, ganas, dan barbar berjumpa dengan Paus Yohanes Paulus II,
pribadi yang baik, bersahabat, ramah, dan pengampun.
Dikotomi
kuat-lemah dan kalah-menang tidak relevan dalam konteks relasi personal antara
Mehmet dan Paus Yohanes Paulus II.
Yang
berlaku di sana adalah persaudaraan yang mengutamakan kasih dan pengampunan.
Tidak
menunggu Mehmet meminta maaf, Paus Yohanes Paulus II mengambil inisiatif yang
dilandasi oleh cinta kasih yang utuh pergi menjumpai Mehmet di dalam penjara dan
memberikan pengampunan kepadanya.
Tindakan Paus Yohanes Paulus II, yang memaafkan Mehmet, mengingatkan saya akan Sabda Tuhan yang berbunyi “kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu” (Mat. 5:44).
Tiga Pelajaran Penting
Santo Yohanes Paulus II. Foto: id.wikipedia.org
Ada
tiga pelajaran penting.
Pertama, Paus Yohanes Paulus II menggugat umat
beriman yang suka mengklaim diri sebagai pribadi saleh karena konsistensi mengulangi
ajaran agama, ketelitian menjalankan ritual keagamaan, dan ketaatan melaksanakan
perintah.
Dalam
kenyataan, orang saleh menjadi pihak yang merasa paling terpanggil untuk
membela Tuhan.
Mereka
melihat Tuhan dengan segala perintah-Nya berada dalam keadaan bahaya.
Mereka
mengimajinasikan Tuhan sebagai seorang pribadi yang suara jeritan-Nya terus
mengusik telinga mereka agar mereka lekas berbuat aksi-aksi nyata membela Tuhan.
Kalau
Tuhan dalam keadaan bahaya dan menyuarakan jeritan minta tolong, tentu ada
penyebabnya.
Pertanyaan
fundamentalnya adalah
siapa penyebabnya?
Orang
saleh bertindak seperti polisi moral.
Mereka melacak
keberadaan pihak-pihak yang membuat Tuhan menderita, menangkap, dan menghukum
mereka.
Orang-orang
saleh seperti ini mengusung agama yang restoratif karena agama tampil sebagai
sebuah institusi yang mengabsolutkan dosa, seolah-olah keprihatinan utama Tuhan
adalah kesalahan dan dosa manusia.
Dosa
manusia dinilai sebagai penodaan terhadap kekudusan Tuhan.
Karena
mengklaim diri sebagai para pembela Tuhan, maka orang saleh dengan agama yang
berwajah restoratif selalu berada dalam bahaya menjadi polisi moral bagi
sesamanya.
Ajaran
dan semangat hidup Yohanes Paulus II menunjukkan, kesalehan mesti dipahami sebagai
sebuah pengakuan akan keterbatasan manusia di hadapan realitas yang tidak terbatas
(absolut).
Kesalehan mesti
berdampak pada aktualisasi sikap etis terhadap sesama manusia
dalam rangka menjunjung tinggi kesetaraan.
Di
Indonesia, para
pemeluk agama yang saleh ditantang menjadi lebih berbudaya dan respek terhadap
kemanusiaan.
Dalam
alur pemikiran yang sama, tepatlah Gus Dur ketika mengatakan “Tuhan tidak perlu
dibela. Dia sudah maha segalanya. Belalah mereka yang diperlakukan tidak adil.”
Sindiran
Joko Pinurbo untuk para pemeluk agama yang saleh dan teguh berikut menjadi bahan pelajaran
penting.
“Dalam doaku yang khusyuk, Tuhan bertanya padaku, hamba-Nya yang serius ini: ‘Halo, kamu seorang pemeluk agama?’ ‘Sungguh, saya pemeluk teguh, Tuhan.’ ‘Lho, Teguh si tukang bakso itu hidupnya lebih oke dari kamu, gak perlu kamu peluk-peluk. Sungguh kamu seorang pemeluk agama?’ ‘Sungguh, saya pemeluk agama, Tuhan.’ ‘Tapi Aku lihat kamu gak pernah memeluk. Kamu malah menghina, membakar, merusak, menjual agama. Teguh si tukang bakso itu malah sudah pandai memeluk. Sungguh kamu seorang pemeluk?’ ‘Sungguh, saya belum memeluk, Tuhan.’ Tuhan memelukku dan berkata ‘Pergilah dan wartakanlah pelukan-Ku. Agama sedang kedinginan dan kesepian. Dia merindukan pelukanmu.’ Ketika ia tersadar dari doa khusyuknya, dilihatnya Teguh si tukang bakso itu sedang dipeluk malam dan hujan di depan gardu. Ting ting ting … Seperti denting-denting doa yang merdu.
Kedua, Paus Yohanes Paulus II
memproklamasikan kasih dan persaudaraan universal.
Seseorang
tidak boleh hanya mengasihi dan menjadikan saudara sesama yang sepaham, sekeyakinan,
dan seagama, tetapi juga harus mengasihi dan menjadikan saudara sesama yang
tidak sepaham, tidak sekeyakinan, dan tidak seagama.
Prinsip
hidup seperti ini dibangun di atas satu tesis dasar bahwa penyeragaman menjadi
sebuah musuh bersama dalam kehidupan.
Usaha
membuat
seragam segala sesuatu mesti ditolak, ditentang, dan dilawan.
Sebab, penyeragaman total bertentangan dengan hakikat manusia sebagai persona
yang unik.
Keunikan, yang hadir dalam bentuk
pluralitas pikiran, pandangan, dan cara hidup, mesti selalu diakui, dihargai dan
dibiarkan hadir sebagai anugerah dan kekayaan bersama.
Setiap
orang memiliki hak untuk tampil dengan keunikannya serentak memiliki kewajiban
untuk mengakui dan menghargai keunikan sesama di sekitarnya.
Tuntutan
pengakuan dan penghargaan terhadap keunikan setiap pribadi tidak hanya terjadi
dalam lingkup yang luas seperti Negara sebagaimana tampak dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika, tetapi terdapat
juga dalam lingkup yang lebih kecil seperti Gereja.
Tugas
Gereja tersebut memiliki dasar biblis dalam Kej. 11:1-9 tentang Menara Babel.
Teks suci itu bisa ditafsir sebagai komitmen Allah melawan godaan menata komunitas
secara sentralistik, otoriter, represif, dan anti pluralitas (berbicara dengan
hanya menggunakan satu bahasa sehingga Allah menyerakkan orang-orang ke seluruh
bumi agar mereka bisa berjumpa dengan sesama yang berbeda dan unik).
Ketiga, dengan mengasihi dan mengampuni Mehmet,
Paus Yohanes Paulus II mengajak seluruh umat beriman meninggalkan situasi
nyaman dan bergerak masuk ke dalam situasi yang lebih berisiko.
Mengasihi
dan mengampuni sahabat menjadi gambaran situasi nyaman.
Sebaliknya,
mengasihi dan mengampuni musuh merujuk pada situasi yang berisiko.
Berisiko
karena musuh pada hakikatnya orang jahat dan berbuat sesuatu yang mencelakakan.
Secara
positif, musuh menantang dan menggugat seseorang yang mengklaim diri sebagai
pengasih, penyayang, dan pengampun dengan mengajukan pertanyaan fundamental:
apakah kasih dan pengampunanmu berlaku universal ataukah hanya berlaku secara
parsial bagi teman atau sahabatmu saja?
Mengampuni
dan diampuni menjadi hal yang lumrah dalam hidup manusia.
Sesewaktu,
seseorang bisa saja menjadi subjek yang memberikan pengampunan kepada sesama.
Pada
waktu lain, orang yang sama juga bisa menjadi subjek yang menerima pengampunan
dari sesama.
Paus
Yohanes Paulus II mengajarkan, hanya orang yang memiliki pengalaman dimaafkan oleh sesamanya
dan tahu betapa berartinya dimaafkan oleh sesama dapat menjadi aktor yang
memberikan maaf tanpa syarat kepada sesama.
Hanya
orang yang mengakui diri sebagai pribadi yang lemah, rapuh, terbatas, dan selalu
memiliki potensi untuk berbuat salah dapat memberikan maaf kepada sesama yang
juga lemah, rapuh, terbatas, dan memiliki potensi untuk berbuat salah.
Dalam
perspektif teologis, hanya orang yang menyadari diri sebagai pribadi yang
berdosa yang diampuni oleh Allah Maharahim tanpa syarat apapun dapat menjadi
pembagi ampun dan maaf bagi sesamanya.
Tindakan
Paus Yohanes Paulus II, yang memberikan pengampunan tanpa syarat kepada Mehmet, menunjukkan
penghargaan Paus terhadap martabat manusia.
Paus
tentu tahu dan sadar, esensi konsep martabat manusia selalu berimplikasi pada
sebuah conditio sine qua non bahwa setiap individu bernilai
pada dirinya sendiri.
Aspek
kebernilaian seorang individu tidak ditakar sejauh mana ia berkontribusi
terhadap pencapaian kebaikan banyak orang.
Atau dengan formulasi negatif, kebernilaian seorang individu tidak akan pernah hilang oleh tindak kejahatan yang dilakukannya.
Esensi
konsep martabat manusia sama dengan esensi konsep Hak Asasi Manusia, hak yang
melekat dalam diri seseorang karena ia manusia.
HAM
itu bersifat absolut, tanpa syarat.
HAM
dimiliki oleh seseorang hanya karena ia manusia.
Implikasinya
jelas.
Segala jenis kejahatan apapun, mulai dari kelas teri hingga kelas kakap, tidak dapat
membatalkan hak asasi seseorang.
Dalam
kerangka pemahaman tentang martabat manusia dan HAM, dapat dipahami secara
rasional bahwa Paus Yohanes Paulus II menghargai martabat dan hak asasi Mehmet.
Sekalipun
sudah berbuat jahat, Mehmet tetap manusia yang bernilai pada dirinya sendiri.
Tindakannya
membunuh Paus sama sekali tidak menghilangkan martabatnya sebagai manusia.
Hukuman
penjara yang ditanggungnya tidak menjadi alasan untuk melecehkan martabatnya.
Sekali
lagi, Paus Yohanes Paulus II tahu dan sadar akan hal itu.
Paus
Yohanes Paulus II membenci dan mengutuk kejahatan, tetapi menghargai, mencintai, dan rela
memaafkan musuh dan penjahat.
Sebab, martabat luhur seseorang
tidak akan pernah hilang karena kejahatannya.
Sanggupkah kita meneladaninya?
* Mahasiswa STFK Ledalero, Anggota Kelompok Minat Centro John Paul II di Seminari Tinggi Ritapiret