Terkait Revisi UU KPK, Presiden Jokowi Dikecam ICW

0

Jakarta, Ekorantt.com – Masa depan pemberantasan korupsi terancam. Belum lagi selesai dengan proses pemilihan Pimpinan KPK yang menyisakan banyak persoalan, kali ini lembaga anti korupsi itu mesti dihadapkan dengan ancaman legislasi oleh DPR, yakni revisi UU KPK.

Hal yang patut untuk disesalkan adalah sikap dari Presiden Joko Widodo terkait revisi UU KPK. Seperti yang sudah diketahui bahwa pada Rabu 11 September 2019 Presiden telah secara resmi mengirimkan surat kepada DPR yang menyebutkan bahwa Presiden sepakat untuk membahas ketentuan revisi UU KPK bersama DPR. Tentu ini menunjukkan ketidakberpihakan Presiden pada penguatan KPK dan pemberantasan korupsi.

Berdasarkan siaran pers yang diperoleh EKORA NTT, Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat 4 (empat) hal penting dalam menanggapi persoalan ini.

Pertama, Presiden terlihat tergesa-gesa dalam mengirimkan SurPres ke DPR tanpa adanya pertimbangan yang matang. Pasal 49 ayat (2) UU No 12 tahun 2011 secara tegas memberikan tenggat waktu 60 hari kepada Presiden sebelum menyepakati usulan UU dari DPR. Harusnya waktu itu dapat digunakan oleh Presiden untuk menimbang usulan DPR yang sebenarnya justru melemahlan KPK.

Kedua, Presiden abai dalam mendengarkan aspirasi masyarakat. Sudah berbagai elemen masyarakat, organisasi, dan tokoh yang menentang revisi UU KPK. Bahkan lebih dari 100 guru besar dari berbagai universitas menentang pelemahan KPK dari jalur legislasi ini. Kejadian ini pun seakan mengulang langkah keliru Presiden saat proses pemilihan Pimpinan KPK yang lalu. Harus diingat bahwa Presiden bukan hanya kepala pemerintahan, namun juga kepala negara yang mesti memastikan lembaga negara seperti KPK tidak dilemahkan oleh pihak-pihak manapun.

Ketiga, Presiden ingkar janji tentang penguatan KPK dan keberpihakan pada isu anti korupsi. Tegas disebutkan pada poin 4 Nawa Cita dari Presiden Joko Widodo menyebutkan bahwa menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya. Dengan Presiden menyepakati revisi UU KPK usulan dari DPR ini rasanya Nawa Cita Presiden sama sekali tidak terlihat.

Keempat, Presiden mengabaikan prosedur formil dalam proses penyusunan peraturan perundang-undangan. Pasal 45 UU No 12 Tahun 2011 telah mensyaratkan bahwa revisi UU harus masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Selain itu, dalam tata tertib Pasal 112 (1) jo Pasal 113 Peraturan DPR No. 1 Tahun 2014 menyebutkan bahwa rancangan undang-undang sebagaimana disisin berdasarkan Prolegnas prioritas tahunan. Jika melihat faktanya, revisi UU KPK tidak masuk dalam prolegnas prioritas.

Rasanya masih jelas di ingatan publik sosok dari Presiden Joko Widodo yang sempat menerima Bung Hatta Anti Corruption Award pada tahun 2010 yang lalu. Tentu ekspektasi publik amat besar pada Presiden untuk terus menguatkan KPK dan pemberantasan korupsi. Dengan kejadian seperti ini rasanya wajar jika akhirnya publik meragukan komitmen anti korupsi dari Presiden dan pemerintah.

Patut untuk diingat bahwa Joko Widodo terpilih menjadi Presiden karena janji-janji yang telah diutarakan saat kampanye yang lalu sehingga masyarakat memilihnya. Lalu, jika saat ini Presiden tidak menepati janji untuk memperkuat KPK dan pemberantasan korupsi maka sudah barang tentu barisan pendukung Presiden akan semakin berkurang drastis. Hal ini akan berimplikasi serius pada kepercayaan publik pada pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo.

Kritik ini bukan tanpa dasar. Sebab memang keseluruhan Pasal dalam revisi UU KPK justru diprediksi akan melucuti kewenangan lembaga anti korupsi itu. Mulai dari pembentukan Dewan Pengawas yang justru menimbulkan sangkaan akan adanya intervensi dari eksekutif dan legislatif pada penindakan KPK. Lain dari itu terkait penyadapan yang harus melalui izin dari Dewan Pengawas. Sampai pada kewenangan KPK memberikan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) yang mana sebenarnya bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi.

Lagi pun harusnya Presiden memahami bahwa narasi penguatan KPK yang kerap diutarakan oleh DPR tidak pernah terbukti, dalam catatan Indonesia Corruption Watch (ICW) sejak digulirkan revisi ini pada tahun 2010 hampir keseluruhan naskah yang beredar selalu diisi oleh pelemahan-pelemahan pada KPK.

Oleh karena itu, Presiden dan DPR harus membuka mata, telinga, dan menggunakan hati nurani agar dapat mendengarkan aspirasi masyarakat. Kemudian, masyarakat harus menyerukan penolakan dan bersama-sama merapatkan barisan untuk melawan pelemahan KPK.

‘Sadok Nonga’ dan ‘Leon Tenada’ Ramaikan Pembukaan Festival Lamaholot

0

Larantuka, Ekorantt.com – Pembukaan Festival Lamaholot yang diselenggarakan Pemkab Flores Timur berlangsung meriah di Lapangan Desa Bantala, Kecamatan Lewolema, dua hari berturut-turut (11-12 September 2019).

Komunitas masyarakat adat dari persekutuan 5 kampung di Kecamatan Lewolema mempersembahakan atraksi Sadok Nonga atau tinju adat dan atraksi Leon Tenada atau lomba memanah.

Dua atraksi ini berhasil mengundang decak kagum wisatawan dan tamu yang hadir.

Atraksi Sadok Nonga itu sendiri merupakan tinju adat yang berasal dari budaya masyarakat Desa Bantala. Tradisi ini sedari dulu dilakukan pada masa-masa akhir panen sebagai bentuk syukur atas hasil panen.

Sadok Nonga berasal dari kata Sadok dan Nonga. Dalam bahasa setempat (Lamaholot Dialeg Lewolema) Sadok berarti tinju dan Nonga berarti bakul tempat menampung padi yang terbuat dari anyaman daun lontar.

Penamaan Sadok Nonga ini merujuk pada tindakan meninju yakni Sadok dan media yang digunakan sebagai sasaran meninju yakni Nonga.

Nonga atau wadah yang terbuat dari anyaman lontar ini diisi daun jerami dan dibawa oleh para pria di sekitar Mera atau mesbah batu persembahan yang berada di tengah-tengah kebun menuju ke Ori atau pondok tempat penyimpanan padi.

Para pria yang membawakan Nonga memanggil pria-pria di seputaran pondok untuk meninju Nonga dengan sekuat tenaga hingga Nonga  tersobek.

Tradisi ini masih terawat hingga sekarang. Ini adalah bentuk ekspresi suka cita dan kegembiraan atas hasil panen. Sadok Nonga juga dilakukan sebagai simbol semangat keksatriaan pria Desa Bantala.

SementaraLeon Tenada adalah lomba memanah tradisional yang dilakukan oleh komunitas adat Lewolema dalam rangkaian kegiatan Hone Koko atau membangun rumah adat.

Tradisi ini biasanya dilakukan sebagai salah satu bentuk syukuran atas rampungnya pembangunan rumah adat.

Tradisi Leon Tenada ini masih dipertahankan hingga saat ini, bahkan menjadi salah satu rangkaian kegiatan yang dinanti-nanti para pria Lewolema saat membangun rumah adat.

Dalam pembukaan Festival Lamaholot tahun 2019 ini, lomba memanah dibawakan dua kali. Pertama, dibawakan oleh   komunitas adat Desa Painapang. Kedua, melibatkan seluruh peserta festival.

Setiap peserta manarik busur dan melayangkan anak panah untuk mengenai target yang ditentukan yakni padu, sejenis pohon yang bergetah putih. Perlombaan dihentikan jika salah satu peserta mengenai Padu.

Selain Sadok Nonga dan Leon Tenada, pembukaan Festival Lamaholot diramaikan juga pameran tenun ikat ibu-ibu Lewolema, atraksi drum band tradisional oleh siswa SD se-Lewolema, lomba permainan gasing (kote) oleh anak-anak SD se-Lewolema, dan paduan suara SMAK Frateran Podor Larantuka.

Tarian massal Sason yang melibatkan seribu anak SD Se-Kecamatan Ile Mandiri dan Komunitas masyarakat adat Ilemadiri dan Lewolema ikut meramaikan pembukaan festival.

Acara ini dihadiri Bupati dan Wakil Bupati Flores Timur, Antonius Hubertus G. Hadjon dan Agustinus Payong Boli beserta rombongan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Rayakan HUT ke-97 Kefamenanu, Pemda Gelar Pasar Rakyat

0

Kefamenanu, EKORA NTT – Dalam rangka menyongsong Hari Ulang Tahunke-97  Kota Kefamenanu, Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) merencanakan pergelaran pasar rakyat dan pameran budaya di lapangan Oemanu, Kota Kefamenanu.

Sekretaris Daerah TTU (Sekda TTU) Fransiskus Tilis telah  mengkonfirmasi hal itu pada Rabu (11/09/2019). Untuk diketahui, ulang tahun kota Kefamenanu jatuh pada Selasa, 24 September 2019.

“Lokasi pasar rakyat berada disamping stand pameran pembangunan. Lokasi pasar rakyat tersebut dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memperoleh keuntungan ekonomi selama 10 hari penyelenggaraan acara,” ujarnya.

Tilis menjelaskan, pasar rakyat tersebut nantinya akan diisi oleh masyarakat yang akan menjajakan makanan khas dari wilayah Kabupaten TTU, berupa jagung bakar, umbi-umbian dan jualan lainnya yang bisa dimanfaatkan masyarakat untuk tambahan pemasukan.

“Setiap tahun itu biasanya ada jagung bakar, ada rumah makan, dan kuliner khusus anak-anak serta makanan khas lainnya,” jelasnya.

Selain itu, Tilis juga menerangkan bahwa pihaknya sedang berjuang agar permainan ketangkasan dapat diikutsertakan di dalam pasar rakyat tersebut. Hal itu dilakukan untuk menambah animo masyarakat untuk datang ke pasar rakyat tersebut.

“Kita juga sementara siapkan surat izin kepada pihak Polres Kabupaten TTU untuk diadakannya permainan ketangkasan, supaya perayaan HUT Kota Kefamenanu makin semarak,” ungkapnya.

Tilis menjelaskan, selama ini  permainan ketangkasan sering dilakukan untuk menambah semarak perayaan HUT Kota Kefamenanu. Namun, yang menjadi persoalan adalah sering terjadi praktik jual beli lahan yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.

“Makanya tahun ini kita minta supaya permainan ketangkasan tetap bisa diadakan di dalam pasar rakyat ini sambil memperketat izin pakai lahan. Jadi, hanya orang yang mendaftar saja yang akan melakukan permainan ketangkasan itu. Bukan sembarang orang,” ungkapnya.

Tilis juga menambahkan, jika nanti ada praktik yang curang dalam hal pembagian lahan, pemerintah tidak akan segan mencabut izin dan menindak tegas oknum-oknum yang coba-coba bermain curang.

Tilis menegaskan, seluruh masyarakat memiliki hak akses dan kewajiban yang sama terkait pasar rakyat ini, sesuai dengan syarat dan ketentuan yang berlaku.

“Supaya semua masyarakat ikut ambil bagian dalam rangkaian kegiatan dalam rangka merayakan HUT Kota Kefamenanu yang ke 97 tahun. Kita berharap masyarakat dapat berpartisipasi dalam rangkaian kegiatan ini supaya perayaan HUT Kota Kefamenanu jadi lebih semarak,” ujar Tilis.

Santos

Bupati Agas: Seorang Haji Punya Tanggung Jawab Sosial yang Besar

0

Borong, Ekorantt.com – Bupati Manggarai Timur (Matim) Agas Andreas, SH, M.Hum menjemput lima belas jemaah haji asal Kabupaten Manggarai Timur di Bandara Frans Sales Leda, Ruteng pada Kamis, (12/09/2019). Dari bandara, rombongan penjemputan diarahkan ke aula mini Kantor Kementerian Agama Manggarai di Ruteng untuk seremoni lanjutan.

Bupati Manggarai Timur, Agas Andreas, SH,M.Hum dalam sambutanya menjelaskan,  ibadah haji merupakan suatu kerinduan bagi semua umat Islam. Ibadah haji adalah kewajiban yang harus dilakukan oleh umat Islam baik laki-laki pun perempuan. Akan tetapi, tidak semua umat Islam dapat menunaikan ibadah Haji.  Ibadah haji hanya mungkin dilakukan oleh mereka yang mampu secara ekonomi.

Bupati Agas juga menjelaskan, menunaikan ibadah haji juga merupakan implementasi dari sikap takwa kepada perintah Allah Subhahannahuwatta’allah, Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan sabda yang tertulis dalam Al Quran.

Menurut Bupati Agas, sikap takwa sangat mudah diucapkan, terlalu ringan untuk diteriakan, dan terlalu asyik untuk didendangkan. Namun, tidak semua orang lulus untuk mencapainya. Tidak  setiap orang tahan ujian untuk mencapai derajat takwa itu.

“Saya yakin bahwa selama di tanah suci, jemaah haji mengalami berbagai hambatan dan tantangan terutama perubahan iklim dan cuaca yang tidak sama dengan keadaan alam sehari-hari di daerah asal. Akan tetapi, oleh karena tekad, niat, dan harapan yang begitu besar kepada Allah Subhahannahuwatta’allah Tuhan Yang Maha Esa maka semua halangan itu dapat dijauhkan dan pada saat ini jemaah haji dapat kembali ke tanah air, ke daerah asal masing-masing dalam keadaan sehat walafiat”, tutur Agas

Kepada para jemaah haji, Bupati Agas menegaskan, menjadi seorang haji adalah suatu pilihan yang mulia. Predikat haji yang telah disandang mengandung tanggung jawab sosial yang amat besar.

“Tunjukan keteladanan yang baik dalam sikap, perilaku, tutur kata dan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari. Dimulai dari dalam rumah tangga atau keluarga sampai pada lingkungan masyarakat luas”, ungkap Bupati Agas.

Di akhir sambutannya, Bupati Agas mengucapkan proficiat dan selamat datang kepada segenap jemaah haji yang telah menunaikan ibadah suci di tanah Mekah.

Adeputra Moses

Berny Dhey Ngebu, Alumnus PMKRI Jadi Ketua DPRD Ngada

0

Bajawa, EKORA NTT – Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tengah menetapkan Bernadinus Dhey Ngebu sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Ngada periode 2019-2024.

Penetapan tersebut tertuang dalam Surat Keputusan (SK) DPP PKB Nomor: 30101/DPP-03/VI/A.1/VII/2019.

Untuk diketahui, dalam Pemilu Legislatif 17 April 2019, PKB meraih perolehan suara terbanyak dengan jumlah 10.404 suara hingga meraih 4 kursi legislatif. Berny Dhey Ngebu sendiri memperoleh 1.452 suara.

Berny mengaku akan memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat Ngada.

Saat dihubungi Ekorantt.com, Rabu (11/09/2019) Berny Dhey Ngebu mengutarakan keyakinannya, “dari PKB untuk Ngada! Jabatan, tugas, sekaligus kepercayaan!”

“Semoga kepercayaan ini dapat dijaga dan digunakan untuk kepentingan rakyat Ngada”, kata alumnus PMKRI itu.

Adeputra Moses

Konflik Papua Menjadi Pertemuan Berbagai Kepentingan

0

Yogyakarta, Ekorantt.com – Sepanjang tahun 2010 hingga Agustus 2019, tercatat ada sebanyak 162 kasus tindak kekerasan di Provinsi Papua dan Papua Barat yang melibatkan warga sipil, aparat keamanan, dan kelompok kriminal bersenjata.

Pengajar Departemen Manajemen Kebijakan Publik UGM yang juga terlibat aktif dalam Gugus Tugas Papua UGM, Dr. Gabriel Lele, mengutarakan bahwa konflik yang terjadi di Papua merupakan pertemuan dari berbagai kepentingan yang berbeda.

“Papua hanya arena di mana konflik terjadi yang mempertemukan berbagai kepentingan,” tuturnya dalam Diskusi Papua dan Kebangsaan, Jumat (6/9) di Digilib Cafe FISIPOL UGM.

Dilansir dari laman ugm.ac.id, dalam sesi diskusi ini, ia memaparkan data-data terkait kasus kekerasan di Papua yang menunjukkan bahwa jumlah korban tindak kekerasan pada tahun 2010 hingga Agustus 2019 mencapai 1.488 jiwa, 205 di antaranya meninggal dunia dan sisanya mengalami luka-luka. Sebagian besar kasus tindak kekerasan di Provinsi Papua maupun Papua Barat, imbuhnya, disebabkan oleh kelompok kriminal bersenjata.

Gabriel juga menyoroti berbagai persoalan yang terjadi di Papua, yang mungkin berkaitan dengan berkembangnya konflik. Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah sangat gencar mengerjakan pembangunan di Papua, baik berupa jalan raya, jembatan, dan prasarana lainnya. Meski memberi pengaruh yang signifikan, pembangunan ini menurutnya belum mampu menjadikan Papua setara dengan daerah-daerah lain yang telah lebih dulu berkembang.

“Ada progres, ada perubahan signifikan dari tahun ke tahun, tapi kalau dibandingkan dengan dearah lain itu masih di bawah,” ucapnya

Menjawab pertanyaan yang kerap muncul terkait mengapa masih banyak terjadi konflik di Papua meski pembangunan dari pemerintah sudah begitu masif, ia memaparkan 3 tesis yang berbeda. Tesis pertama yang bersifat ideologis, ujarnya, adalah pendapat yang menyatakan bahwa tidak ada korelasi antara pembangunan dengan konflik. Sebesar apa pun pembangunan, kaum ideologis menyatakan ingin tetap memisahkan diri.

“Ketika pemerintah melakukan pembangunan, itu dianggap akan memberikan potential loss of support, maka kita bisa melihat orang yang melakukan pembangunan itu justru diserang,” tuturnya.

Tesis kedua yang ia sebutkan adalah dari kaum developmentalis yang menyatakan bahwa pesatnya pembangunan gagal menjawab kebutuhan masyarakat karena yang menikmati semakin terbukanya isolasi justru bukan orang asli Papua.

Sementara itu, tesis ketiga melihat dari sudut pandang ekonomi politik, di mana muncul anggapan bahwa ada bisnis konflik di balik peristiwa-peristiwa kekerasan yang terjadi.

Senada dengan Gabriel, Dosen Jurusan Hubungan Internasional, Prof. Dr. Mohtar Mas’oed, menyebut ketimpangan antar pelaku ekonomi sebagai salah satu kemungkinan penyebab munculnya konflik. Kerusakan akibat proses akumulasi kapital yang tidak peka terhadap kondisi lokal, ujarnya, juga tampak dalam kompetisi tidak sehat antara pelaku usaha besar versus usaha kecil-mikro.

“Ketegangan seperti ini mudah sekali mendorong terjadinya konflik, kalau ada peluangnya,” ungkapnya.

Subsidiaritas dan solidaritas ia anggap menjadi dua jalan yang harus dilakukan untuk mengatasi konflik yang terus bergulir. Pemerintah pusat, menurutnya, perlu menjalankan fungsi subsider, atau hanya mengurusi fungsi-fungsi yang tidak bisa dijalankan oleh pemerintah daerah, dan dengan demikian meningkatkan peluang warga negara untuk mengembangkan kepentingan serta terlibat dalam urusan publik. Di samping itu, di kalangan warga negara, perlu ada praktik solidaritas dengan berpegang pada Bhinneka Tunggal Ika dan bukan homogenitas.

“Kesatuan nasional sangat esensial demi mempertahankan masyarakat yang harmonis dan fungsional,” ucapnya. 

Yenny Wahid Datangi Kantor GTP UGM

Pada Jumat (6/9) sore tersebut, Yenny Wahid juga menyambangi kantor Gugus Tugas Papua UGM. Tujuan kedatangannya untuk berdiskusi terkait perkembangan isu Papua saat ini. Kesempatan tersebut juga sekaligus menjadi inisiasi awal kerja sama antara GTP UGM dengan Wahid Institute untuk bersinergi dan berkolaborasi mewujudkan Papua yang makin mengindonesia, dan Indonesia yang lebih kuat dan hangat merangkul Papua.

Kedatangan Yenny Wahid disambut langsung oleh Ketua GTP UGM Bambang Purwoko, Sekretaris Dr. Gabriel Lele, dan para peneliti GTP UGM dari berbagai disiplin keilmuan.

Dalam diskusi intensif yang berlangsung hampir dua jam tersebut telah dibahas beberapa hal yang menjadi fokus perhatian bersama, diantaranya GTP UGM bersama Wahid Institute mendorong semua pihak untuk turut serta mewujudkan perdamaian di seluruh Indonesia. Terkait dengan beredarnya berbagai informasi menyesatkan yang menimbulkan rasa tidak aman bagi mahasiswa dan pelajar Papua, sangat penting bagi pemerintah dan aparat keamanan beserta eleman masyarakat lain untu membuat deklarasi bersama untuk memberikan jaminan keamanan bagi semua warga Papua yang berada di luar Papua.

Baik GTP maupun Wahid Institute juga mendorong agar permasalahan yang terjadi di Papua diselesaikan dengan pendekatan yang lebih komprehensif. Baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dan segenap pemangku kepentingan harus memiliki kesepakatan tentang road-map (peta jalan) penyelesaian permasalahan Papua yang meliputi semua aspek dan melibatkan semua pelaku.

Buku Filsafat Seni: Menyoal Seni sebagai Pengetahuan (1)

0

Maumere, Ekorantt.com – Apakah seni butuh filsafat? Ataukah, filsafat harus masuk pada pranala seni? Atau, seni memang hanya berurusan dengan soal pengkaryaan dan tak perlu mendapatkan perumusan sedemikian rupa. Lalu, bagaimana dengan sejarah seni? Gagasan-gagasan apa yang memungkinkan seseorang bisa membikin karya seni dengan ragam bentuknya?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut hanyalah pengantar untuk menikmati buku berjudul Filsafat Seni karangan Jakob Sumardjo. Di dalam buku terbitan Penerbit ITB (Bandung) tahun 2000 ini, Sumardjo coba menempatkan seni sebagai bagian penting dari kehidupan (kebenaran) manusia yang patut dibicarakan atau dikonsepsikan. Makanya, seni adalah juga lembaga kebenaran itu sendiri, di samping agama, filsafat dan ilmu pengetahuan.

Kebenaran seni atau seni sebagai lembaga kebenaran bergerak pada tataran spiritual/kerohanian ketimbang tataran material/keilmuan. Hal-hal yang ditemukan atau diciptakan para seniman dinamakan sebagai imajinasi kreatif. Rujukannya berkutat pada peristiwa-peristiwa penghayatan.

Namun, seni ternyata bukan hanya soal penghayatan semata. Seni harus punya aspek pemahaman. Dengan kata lain, seni membutuhkan evaluasi. Dan poin ini barulah dikerjakan oleh ilmu seni itu sendiri. Dalam masyarakat zaman Yunani purba, sekitar tahun 500 SM, perkembangan ilmu seni mengikuti penciptaan seni, bahkan penciptaan seni seringkali diilhami oleh berbagai temuan keilmuan dan pemikiran seni.

Di kalangan masyarakat Indonesia sendiri, menurut Sumardjo, tradisi seni hanya menyangkuti soal penciptaan dan penghayatan saja. Hal ini dapat dipahami karena karya seni Indonesia muncul dalam kebudayaan tahap mitis, sampai saatnya bertemu dengan budaya ontologis. Ilmu-ilmu seni di Indonesia baru disadari ketika seni modern muncul.

Lalu, apa kaitannya dengan filsafat seni? Pada bab “Taksonomi ilmu-ilmu seni”, tertuliskan bahwa bagian utama dari ilmu-ilmu seni adalah filsafat seni. Pada mulanya, ilmu ini merupakan bagian dari kajian filsafat spekulatif, namun kemudian mengalami pergeseran yang tertangkup dalam istilah estetika modern atau estetika keilmuan.

Artinya, filsafat (seni) menempati posisi tertinggi daripada rumusan-rumusan lainnya, semisal stilistika/ilmu gaya seni, sosiologi seni, antropologi seni, sejarah seni, perbandingan seni, arkeologi seni dan psikologi seni.

Boleh jadi penempatan itu, tanpa bertendensi untuk menegaskan hirarki, ingin menunjukkan bahwa pemahaman filosofis terhadap seni mesti dilakukan terlebih dahulu sebelum orang terjun pada aspek-aspek lain yang mengitarinya, termasuk ekonomi seni.

Selain itu, pada dasarnya, karya seni tidak selalu diukur dari sisi keindahan (beauty). Kehadiran filsafat seni-lah untuk mempersoalkan materi seni tersebut. Sebab, karya seni mengekspresikan gagasan. Yang mana orang dapat mengajukan pertanyaan, “Apa yang ingin disampaikan karya tersebut atau apa maksudnya?”

Tentang ini, Sumardjo katakan bahwa orang kadang hanyut dalam struktur budaya tanpa bisa melihat budaya itu secara objektif dan akhirnya berusaha memberikan pandangan yang kritis terhadap kebudayaannya. Padahal, pandangan kritis terhadap budaya dan seni justru akan menyebabkan suatu budaya dinamis, hidup, lebih kaya, lebih beragam, lebih banyak kemungkinannya dan alternatifnya.

Oleh karena itu, tugas filsafat seni ialah membahas aspek kreativitas seniman, membahas benda seni itu sendiri, membahas nilai-nilai seni, membahas pengalaman seni atau komunikasi seni, membahas nilai konteks seni, dan terakhir resepsi publik seni.

Buku ini setidaknya dapat menjadi tonggak bagi para pembaca dalam melihat seni secara utuh. Sebagai bagian dari kehidupan manusia, juga sebagai sistem pertukaran gagasan dari benda/karya seni yang terciptakan.

Kasus Persetubuhan Anak di bawah Umur oleh Kades Sungkaen Segera Dilimpahkan ke Pengadilan

0

Kefamenanu, EKORA NTT – Berkas perkara kasus persetubuhan anak di bawah umur oleh Kepala Desa Sungkaen akan segera dilimpahkan dari pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) ke Pengadilan Negeri Kefamenanu. Hal ini dikonfirmasi oleh Kepala Kejari TTU, Bambang Surnardi di ruang kerjanya pada Rabu (11/09/2019).

Rencananya berkas kasus persetubuhan anak dibawah umur yang dilakukan oleh Kepala Desa Sungkaen, Siprianus Kolo akan dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Kefamenanu pekan depan.

“Berkas perkara kasus persetubuhan anak dibawah umur akan segera dilimpahkan ke pengadilan Negeri Kefamenanu pekan depan,” ujar Surnardi.

Pihak Kejari TTU telah menahan tersangka kasus persetubuhan anak dibawah umur Siprianus Kolo pada saat pelimpahan berkas perkara tahap dua dari penyidik Polres TTU beberapa waktu yang lalu.

“Kita sudah tahan tersangkanya dan sekarang kita akan limpahkan berkas perkara kasus tersebut ke pengadilan”, jelasnya.

Diberitakan sebelumnya, oknum Kepala Desa Sungkaen di Kecamatan Bikomi Ninulat, Kabupaten TTU, terbukti melakukan tindakan persetubuhan anak dibawah umur.

Anak dibawah umur tersebut diketahui berinisial YN, berumur 17 tahun. 

Data yang berhasil dihimpun menyebutkan kasus persetubuhan itu terjadi sekitar tiga tahun lalu tepatnya tahun 2016. Pada saat itu, YN disetubuhi oleh Siprianus Kolo sebanyak tiga kali.

Kolo menyetubuhi YN di rumah jabatan kepala desa. Atas perbuatan tersebut, korban akhirnya mengandung anak hasil hubungan gelapnya bersama Kolo, oknum Kades yang seharusnya menjadi pengayom masyarakat.

Saat usia kehamilan memasuki tujuh bulan, Kolo meminta YN menggugurkan janin dalam kandungannya. Hal itu dilakukan lantaran Kolo malu dengan masyarakat setempat.

YN yang merasa malu dan tidak puas dengan peristiwa yang dialami akhirnya melaporkan perbuatan Kolo  ke Mapolres TTU. Didampingi kakak perempuannya, YN melapor pada tanggal 27 Februari 2019 yang lalu.

Santos

Satgas Pamtas RI-RDTL Yonif 132/BS Bantu Bangun Rumah Masyarakat di Desa Nainaban

0

Kefamenanu, Ekorantt.com – Demi meningkatkan kerjasama dengan masyarakat, Satgas Pamtas RI-RDTL Yonif 132/BS membantu proses pembangunan rumah milik masyarakat di Desa Nainaban, Kecamatan Bikomi Nilulat, Kabupaten Timor Tengah Utara NTT, pada Selasa, (10/09/2019).

Sertu Hendri Saputra selaku Danpos Baen (Komandan Pos) bersama  empat orang prajurit lain terlihat turut ambil bagian dalam pengerjaan pembangunan pondasi rumah masyarakat setempat.

Saat ditemui Ekorantt.com, Danpos Baen Sertu Hendri Saputra mengatakan, aktivitas tersebut adalah salah satu cara Pamtas RI-RDTL Yonif 132/BS berbaur dan  memperkenalkan diri kepada masyarakat setelah adanya pergantian tugas yang sebelumnya dijalankan oleh Yonif Mekanis 741/GN.

“Selain membantu masyarakat, kami sekaligus memperkenalkan diri kepada masyarakat karena karena kami adalah pasukan yang baru menggantikan Satgas lama yaitu Yonif Mekanis 741/GN setelah bertugas 9 bulan di daerah perbatasan,” ujar Saputra.

Tokoh Adat Desa Baen, Ansel Mona dalam sambutannya mengatakan, masyarakat pun sangat menerima kehadiran Satgas Pamtas Yonif 132/BS ini. Masyarakat juga menyampaikan terimakasih banyak atas bantuan prajurit Yonif 132/BS yang sudah mau membantu masyarakat yang berada di perbatasan.

“Kami sangat senang atas kehadiran bapak-bapak semua. Mau Satgas mana pun yang hadir di sini, menurut kami semua TNI sama selalu di hati karena selalu mau membantu masyarakat. Kita semua di sini bersaudara”, jelas Mona.

Sebelumnya, pada Sabtu pekan lalu, dilakukan serah terima tugas dari Komandan Yonif Mekanis 741/GN, Mayor Inf. Hendra Saputra kepada Mayor Inf. Wisyudha Utama selaku Komandan Satgas Pamtas RI-RDTL sektor barat dari  Yonif 132/BS yang akan mengawasi perbatasan Indonesia-Timor Leste selama 9 bulan ke depan.

Santos

Direktur Rumah Sakit Leona Kefamenanu Diperiksa Penyidik

0

Direktur Rumah Sakit RS Leona Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) Rizki Anugrah Dewati diperiksa penyidik Kepolisian Resor Timor Tengah Utara (TTU) terkait dugaan malpraktik yang terjadi di RS Leona Kefamenanu beberapa waktu lalu. Malpraktik tersebut menyebabkan bayi Abraham meninggal dunia.

Kasat Reskrim Polres TTU, Tatang Prajitno Panjaitan, Selasa, (10/09/2019) membenarkan jika pihaknya telah melakukan penyidikan terhadap direktur RS Leona Kefamenanu dan akan melakukan pemeriksaan terhadap para dokter serta tenaga perawat yang menangani Almarhum Abraham Mariano Moni, bayi yang meninggal dunia setelah memperoleh perawatan medis di RS Leona Kefamenanu.

“Menindaklanjuti laporan polisi yang diterima dari pelapor Tonci Pius Albertus Moni, ayah almarhum Abraham Mariano Moni, bahwa bayi meninggal dunia setelah memperoleh perawatan medis di RS Leona, penyidik Polres TTU telah melakukan serangkaian penyelidikan di antaranya, memanggil dan melakukan pemeriksaan terhadap Direktur RS Leona, Rizki Anugrah Dewati”, ujarnya.

Penyidik sedang menjadwalkan pemeriksaan terhadap sejumlah tenaga medis yang diketahui berperan dalam menangani baik operasi caesar ibu korban maupun perawatan almarhum Abraham di RS Leona. Ketiga tenaga medis itu yakni, dokter Gina, dokter Lusi dan seorang tenaga perawat atas nama Rista Faunseka.

Jika tak ada halangan, penyidik akan menggelar pemeriksaan terhadap ketiga tenaga medis tersebut pada Rabu (11/9) ini. Pemeriksaan akan dilakukan secara rutin berdasarkan tahap demi tahap guna menuntaskan kasus tersebut.

“Kita akan rutin melakukan pemeriksaan tahap demi tahap. Sebelumnya, pemeriksaan sudah dilakukan kepada Direktur RS Leona dan dua orang dokter dari RSUD Kefamenanu. Kedua dokter RSUD Kefamenanu diperiksa karena setelah tidak mendapat perawatan medis di RS Leona, almarhum dibawa ke RSUD Kefamenanu. Selanjutnya pada hari Rabu, akan diperiksa dua orang dokter dan satu orang perawat dari RS Leona,” jelas Panjaitan.

Pemeriksaan ini juga menindaklanjuti perintah Bupati TTU Raymundus Sau Fernandes kepada Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten TTU untuk membentuk tim guna menelusuri kasus dugaan malpraktik yang dilakukan oleh tenaga medis RS Leona Kefamenanu yang berujung pada kematian bayi Abraham Mariano Moni.

Tim tersebut akan melibatkan Dinas Kesehatan Kabupaten TTU, RSUD Kefamenanu, dan dokter pemerintah. Penelusuran dilakukan untuk membuktikan apakah kematian bayi Abraham Mariano Moni diakibatkan oleh kelalaian manajemen dan tenaga medis RS Leona ataukah karena faktor klinis yang dialami bayi yang bersangkutan. Apabila dalam penelusuran tim menemukan indikasi malpraktik maka Pemerintah Daerah akan mengambil tindakan sesuai dengan tingkat pelanggaran yang terjadi.

Instruksi Bupati Fernandes kemudian ditindaklanjuti oleh Fransiskus Tilis, Penjabat Sekda Kabupaten TTU yang juga merupakan Ketua Tim Penelusur, bersama Direktur RSUD Kefamenanu, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Kefamenanu, Dinkes TTU dan dokter spesialis anak dari RSUD Kefamenanu.

Dalam klarifikasi Tim Penelusur terkuak fakta bahwa penanganan terhadap bayi Abraham Mariano Moni dilakukan oleh salah seorang dokter umum di Rumah Sakit Leona.

Berdasarkan kronologis yang disampaikan oleh Direktur RS Leona, almarhum dilahirkan melalui operasi caesar karena letaknya sungsang. Setelah dilahirkan, kadar albumin bayi Abraham diketahui hanya 2,2 g/dL dan harus dilakukan tindakan medis. Saat itu, dokter spesialis anak yang bertugas di RS Leona tengah berada di Kupang. Penanganan terhadap bayi Abraham dilakukan oleh dokter umum di rumah sakit tersebut. Tindakan medis yang dilakukan merupakan hasil konsultasi dengan dokter spesialis anak melalui telepon.

Santos